Take a look

539 25 9
                                    

Take A Look

Boboiboy © Animonsta Studio

Kaca jendela terasa dingin. Udara yang menyentuh kulit pun sama dinginnya. Bunyi ribuan tetes air yang turun bersamaan ke bumi yang terdengar gaduh sama sekali tidak mengganggunya. Terkalahkan oleh bisingnya suara dari dalam pikirannya sendiri.

"Hei, Ying!" sapa suara riang yang berasal dari belakangnya. Ia berbalik perlahan, lalu tersenyum saat tangannya digenggam hangat.

"Ayo main!"

Ia mengikuti ke mana tangannya ditarik. Namun, langkahnya terlampau cepat sampai akhirnya ia tersandung kakinya sendiri.

Bruk!

"Aw!"

"Ying, maaf! Ayo, aku bantu." Tangan yang sama membantunya bangun, tapi Ying memilih menepis. Ia menunduk memeluk lutut, lalu tangisnya pecah saat itu juga.

"Ying, kenapa? Sakit, ya? Maaf!" suara riang itu berubah panik mendengar isaknya.

"Mana yang sakit?"

Bukannya menjawab, Ying semakin kencang menangis.

"Ying—"

"Apa pedulimu?!" teriaknya.

Suara riang dan panik yang sebelumnya terdengar, senyap seketika. Entah bagaimana ekspresinya sekarang. Perlahan, ia menenangkan dirinya sendiri.

"Kamu merasa nggak pantas atau nggak percaya aku menyayangi kamu?"

Suara itu melembut. Ying tidak pernah tahu suara cempreng yang selalu dipenuhi hawa keceriaan itu bisa terasa seteduh ini. Akan tetapi, ia masih enggan mengangkat kepalanya.

"... atau kamu benci aku karena udah buat kamu ada dalam kondisi sekarang?"

Pendengarannya menajam. Ying menyadari itu. Kali ini suara itu sarat akan penyesalan. Namun, itu tidak lantas meluruhkan keraguannya. Baginya sekarang, keberadaan semua orang di sisinya tidak lebih dari sekadar belas kasihan.

Ying ingin menyalahkan dirinya yang lemah. Ying ingin menyalahkan takdirnya. Ying ingin menyalahkan semuanya! Semua, kecuali pemilik suara itu.

"Kamu selalu di sampingku selama ini karena cinta atau hanya agar kamu merasa lebih baik? Kamu merasa perlu bertanggung jawab atas semuanya?"

... dan yang keluar dari mulutnya, mengkhianati kata hatinya.

💦💦💦

"Aku udah nggak pantas lagi buat kamu, Blaze."

Hari ketiga, Blaze kembali pulang dengan wajah tertekuk. Kalimat Ying dua hari yang lalu terngiang lagi. Ia tahu, selain merasa tidak pantas, Ying pasti masih tidak percaya apa yang terjadi. Seandainya hari itu dia lebih waspada, semuanya tidak akan terjadi.

Sampai di rumah, dua kakak kembarnya menyambut kedatangannya. Salah satu dari mereka berjalan terpincang-pincang, satunya bergegas memapahnya ke sofa.

"Aku nggak apa-apa," katanya dengan memaksakan senyum kecil. Tangan kirinya memijat pelan lengan kanannya yang pegal. Kepalanya menunduk lemas.

Blaze memang tidak bisa menyembunyikan apa pun.

"Masih belum berhasil, ya?" tebak Taufan—kakak keduanya, langsung. "Ini berarti kau memang harus jujur, Blaze." Kakak keduanya mulai mengevaluasi usaha Blaze hari ini.

Layaknya seorang konsultan profesional, Taufan menatap lurus ke arah Blaze yang masih enggan mengangkat kepala. Kakaknya itu menaikkan kedua kaki ke sofa, duduk bersila menghadapnya

Kumpulan Cerpen BoboiboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang