Do Kyungsoo dan Kim Jongin adalah imbas bagaimana semesta bermain dengan takdir.
Takdir selalu berjalan di luar nalar manusia.
Kenyataannya, semesta justru membuat pergi sesuatu yang seharusnya menetap, lalu mendatangkan yang telah lama hilang, dan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Backsong: Ariana Grande - Moonlight. Wu Yi Fan (Kris Wu) - JULY. One Direction - You and I.
•••
Jam di dinding baru saja menunjukkan pukul 14.15 ketika lelaki itu datang dan menaruh sepatunya di rak sepatu. Senyum tipis masih tersungging, kemudian berubah menjadi kekeh geli. Meski awan mendung menghias langit, lelaki itu tetap merasa bahagia. Waktu yang ia punya saat ini dirasa cukup panjang jika dipakai untuk beristirahat. Walau dia tidak tahu definisi istirahat seperti apa selama kepalanya sedang merencanakan banyak kegiatan di dalam otak.
Hentak kakinya menggema, siul rendah menggaung di ujung bibir, hembus angin menerpa melalui pintu depan juga pintu dekat dapur yang terbuka selama ia berjalan untuk menaruh barang-barangnya di kamar. Semuanya terasa lebih ringan kendati hatinya memberikan sedikit resah di dalam sana.
Dia tidak peduli, yang dia tahu, dia sedang menyusun masa depannya mulai detik ini.
"Jelas-jelas kamu tahu hujan akan turun, kenapa masih ada di sini?" Dia berujar kepada seorang perempuan yang sibuk berdiri, tangan lelaki itu juga sibuk membawa dua gelas teh hangat dalam genggaman. Ia hanya mengganti pakaiannya dengan kaos yang lebih santai setelah ia membersihkan diri beberapa menit lalu.
Kyungsoo hanya melirik, lalu kembali melanjutkan destinasi perempuan itu tentang aroma petrichor. Ia sedang menikmati kenangannya yang mengawang. Melanglang buana seperti kepakan sayap kupu-kupu. Dia merindukan rumahnya di desa. Rindu untuk bangun pagi buta bersama kedua orangtuanya. Rindu akan obrolan hangat disela kegiatan mereka menyesap setiap tetesan teh hangat yang jatuh ke kerongkongan.
Perempuan itu merindukan masa lalunya. Juga, merindukan keluarganya yang utuh.
"Kamu akan tetap berdiri di sana atau ingin kuantar pulang sekarang?"
"Kamu berniat menjamu tamu atau mengusirku?" Kyungsoo menjawab pertanyaan Jongin dengan pertanyaan. Nadanya sinis. Namun, dia tetap meraih teh dalam genggaman lelaki itu sembari mendudukkan bokongnya di atas kursi kayu. Tersenyum saat menghirup aroma teh yang menurutnya sangat menenangkan.
Sama seperti yang dilaluinya bersama Jongin malam-malam kemarin. Berbicara bertemankan hangat yang manis.
Lelaki itu lebih dulu berdecak. "Tidak ada tamu yang datang setiap hari," katanya meremehkan.
"Jadi, kamu tidak suka jika aku di rumahmu?"
"Kalau aku tidak suka, aku sudah mengusirmu dari sebulan yang lalu."
"Jongin!" Kyungsoo memekik, menaruh gelas pada meja berkayu dengan tekanan sedikit keras. Menimbulkan bunyi 'trak' ketika gelas itu bersentuhan dengan meja. Lidahnya terjulur, sebelum mengulumnya kembali ia mengibaskan salah satu tangannya di depan bibir saat berkata, "Kenapa tehnya pahit sekali?! Kamu benar-benar ingin aku pergi dari sini, huh?!" serunya dongkol.