Dua insan yang disatukan dengan atau tanpa perantara, itulah yang dinamakan jodoh. Jika memang kita harus bersatu, maka waktu yang tidak sebentar adalah ujian. Semua milikku adalah milikmu, kita bersama untuk saling berbagi.
Daniel Andra dan Briggita Joyana, berbagi adalah kita.
"Sayang, beneran deh gak usah. Ini banyak banget loh." kesayangan gue mulai berkeluh kesah soal belanjaannya yang cukup menguras kocek gue. Barang-barangnya pun rata-rata keperluan bulanan rumah, rasanya seperti pengantin baru.
"Gak papa, sayang. Gini doang mah kecil!" Joyana tersenyum. Hari ini dia cantik banget –padahal setiap hari juga cantik—tapi kali ini beda aja. Lebih keliatan kalo dia itu semakin hari semakin siap buat jadi seorang istri.
Istri gue pastinya. Ya masa istri orang.
Gue dengan gentle membawa 8 plastik belanjaan sekaligus, 4 di kanan dan 4 di kiri. Joy cuma bawa 2 plastik, itupun yang ringan. Gak masalah gue kerepotan ataupun pegel bawa belanjaan asal tangan Joy gak sakit, asal dia gak terbebani walaupun itu belanjaan dia.
"Sayang! Kamu diliatin orang-orang tau." Gue melihat ke sekitar. Benar aja, rata-rata pengunjung pusat perbelanjaan itu ngelirik ke arah kita –tepatnya gue—.
Dari tatapan mereka yang menyiratkan rasa iba dan miris ngeliat gue yang seakan 'takut pacar' ataupun bahkan 'takut istri'.
Bagi gue, hal kecil kayak gini adalah bukti bagaimana seorang lelaki memuliakan wanitanya.
Kalau masalah bawain barang belanjaan aja mereka sungkan gimana yang lain?
Lelaki jangan cuma bisa menuntut dan memberi, namun juga melindungi dan memahami.
Joy mengambil 2 plastik di tangan kanan gue, lalu memberikan kunci mobil ketika kita sampe di basement. Setelahnya dia berjalan duluan mendahului, membawa 4 plastik belanjaan sampai di depan mobil.
"Sini, kasih aku lagi." Pas pintu mobil udah gue buka, Joy langsung masuk ke kursi belakang dan meletakkan semua barang belanjaan yang tergeletak di bawah kaki gue buat dimasukin.
Dia sempurna.
Pengertian dan peka.
"Nah, udah. Ayo!" gue malah bengong dibuatnya. Joy ketawa. "Atau aku aja yang nyetir?"
"E-eh enggak, enggak. Yuk berangkat ke pelaminan –eh, maksudnya ke rumah. Hehehe"
Secepat mobil ini gue kendarai, secepat itu pula gue pengen buru-buru ngehalalin dia.
Begitu menginginkan dia yang bakal terus gue jaga sampe mati, bahkan rela mati.
Cinta buta, bukan, ini cinta nyata. Nyata akan perjuangan gue yang memberi hasilnya sekarang.
Karena cinta seperti hukuman, yang harus diberi efek jera lebih dari sekali. Maka gue akan mencoba berkali-kali memberikan efek cinta diantara kita.
Di dalam mobil, Joy tertidur. Mumpung jalanan macet, kesempatan bagus itu gak gue sia-siakan.
Menggenggam tangan Joy sembari menghadiahinya dengan kecupan-kecupan kecil. Gak akan gue lepas sampai di tempat tujuan.
"Let me kiss you, Sayang?" Bisik gue pelan.
Salahin suasana kemacetan dan malam hari yang begitu padat sampai-sampai badan gue udah bergerak maju, menuju bibir paling manis yang pernah gue kecup.
Astaga, dia terbangun dengan jari telunjuknya yang dia arahkan ke bibir gue.
"Cium-cium terus ih, kamu. Simpen buat besok aja ya, aku ngantuk."
Cukup untuk hari ini, tapi awas aja untuk hari esok.. Joyana!
THANKS FOR YOUR VOTE ⭐ AND COMMENTS 💬
🙇🙇🙇
KAMU SEDANG MEMBACA
The Benefits of Heartbreak.
Fanfiction"Perhaps, these are the benefits of heartbreak." Mengerti apa itu rasa sakit yang sebenarnya, bukan hanya sekedar tawa. Biasakan diri untuk terjatuh agar tau cara terbaik untuk bangkit. Ya, hati yang terluka. Semua merasakannya disini. Begitu pula d...