Ma, selamat hari mama. Cuma ini yang aku tahu mama suka. Maaf, aku nggak bisa kasih yang lebih.-Halilintar-
Tulisan itu sedikit berantakan. Tidak serapi tulisan Halilintar biasanya. Yaya menatapnya nanar. Tahu apa yang menyebabkannya.
Sampai pagi ini, Halilintar masih belum sadar. Yaya diantar--dipaksa pulang oleh Boboiboy.
Sedangkan pria itu sudah pamit untuk kembali ke rumah sakit.
Dan sekarang, Yaya hanya duduk diam di kamarnya. Pikirannya tidak bisa lepas dari Halilintar.
Memang, anak itu sering pulang dalam keadaan terluka. Tapi, setidaknya itu hanyalah luka kecil setelah melatih bela diri juniornya di kampus, atau luka karena kecerobohannya sendiri. Tapi malam itu, Yaya tidak bisa memaklumi. Tidak ada toleransi untuk perasaan cemas dan takutnya.
Halilintar pulang dengan luka yang parah. Berbahaya.
Sebelum ini, separah apapun lukanya, Halilintar tidak pernah sampai tidak sadarkan diri.
Tok tok...
"Ma, ini Taufan."
Yaya menoleh ke arah pintu. Menatapnya lekat beberapa saat. "Masuk," balasnya pelan. Ia yakin suaranya sampai.
Suara derit pintu terbuka tidak membuatnya ingin menoleh. Bukan karena benci. Saat ini hatinya tidak dalam keadaan baik. Dan ia tidak ingin menyambut pagi anaknya dengan mood seperti ini.
Yaya sudah akan menyelimuti dirinya saat Taufan dan selimut itu ditahan.
"Mama kenapa nggak bangunin aku atau Gempa?"
Tidak ada jawaban. Yaya menghambur memeluk Taufan erat. Ia menangis di dada si Tengah. Meluapkan segala perasaan takutnya.
Yaya merasakan elusan lembut di punggungnya. Taufan tidak memaksanya untuk bercerita langsung.
"Semalam... Hali kasih hadiah buat Mama. Mama mau makan malem bareng. Tapi... tapi Hali udah--" Yaya tidak melanjutkan ceritanya. Bayangan Halilintar yang ia temukan dalam keadaan tidak sadarkan diri semalam membuat tangisnya semakin menjadi.
"Kak Hali pasti bangun, Ma. Jangan sedih lagi."
Mengangguk pelan. Yaya menetralkan napasnya yang agak tersenggal selepas menangis. Setidaknya, setelah bercerita ia merasa sedikit lega.
"Di mana Gempa?" tanyanya saat menyadari si Bungsu tidak bersama Taufan.
"Gempa lagi bikin sarapan." Taufan mengurai pelukan Yaya. "Mama jangan sedih, dong. Upan ikut sedih," celutuknya manja.
Mau tidak mau Yaya tertawa mendengarnya. Dirinya sudah lebih tenang.
Tok tok
"Sarapan dulu, Ma. Aku cuma bikin ini. Mama hari ini istirahat aja. Biar aku sama Kak Taufan yang ke rumah sakit jagain Kak Hali."
•••
Boboiboy membatalkan seluruh pertemuan di perusahaan hari ini. Bagaimanapun ia tidak bisa membiarkan Halilintar sendiri. Bagaimana jika ada yang berusaha menyakiti anaknya? Menunggunya lengah, lalu menculik anaknya? Terlalu banyak film yang meracuni otaknya.
"Kok panas?" gumamnya saat merasakan suhu tubuh anaknya naik. Ia lalu menekan tombol pemanggil. Diusapnya kepala Halilintar lembut.
"Hali? Baik-baik, ya. Kamu pasti sembuh."
Tak lama, perawat dan dokter datang. Setelah memberitahukan keadaan anaknya, Boboiboy mundur. Membiarkan dokter untuk memeriksa lebih leluasa.
"Ada bakteri yang menginfeksi lukanya. Kami harus membersihkan bakteri itu segera."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Boboiboy
FanfictionBerisi kumpulan cerpen. Boboiboy © Animonsta Studio Story Lionella Ayumi©, 2017