Bagian-14

12.8K 1.2K 108
                                    

Terimakasih untuk vote dan comentnya^^

Happy reading~

***

Aku bilang akan melindungimu, tapi itu semua bohong

~Ikon

.
.
.
.
.

Hwan menyeka keringat yang mengalir di pelipisnya. Membersihkan toilet rumah sakit adalah pekerjaan yang ia kerjakan setelah kesalahan besarnya pada Nara.

Malam setelah meninggalkan Nara pada laki-laki muda diapartemennya, Hwan kembali ke apartemen pagi harinya dan hanya mendapati dress hitam yang ia berikan pada Nara tergeletak dilantai dengan kondisi terkoyak. Sejak saat itu, hidup Hwan tak tenang, terkadang semua janji-janjinya pada Nara saat mereka masih tinggal dipanti asuhan kembali Hwan ingat. Janji yang hanya bisa ia tepati sampai sebelum ia mendapat tawaran bekerja pada salah seorang kenalan. Orang itu juga yang akhirnya merubah pandangan Hwan pada hidup dan uang.

Hwan ditawari bekerja dengan mengantar para wanita malam ke para pelanggan. Puncaknya, saat ada seorang laki-laki muda mencari perempuan yang masih perawan. Dengan tega Hwan menyodorkan adik kandungnya. Nara dengan segala sifat polos dan mudah percayanya menjadi korban keserakahan sang kakak.

Hwan menghela nafas dalam. Setiap mengingat nama Nara, hanya ada perasaan bersalah yang ia rasa.

Rindu?

Hwan mendengkus, pantaskah ia merindu pada orang yang telah ia sakiti?

*****

"Ssshhh ... sakit."

Nafas Devian memburu. Rintihan kesakitan yang ia dengar selama diperjalan ke rumah sakit semakin memacu kerja jantung dan membuatnya panik.

Devian tidak tau apa yang harus dilakukan selain menyuruh petugas rumah sakit membawa Nara ke IGD, mengabaikan tatapan ingin tau dari orang disekeliling.

Dengan kesadaran yang semakin menipis Nara berjuang keras untuk meraih tangan Devian yang tertahan di depan ruang IGD, "Dev, tolong," dengan tersendat Nara meminta fokus Devian, "jika nanti a-ku ti-dak selamat, bi-bisakah kau bawa bayiku ke pan-ti asuhan? A-lamatnya ad-a didalam tas-ku."

Rasa sakit yang teramat sangat membuat Nara berfikir bahwa ia tidak akan bisa selamat. Dan ditengah rasa sakit itu pula Nara masih memikirkan nasib bayinya jika nanti dapat terlahir tanpa ada satupun orang yang menginginkan. Satu-satunya cara yang terlintas dibenak Nara adalah menitipkan bayinya dipanti asuhan tempat dulu ia tinggal. Ibu panti pasti akan merawat bayinya dengan limpahan kasih sayang.

Devian hanya mematung begitu mendengar permintaan Nara. Matanya terpaku pada wajah Nara yang sudah basah dengan air mata dan keringat. Sedangkan Nara berusaha mempertahankan kesadarannya untuk mendengar jawaban Devian. Setidaknya jika ia mati, masih ada yang bisa membawa bayinya ke tempat yang tepat.

"Dev?" Tangis Nara pecah. Tidak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Devian saat para perawat membawanya masuk ke ruang operasi. Tak terbendung bagaimana kesedihan Nara selama ini, Nara tidak perduli lagi apa yang akan terjadi nanti. Bahkan sebelum matanya tertutup, Nara sempat merapalkan doa agar tidak ada yang selamat antara ia dan bayinya.

"Kau suaminya?" Devian menoleh pada seorang dokter perempuan yang menatapnya serius.

Menggeleng, "saya perwakilan keluarganya."

Dokter itu menghela nafas. "Pasien mengalami pendarahan. Tidak ada jalan lain selain melakukan operasi. Tapi, dilihat dari usia pasien yang masih sangat muda, kami tidak bisa memastikan apakah keduanya dapat selamat atau tidak."

"Lakukan yang terbaik dokter. Tolong, selamatkan mereka."

"Akan kami usahakan. Silahkan urus administrasinya terlebih dahulu."

Devian mengangguk lalu melakukan apa yang dokter itu katakan.
.
.
.
.
.
Jujur, yang bikin semangat nulis tuh karna baca komen dari pembaca, tapi ngeliat lebih banyak yang nagih lanjutan cerita dari pada yang komen tentang ceritanya, gak bikin saya semangat.

Saya punya target sendiri kapan mau publish cerita ini. Jadi tanpa disuruhpun bakal saya publish.

Boleh, nagih kalo gak capek mah.😂

TRUST (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang