"Maaf, tapi hanya ini yang bisa kami lakukan. Tiga dokter sudah ikut turun tangan. Namun, kondisi pasien sudah sangat parah. Berdoalah, semoga Tuhan memberi keajaiban. Sekali lagi, kami mohon maaf."
Penjelasan menyakitkan itu masih terngiang di benaknya. Dengan tangan yang terus menggenggam jemari sang kakak, Gempa melafalkan doa-doa untuk kesembuhan kakaknya.
Setelah kejadian ini, bukan hanya ragu. Gempa tidak percaya dengan keamanan rumah sakit ini.
"Kak Hali cepat sembuh, ya."
"Gempa sayang Kakak."
"Siapa yang nanti nolong Gempa kalau Kak Hali sakit?"
"Bukannya Kak Hali sendiri yang bilang mau jagain Gempa?"
"Gempa takut... di-bully lagi."
•••
Halilintar ada di antara sadar dan tidak sadar. Ingin membuka mata, tapi sulit. Ingin terlelap juga tidak bisa.
Ia tahu Gempa selalu di sampingnya. Bahkan anak itu membolos sekolah untuk menjaganya.
Senang pastinya. Namun, menyakitkan juga mendengar segala keluh kesah yang Gempa ceritakan. Tentang kesedihannya, juga kasih sayangnya.
Menangis. Ya, ia hanya bisa menangis. Hatinya semakin teriris begitu Gempa menyadari dan mengesat air matanya. Lalu, meminta maaf padanya.
Dan jika air matanya tidak kunjung berhenti, Gempa akan memeluknya. Menumpahkan seluruh kesedihan yang sama di dadanya. Saat Gempa akhirnya tenang, ia juga akan tertular. Saat itulah air matanya juga berhenti mengalir.
"Gempa... maafkan... aku," bisiknya lirih dengan bibir gemetar.
Untuk pertama kalinya, Halilintar merasakan ketenangan luar biasa. Tepat setelah mendengar bunyi nyaring mesin pemantau denyut nadi, tubuhnya terasa ringan. Segala yang ada di sekitarnya lenyap.
•••
"Gempa... maafkan... aku." Bibir pucat itu bergetar.
"Kak?" panggilnya dengan senyum lega.
"..." Tidak ada jawaban. Seolah memaksa Gempa untuk yakin bahwa yang dilihatnya ilusi semata.
"Kak Hali?" panggilnya lagi. Kali ini perasaan takut menyelimutinya."..."
Niiit...
Bunyi mengerikan itu. Tanda bahwa semuanya telah berakhir.
"Nggak mungkin." Gempa menggeleng kuat.
"Kakak bercanda 'kan?!" sentaknya dengan pipi yang sudah kembali basah.
"Ini tidak lucu!" pekiknya lagi.
Gempa mencengkram rambutnya. Telinganya ikut berdenging. Jika kakaknya pergi, siapa yang akan menjaganya? Siapa yang akan menemaninya saat malam? Siapa yang... akan menyayanginya? Siapa...?
"Siapa, Kak? Beritahu Gempa! Siapa?!"
•••
Di depan nisan yang terukir nama depannya, dan Halilintar sebagai sambungannya.
Boboiboy Halilintar
Kakaknya. Keluarga terakhirnya. Orang yang paling disayanginya.
Matanya sudah sangat sulit bahkan hanya untuk berkedip. Perih. Namun, tidak bisa mengalahkan perih di hatinya.
•
•
•
FinishEfek jenuh. Niat mau bikin humor malah kesenggol angst di tengah jalan xD
Ada yang mau sukarela ngasih kata-kata apaa gitu buat aku? Aku lagi kebingungan, tapi nggak tau apa yang dibingungin. Kayaknya ketularan Willy_0610 deh. Tanggung jawab kamu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Boboiboy
FanfictionBerisi kumpulan cerpen. Boboiboy © Animonsta Studio Story Lionella Ayumi©, 2017