27. Berdamai Dengan Memaafkan

703 52 16
                                    

No edit!

Davie dan Zahra terlihat tengah menikmati kebersamaan akhir pekan mereka dengan berjalan-jalan di sekitar pantai. Tangan mereka saling bertautan, menikmati langit senja yang tampak menguning.

"Aku bahagia sekali kita bisa seperti ini pada akhirnya."

Kata-kata Davie membuat Zahra mengalihkan perhatian pada laki-laki di sebelahnya. Lalu seulas senyum tersungging di bibir wanita itu.

"Kamu sudah mengatakan ini berkali-kali sama aku, Dav?"

"Biarin. Aku terlalu bahagia."

"Ngomong-ngomong bagaimana kabar Mita?"

"Aku kurang tahu. Tapi kata Mama dia pulang ke Bandung."

Zahra hanya mengangguk mendengar jawaban Davie.

"Terkadang aku merasa sangat bersalah pada Mita dan Luky, Dav." Zahra menghentikan langkah lalu menatap Davie.

"Kenapa? Bukannya mereka sudah jahat pada kita? Seharusnya kamu bahagia karena kita akhirnya bisa bersama lagi."

"Bukan masalah itu. Aku tentu bahagia akhirnya kita bisa bersama. Aku hanya merasa bersalah karena merebut kamu, dan mencampakkan Luky," ucap Zahra dengan raut sedih.

Davie menghela napas, lalu merapikan anak rambut Zahra yang terbang tertiup angin. Kemudian mengecup dahi kekasihnya cukup lama. Davie menatap manik hitam Zahra serius.

"Nggak usah merasa kamu yang paling bersalah di sini. Pada kenyataannya hati seseorang nggak bisa dipaksakan. Lagi pula jika terus dipaksakan Mita atau Luky akan semakin terluka. Karena sampai kapan pun, aku nggak akan bisa mencintai Mita. Begitu pun kamu yang nggak bisa mencintai Luky."

Zahra menjawab kata-kata Davie dengan anggukan paham. Ya, ucapan kekasihnya memang benar. Cinta memang tak bisa dipaksakan.

"Yang terpenting sekarang adalah hubungan kita. Aku akan datang ke rumah kakak kamu besok untuk meminta restunya. Baru setelah itu ke rumah orang tua kamu," sambung Davie.

"Tapi, Dav. Mas Ian marah besar kemarin karena tahu aku putus sama Luky. Aku takut kalau ...." Zahra menggantung kalimat. Dia sedikit khawatir akan reaksi Ian jika Davie datang ke rumah sang kakak. Mengingat sifat Ian yang keras.

Davie tersenyum lalu membelai kepala Zahra lembut. Laki-laki itu tahu sekali kekhawatiran kekasihnya.

"Nggak masalah buat aku kalau kakak kamu memukulku sekalipun. Yang jelas aku hanya ingin menunjukkan padanya, bahwa cinta aku ke kamu bukan main-main. Sudah saatnya aku mengubah pandangan mereka. Kalau aku bukan lagi Davie si bocah ingusan. Karena Davie yang sekarang adalah Davie yang menginginkan Zahra sebagai pendamping hidupnya. Aku akan buktikan pada keluarga kamu jika buah tak selalu jatuh dekat dari pohonnya. Aku berbeda dari ayahku."

Mendengar ucapan Davie, Zahra begitu bahagia, hingga wanita itu langsung memeluk sang kekasih.

"Terima kasih, Dav. Semoga setelah ini kita bisa bahagia."

"Amin." Davie mengurai pelukannya.

"Kalau begitu ayo kita cari mushala untuk shalat maghrib dulu, setelah itu makan. Aku akan mengantar kamu pulang ke apartemenmu setelah ini," sambung Davie menarik tangan Zahra.

Namun, baru saja Davie memutar tubuh, suara protes wanitanya terdengar.
"Tapi, Dave, aku belum ingin bertemu siapa pun termasuk Mas Ian. Aku yakin dia tengah mencari aku."

Kata-kata Zahra menghentikan langkah Davie. "Nggak, kamu harus pulang ke apartemen kamu. Kalau seperti ini terus Mas Ian justru akan semakin membenciku. Jika dia tahu kamu sekarang tinggal di apartemenku, dia akan berpikir aku sengaja membawamu tinggal bersama. Ini sudah dua hari semenjak kamu pergi, Za."

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang