loro

53 14 31
                                    

     Setelah sampai di Caca, Kendra memarkirkan sepedanya dan langsung mlewati pintu masuk dengan Julio di belakanganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


     Setelah sampai di Caca, Kendra memarkirkan sepedanya dan langsung mlewati pintu masuk dengan Julio di belakanganya.

Mereka duduk di meja khusus dua orang lalu menggeser kursinya agar samping-menyamping. Salah satu pelayan pun mendatangi mereka untuk mengambil pesanan.

Mereka berdua memesan minuman kesukaan masing-masing. Kendra memesan thai tea sementara Julio memesan milk tea atau bahasa lokalnya teh tarik. Minuman sederhana yang terdiri dari campuran teh dan susu, namun terasa enak dan segar.

Mereka hanya memesan minuman karena sedang berhemat agar cukup untuk menyewa tuxedo saat pesta akhir tahun mendatang.

Setelah mengambil pesanan, pelayan itu mencatat dan menjauh dari meja mereka.

"Akhirnya ga diganggu sama adek." Kendra bernapas lega karena biasanya adiknya minta macam-macam jika ada temannya yang main ke rumah.

"Adek lu kenapa, sih?" tanya Julio. Setahunya, adik Kendra itu tak se-cerewet dirinya maupun abangnya. Dia jadi bingung.

"Biasanya minta ambilin ini itu kalau ada temen, males banget." Kendra memposisikan laptopnya sedemikian rupa agar Julio juga bisa melihat dengan nyaman.

"Oh gitu. Ngomong-ngomong kita sampai mana tadi?'

"Konsep, kita bahkan belum nentuin konsep." Kendra menjawab cepat agar waktu tak terbuang lama.

"Oh iya, gimana kalau konsepnya disney?" Julio memberi saran sambil menatap monitor laptop yang bergerak karena Kendra tengah mencari sesuatu.

"Disney, ya?" tanya Kendra.

"Iya, gimana?"

"Elu yakin satu sekolah ini gak ada yang kembaran kalau kita pake konsep Disney?" tanya Kendra. "Lu tau sendiri kan betapa rempongnya cewek-cewek kalau liat ada cewek lain yang pake baju yang sama dengan dia?" lanjut Kendra.

"Iya juga sih. Apalagi mereka pake dress. Kaos oblong sama aja malunya minta ampun apalagi kalau dress yang sama." Julio menopang dagunya dengan tumpuan tangan di atas meja.

"Nah itu, gue gak ngerti cara berpikir cewek." kata Kendra.

"Kita aja tuxedo modelnya sama semua gak protes." Julio menimpali ucapan Kendra.

"Nah itu dia. Gue berasa minion kalau lagi di pesta." seperti memiliki seribu kembaran karena memakai baju yang sama di waktu dan tempat yang sama.

"Ya namanya cewek. Ga ada cewek yang ga ribet." Julio mengambil alih laptop Kendra dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian. "Tapi gue kok kepo sama baju pestanya cewek?" lanjutnya.

"Ngapain lu. Jangan menodai riwayat pencarian gue." kata Kendra dengan dramatis seolah-olah ingin merebut kembali laptopnya.

"Alay lu bambang, gue cuma mau ngeliat modelnya aja gimana." setelah itu Julio menekan tkmbol enter dan banyak model gaun pesta yang muncul.

"Wow, terbuka sekali ya bambang." kata Kendra menunjuk salah satu gaun yang muncul.

"Coba lu yang pake." mereka berdua membayangkan Kendra memakai gaun yang cukup terbuka. Keduanya lalu menggelengkan kepala lalu bergidik ngeri.

"Ga ga ga ga ga. Gak akan." Kendra menolak mentah-mentah.

"Aneh banget gila." kata Julio berlagak ingin muntah.

"Jangan dibayangin lagi."

"Lanjut ah, nanti ga selesai-selesai ini undangannya." kata Julio terfokus pada laptop Kendra.

"Kenapa baru dikasih tahu sekarang, sih? Sebelum pensi kan bisa." Kendra jengkel sendiri. Sudah ingin memasuki bulan November dan mereka berdua baru diberitahu untuk membuat undangan.

Memang masih agak lama tapi harus sesuai dengan apa yang disukai Mr. Thomas, dan itu membutuhkan banyak revisi. Belum lagi akan ada ujian akhir semester ganjil bulan Desember awal. Setelah itu akan ada pekan olahraga dan seni.

Julio dan Kendra sama-sama atlet handal di kelasnya dan mereka tidak ingin melewatkan satu pertandingan pun hanya gara-gara undangan ini.

"Gatau ah, kepsek kita kan memang aneh-aneh."

Salah satu pelayan, tetapi berbeda dengan pelayan yang tadi mengantarkan pesanan mereka berdua. Julio dan Kendra minum dengan tenang sambil mencari konsep undangan.

"Kalau kayak tiketnya X Factor gimana?" tanya Kendra tiba-tiba saat melihat iklan smule di google.

"Golden ticket?" tanya Julio sambil menyeruput milk teanya.

"Itu mah Indonesia Idol."

"Oh iya ya."

"Yaudah mana?" Kendra lalu mengetikkan 'X Factor ticket' pada kolom pencarian lalu menunjuk salah satu hasil pencariannya "Nah ini."

"Yaudah tuh, bagus itu."

"Tapi namanya ditaruh di mana?"

Hening sejenak.

"Di belakang?"

"Jenius sekali kau Julio." kata Kendra girang, mengcopy gambar salah satu tiket X Factor lalu memindahkannya ke photoshop.

"Logo Castellar-nya bagus ditaruh di mana kira-kira?"

"Kanan atas atau kiri atas aja." Julio mengukur tempat di mana kira-kira logo Castellar akan diletakkan.

"Kanan atas deh, kirinya biarin kosong aja gitu." tambah Kendra.

"Boleh juga ide lu." Julio menyedot habis minumannya, begitu pula Kendra.

Mereka berdua sudah menyelesaikan sisi depan undangan itu. Tinggal sisi belakanganya yang harus dibuat.

"Belakangnya gimana dong?"

"All black aja, habis itu kasih nama, alamat, kelas, umur, status." jawab Julio ngelantur.

"Ga status juga sih ya, malu-maluin kalau masih jomblo terus ditulis single. Mau taruh di mana harga diri?"

"Hehehehe." Julio nyengir kuda.

"Ngomong-ngomong soal single, nanti pesta lu udah dapat pasangan belom?" tanya Kendra tiba-tiba.

"Menurut ngana?" Julio memang tidak terlihat dekat dengan siapa-siapa.

"Hmm... Umur, yes done." Kendra selesai dengan desain undangan bagian belakang. "Belum ada lah." lanjut Kendra.

"Nanti aja lah dipikirin, kita balik ke rumah lu aja deh, masih mau latihan gitar." Kendra mengangguk dan memanggil salah satu pelayan karena mager.

"Pisah bon ya, mas." Mas-mas itu mengangguk dan berjalan menjauh. Tak lama kemudian, kembali dengan dua bon terpisah. Julio dan Kendra membayar dengan uang pas.

Saat ingin beranjak, keduanya dikagetkan oleh dua makhluk.

KIWI [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang