34. Weding Day

228 9 0
                                    

Zahra mematut diri di depan cermin. Kebaya putih dengan riasan khas jawa membalut tubuhnya dengan pas. Kebahagiaan begitu terpancar dalam sorot mata sendunya. Jika menengok ke belakang, dia seakan tak percaya bahwa tinggal menghitung jam saja statusnya akan berubah menjadi nyonya Adiatma.

Bibir Zahra melengkung membentuk senyum, ketika nama Davie terlintas dalam benaknya. Memang takdir selalu bergerak sesuai rencana-Nya. Dulu menikah bagi Zahra adalah momok menakutkan. Karena dia tak yakin akan mencintai suaminya dengan tulus jika bukan Davie.

"Udah kali, Dek, jangan senyum-senyum terus. Kering tuh gigi lama-lama," ujar suara Ian dari ambang pintu. Seolah menarik Zahra kembali ke alam nyata.

Zahra mendengkus, kemudian Ian berjalan menghampiri adiknya. Tanpa aba-aba, laki-laki yang kini terlihat tampan dengan jas putih itu memeluk Zahra.

"Selamat, Dek, mas senang akhirnya bisa lihat kamu menikah ... lega rasanya," ujar Ian tulus. Seolah beban dalam hidupnya berkurang karena akan ada yang menjaga Zahra.

Zahra hanya diam, dia tak membalas ucapan Ian. Rasa haru membuncah dalam dadanya mendengar sang kakak berbicara seperti itu. Air mata bahagia menetes tanpa disadari.

"Makasih, Mas Ian selalu memikirkan kebahagiaanku. Dan maaf kalau selama ini aku nggak pernah dengerin omongan mu, Mas."

Mendengar ucapan adiknya, Ian melepas pelukannya pada Zahra.

"Dih, nangis, dasar melankolis. Riasan kamu bisa rusak tahu," ledek Ian sembari mengusap sudut mata Zahra yang berair.

"Zahra!" teriakan melengking itu berasal dari Diandra. Zahra dan Ian otomatis mengalihkan perhatian mereka.

Ian yang sadar Zahra butuh berdua saja dengan sahabatnya memutuskan pamit pergi.

"Ya ampun akhirnya beneran jodoh sama cinta pertamamu itu," ledek Diandra.

Zahra tak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. "Alhamdulillah, Kak. Setelah penantian panjang ... anak Kakak mana?" tanya Zahra ketika dia mendapati bahwa Diandra hanya sendiri.

"Dia kutinggal sama baby siternya," jawab wanita yang kini tampak lebih berisi.

"Nak, Ayo keluar. Calon suamimu udah datang," ujar suara Irma, menghentikan obrolan dua wanita itu.

Jantung Zahra berdetak dua kali lebih cepat saat Irma dan Diandra membantu menuntunnya keluar.

Irma yang menyadari kegelisahan putrinya tersenyum. "Tarik napas dan ucap bismilah. Insha Allah semua akan dilancarkan." Ucapan Irma di aminkan Zahra dan Diandra.

Begitu keluar, semua mata tertuju padanya. Zahra bahkan tak berani mengangkat wajah hingga dia duduk tepat di sebelah Davie. Davie yang terpukau dengan kecantikan Zahra seakan terhipnotis dan tak mengedipkan matanya. Sampai suara deheman penghulu membuat seisi ruangan tertawa.

"Masnya udah nggak sabar nih kayaknya," ujar si penghulu yang kembali mengundang gelak tawa. Kontan saja keduanya makin tersipu.

Tak perlu menunggu lama, Penghulu mulai mengarahkan Davie agar dia mengucap ijab qobul dengan benar, dan mengikuti semua instruksi. Di tempatnya duduk, Zahra meremas tangan di pangkuan. Dia harap-harap cemas, khawatir Davie tak melafalkan ijab qobul dengan lancar.

"Saya terima, nikah, dan kawinnya. Zahrana Elsya Elgivana binti Cipto Anggoro dengan maskawin seperangkat alat shalat dibayar tunai!" Dalam satu tarikan napas, Davie mengucapkan perjanjian sucinya dengan Sang Maha Cinta. Pertanda bahwa setelah ini dia akan mengambil tanggung jawab atas Zahra seumur hidup.

Zahra tak bisa membendung tangis bahagia yang sedari tadi berusaha dia tahan. Suara bariton Davie yang beriringan dengan suara 'sah' semua orang membuat hatinya bergetar. Kebahagiaan ini, dia harap akan selamanya bertahan.

First Love (CLBK) Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang