Feeling 4 (Alesha) - Maaf, Tidak Apa-apa

729 177 23
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Kecewa? Tidak.

Terluka? Mungkin sedikit.

Terpaksa? Pernah.










Axel yang marah kepadaku, aku tau persis. Namun guratan itu tidak nampak di wajah eloknya, terlalu sempurna menutupi semuanya didepanku.

Bukan masalah, ini sudah biasa.

Mungkin baru pertama kali kami menunjukan rasa cinta itu satu sama lain.

"Daniel udah balik ke rumah. Kamu aku anter pulang, ya?"

Kalau kubilang tidak mau, bagaimana?

Ong selalu tau. Dia sang pembaca wajah amat tau jika aku masih ingin bersamanya.

"Arsya nanti makin ngambek tau kamu pulang malem lagi. Dia juga lagi sakit, kan?"

"Aku lupa beli obatnya lagi." Aku menunduk kecewa.

Kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa memegang teguh pendirian.

Cinta yang bahkan bisa membuyarkan rencana dan niat awalku untuk melangkah keluar.

Semua karena Axel Ong Nardaradian.

Lelaki keempat yang amat kucintai setelah Ayah, kakak dan Arsya.

Gantian kini aku yang mandi. Menenggelamkan tubuhku bersamaan dengan dosa dan rasa bersalah.

Mungkin mereka berpikir jika hubunganku dengan Ong adalah yang paling sempurna, paling diinginkan dan menjadi dambaan setiap pasangan.

Kemesraan kami memang karena cinta yang amat meluap.

Namun tidak dengan pikiran kami yang amat bertolak belakang, yang sewaktu-waktu bisa menjadi boomerang hubungan kami kedepannya.

Axel Ong yang lebih memilih menjalankan apa yang ada sekarang dan menanti masa depan dengan lapang dada.

Sedangkan aku? Aku terlalu takut membayangkan masa depan yang tak seindah kata 'tenang' dari Ong.

"Sayang.. lama banget mandi nya? Adek kamu nelponin terus tuh dari tadi." Ong memanggilku sambil mengetuk pintu kamar mandi beberapa kali.

Masih ingin bermain bersama air, air yang membuat aku betah berlama-lama berendam.

Bermain dengan busa dan gelembung yang kutiup disekitar jari-jari tanganku, mengasyikkan.

Maaf, Sayang, aku ingin membuat pendengaranku tuli sejenak.

Beri aku beberapa menit lagi.

Tidak.. aku tenggelam.

Lagi-lagi hawa kesedihan itu bergentayangan di benakku, menarik jiwaku yang sengaja dibawa lari bersama keterpurukan.

Bawa aku kembali, Ong. Aku tidak bisa merasakan napasku sendiri.

"Sayang?? Masih lama?"

Aku sudah selesai, sayangku. Aku mohon tarik aku dari air.




Tok!Tok!Tok!





"Irene.. sayang? Kamu kenapa? Ada apa di dalam?" Kekasihku mulai menyadari jika aku tidak baik-baik saja setelah aku jatuhkan botol shampoo di pinggir bak mandi.

"Buka atau aku dobrak? Sayang.. Irene!"

Dobrak saja pintunya sampai kamu melihat tubuhku!

Melihat kesedihanku dan jatuh bangunku dibalik topeng menyenangkan yang selama ini terlihat.

Aku lelah, sayang. Aku lelah!

Aku lelah menghadapi hidup ini.. segala kesulitan ini.

Tanpa kamu, aku mati.

Tapi semalam kamu yang mengakhiri kesucianku.

Sama saja aku seperti sekarat.

Berada di tengah-tengah keduanya, cinta dan benci, aku seperti diujung.



Brak!




Axel Ong membuka pintu kamar mandi hotel dengan kasar dan langsung menyambar tubuhku yang nyaris tenggelam di bak mandi.

Aku menangis, aku menangis di dalam air.

Jangan lihat aku, sayang!

"Rene.. rene! Sadar, sayang.. bangun! Kamu kenapa?" Guncangan keras ditubuhku membawa aku kembali pada kenyataan.

Aku sudah melakukannya.

Aku sudah tidak suci lagi.

Hanya tersisa seorang gadis dengan jutaan beban hidup yang mencoba berdamai dengan kenyataan.

Aku memeluknya. Tubuhku yang dingin ini memeluk tubuhnya yang berbalut pakaian rapih. Maaf, aku membuat bajumu basah.

"Rene.. kamu-"

"Maaf, Sayang.. aku-hhh.. aku-"

Ong menciumku dalam, dia menangis.

Lelakiku memang peka.

Aku jadi teringat Joyana. Andai saja dia peka dengan rasa, perasaan Daniel yang bahkan tak sebanding dengan rasa cintaku pada Ong.

"Aku yang minta maaf. Aku yang bajingan, aku yang seenaknya, aku yang terbawa nafsu sampai-"

Maaf, tidak apa-apa, sayang.

Aku akan ikhlas jika itu kamu, jika itu kita, jika itu takdir, jika itu atas keinginan aku dan kamu.

Aku menggeleng dengan senyum di bibir. Ong mencium keningku. "Ayo, aku gendong sampe ranjang terus kita-"

"Jangan lagi, udah."

Ong menggendongku yang sebelumnya sudah dibalut handuk tebal agar aku tidak kedinginan. Dan setelahnya aku bangkit, mencoba melupakan dan menjalani semuanya seperti normal.

Pikirkan adikmu, Rene, dia menunggumu.

"Kalo udah siap bilang ya. Aku tunggu di depan."

Aku berterimakasih pada Tuhan. Setidaknya kesucianku tidak jatuh ke orang yang salah.

Maaf, aku terlalu mencintaimu hingga aku marah.




















Maaf, aku terlalu mencintaimu hingga aku marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


TERIMAKASIH BUAT YANG UDAH TAP ⭐ DAN 💬
JANGAN LUPA FOLLOW ROLEPLAYER MEREKA DI INSTAGRAM

🙇🙇🙇

The Benefits of Heartbreak.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang