Rasya (Seanggun Waktu Dhuha)

2K 189 35
                                    

🌺RASYA🌺

ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﺍﻟﻀُّﺤَﺂﺀَ ﺿُﺤَﺎﺀُﻙَ، ﻭَﺍﻟْﺒَﻬَﺎﺀَ ﺑَﻬَﺎﺀُﻙَ، ﻭَﺍﻟْﺠَﻤَﺎﻝَ ﺟَﻤَﺎﻟُﻚَ، ﻭَﺍﻟْﻘُﻮَّﺓَ ﻗُﻮَّﺗُﻚَ، ﻭَﺍﻟْﻘُﺪْﺭَﺓَ ﻗُﺪْﺭَﺗُﻚَ، ﻭَﺍﻟْﻌِﺼْﻤَﺔَ ﻋِﺼْﻤَﺘُﻚَ . ﺍَﻟﻠﻬُﻢَّ ﺍِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺭِﺯْﻗِﻰ ﻓِﻰ ﺍﻟﺴَّﻤَﺂﺀِ ﻓَﺄَﻧْﺰِﻟْﻪُ ﻭَﺍِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﺍْﻻَﺭْﺽِ ﻓَﺄَﺧْﺮِﺟْﻪُ ﻭَﺍِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣُﻌَﺴَّﺮًﺍ ﻓَﻴَﺴِّﺮْﻩُ ﻭَﺍِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺣَﺮَﺍﻣًﺎ ﻓَﻄَﻬِّﺮْﻩُ ﻭَﺍِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﺑَﻌِﻴْﺪًﺍ ﻓَﻘَﺮِّﺑْﻪُ ﺑِﺤَﻖِّ ﺿُﺤَﺎﺀِﻙَ ﻭَﺑَﻬَﺎﺀِﻙَ ﻭَﺟَﻤَﺎﻟِﻚَ ﻭَﻗُﻮَّﺗِﻚَ ﻭَﻗُﺪْﺭَﺗِﻚَ ﺁﺗِﻨِﻰْ ﻣَﺂﺍَﺗَﻴْﺖَ ﻋِﺒَﺎﺩَﻙَ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴْﻦَ

"Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh" .

Rasya menelungkupkan kedua telapak tangannya ke wajah bersihnya. Selang 25 detik, ia bersujud, mengagungkan Asmanya, bertakbir dan berdzikir dalam-dalam.

Ini yang ia suka, beribadah dalam suasana seperti ini. Hanya suara jangkrik dan kokokan ayam yang terdengar bertasbih mengagungkanNya, serta sayup hilir angin yang berhembus, membawa pergi nafas-nafas para insan dengan segala sistematika hidup duniawi.

Sepi. Rasya gemar beribadah dalam sepi, tenang, damai. Sedamai hatinya yang usai mengadu kasih kepada RabbNya. Dalam kesepian, ia merasa lebih leluasa untuk berkomunikasi kepada Sang Khaliq, ia lebih leluasa mengadu- berlinang air mata atas segala kekhilafannya. Ia lebih leluasa untuk mencari kesalahan yang ada dalam dirinya. Ia leluasa lebih khusyu'- menikmati alunan tiktok jam mushala yang bisa kapanpun ia hentikan lajunya, tapi ia takbisa menghentikan dan mengembalikan waktu.

Rasya bangkit dari sujud simpuhnya. Ia mengusap wajahnya yang selalu terlihat sendu. Masih sepi nampaknya. Ketika Rasya membalikkan badan,

Deg! Deg! Deg!

Lihat, siapa yang berada di shaf belakang-di balik sekat hijau? Terlihat sedang menengadahkan kedua tangannya. Memejamkan mata kuat-kuat, seperti menangis menyesali sesuatu. Ia terlihat sesenggukan dalam doa.

''Sy..Syi..Syifaa...'' Bibirnya bergumam, bergetar lirih.

''Yaa Rabb, kendalikan laju jantungku seperti sedia kala, kumohon.'' Doa Rasya, seperti gurauan, juga seperti sungguhan.

Dahulu, sebelum Syifa menembaknya, Rasya memang mengagumi Syifa, tapi tidak seaneh rasa kagumnya saat ini. Rasa kagumnya tiba-tiba muncul meluap-luap saat Syifa ternyata menyukainya. Ini menambah kepedean Rasya dalam diam. Eh, kadang dia juga merasa khilaf. Khilaf, kenapa pikirannya selalu labil.

Kendalikan.rasaku,Yaa Rabbi. Astaghfirullahal'adzim..

Rasya segera beristighfar, mengalihkan pandangan dan bergegas pergi meninggalkan mushala dengan mushaf Qur'an yang selalu menemaninya-tentunya dengan keadaan suci(berwudhu).

''Rasya...''

Suara lembut itu. Rasya menoleh, kaku. Alifa.

''Dari mushala,ya?'' Gadis putih, imut dengan jilbab lebar menjuntai itu tersenyum ramah. Rasya hanya mengangguk dan tersenyum, menunduk.

''Ngomong-ngomong, proposal buat Tabligh Akbarnya udah selesai?''
''Insyaa Allah, bentar lagi. Ini lagi proses. Oh ya, nanti setiap sie harus ada 3 perwakilan cari sponsor, syukur semua anggota ikut,''
''Ohh. Gitu? Insyaa Allah aku ikut cari.  Ayahku punya chanel cafee di Jakarta,  Insyaa Allah ayahku mau nyeponsorin, dan harus mau. Hehehe,''
''Yaudah, aku balik ke kelas dulu, ya?'' Rasya berpamitan. Sebenarnya jalan ke kelas Rasya dan Alifa sejalur, tapi Rasya memilih jalan sendiri, tidak beriringan.

''Kak Rasyaaaa!!''

Dug!Duer! Suara itu, lagi.

''Kak Rasya, Tunggu!'' Dia berteriak. Sontak Alifa dan Rasya pun menoleh. Alifa memincingkan mata dan mengangkat sebelah alisnya. Heran. Ini Syifa? Kok agresif,ya? Ah.. Mungkin emang lagi ada perlu sama Rasya.

''Mmm.. Yaudah, kalau gitu, aku balik duluan aja ya,Sya.'' Alifa mendahuluinya. Rasya mengangguk dan kaku, diam di tempat. Menunduk, mendengarkan langkah tapak kaki yang semakin keras dan mendekat. Syifa.

''Kenapa, dek?'' Rasya memulai. Sementara Syifa masih berusaha mengatur ritme nafasnya yang tersengal.

''Kak,'' Suara Syifa melemah. Syifa menunduk dalam - dalam. Memainkan jemarinya..

''Syifa, mau..'' Terpotong lagi.

''Mau..''

Sementara Rasya jemu menunggu kalimat penjelas berikutnya. Toh, Rasya paham jikalau Syifa hanya akan membahas masalah yang kemarin.

Dalam benak, Rasya menduga - duga kalimat apa yang diucapkan Syifa. Mungkinkah Syifa akan berucap, Kak, Please terima ya. Kak, mau ya Ta'arufan sama Syifa. Kak, Please kakak jadi pacar Syifa. Kak, Syifa sayang kakak, tapi Syifa malu sama kakak. Kak, nggak papa kakak nolak Syifa, tapi Syifa akan selalu menunggu kakak.

''.........Jadi gitu, Kak. Gimana pendapat Kak Rasya?'' Seketika Rasya tersadar dari lamunannya. Rasya takbegitu memperhatikan Syifa berbicara.

''Eh, anu. Gimana?''
''Nggak jadi deh, Kak. Yaudah, duluan yaa,Kak.''

Habibal Qalbi (Rohis Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang