Hari kedua porseni, Julio dan Kendra malah ditahan di ruang OSIS disuruh mengurus undangan mereka. Undangannya sudah sampai, dan mereka akan melihat langsung hasil kerja keras mereka.Yuki menemani mereka berdua karena Aliong sedang menjaga di lapangan voli.
"Ini beneran diantar seribu langsung?" Julio membelalakkan matanya, membayangkan dirinya mengangkat seribu undangan sekaligus.
"Hooh, nanti kita ambil di parkiran karena orangnya gabisa lewat gerbang." kata Yuki sambil membereskan barang-barang yang berantakan di ruang OSIS.
Tidak ada selain siswa, guru, dan staf pegawai yang bisa masuk karena pakai ID Card untuk masuk sekalian mengabsen. Jadi kalau lupa bawa ID card, harus dibukakan orang lain dan absen manual di ruang BK.
"Masa kita bertiga doang yang ngangkat?" Kendra memprotes.
"Panggil aja dua orang lagi, biar pas satu orang angkat 200." kata Yuki menyarankan, Kendra dan Julio langsung bernapas lega.
"Gue telpon Daniel aja, deh. Kalau gue telpon Juan nanti dia marah-marah terus ceramah." ketua kelasnya itu memang sedang sibuk, jadi tidak ingin diganggu.
"Yaudah gue telpon adek gue biar sekalian lu ngebucin, kasian chatnya ga dibalas-balas BRUAKAKAKAKAKAKA." Kendra tertawa puas, sedangkan Julio menampol temannya itu.
"Kurang ajar emang lo, mana ga ngomong lagi kalau lagi tukaran hape." Julio berdecak. "Ck, motivasi kalian tukaran hape itu biar apa sih?" tanya Julio.
"Gue lagi bosan aja sama hape gue, terus dianya juga mau-mau aja. Yaudah deh."
"Bener-bener."
Julio segera menelpon Daniel, dan Daniel segera mrnuju ruang OSIS.
Giliran Kendra yang menelpon, tapi Julio menahannya ketika ingin menelpon.
"Lu nelpon pake bahasa Indonesia. Ntar lu ngomong aneh-aneh lagi." Daniel, Yuki, dan Kendra yang mendengarnya langsung tertawa, Julio memang sering menjadi korban keanehan teman-temannya, jadi Ia hafal betul.
"Iya, iya santai." Kendra langsung menelpon adiknya.
"Kace, naik ke ruang OSIS dong, bantuin urus undangan." kata Kendra menahan tawanya, Ia sangat jarang berbicara bahasa Indonesia dengan adiknya.
"Geli woi, iya ntar." panggilan lalu dimatikan oleh Kacey, dan sekarang Julio balas menertawai Kendra.
Setelah beberapa menit, Kacey lalu mengetuk ruang OSIS dan masuk ke kumpulan kakak kelasnya.
"Katanya bentar lagi sampai nih. Udah dekat." Yuki melihat ponselnya.
"Yaudah, kita ngapain dulu?" tanya Daniel sambil berjongkok.
"Hmmmm...." mereka berlima akhirnya bergibah ria dalam ruang OSIS sambil menunggu undangan diantarkan. Tapi sudah setengah jam berlalu dan undangannya belum datang juga.
"Definisi dekatnya itu kayak gimana sih?" protes Julio, rasanya lama sekali. Padahal Ia sudah tidak sabar untuk melihat undangannya dalam bentuk nyata.
"Sabar woi sabar, kalem." Daniel juga sudah bosan menunggu, tapi masih sedikit lebih sabar dari Julio.
"Nah udah datang nih." kata Yuki sambil berjalan ke arah pintu ruang OSIS. "Ayo ke bawah." ajaknya.
"AKHIRNYA." Julio dan Kendra kompak berseru, lalu berjalan mengikuti Yuki ke arah parkiran sekolah.
Sebuah mobil putih terparkir di parkiran sekolah paling luar, karena tidak ada akses untuk parkir di dekat parkiran guru.
"Eh itu tuh." Daniel menujuk ke mobil putih itu. Mereka berlima segera mendekat dan berhenti tepat di belakangnya.
Seorang pemuda yang kira-kira berumur dua puluh tahunan membuka pintu mobilnya dan membukakan bagasi.
"Makasih, kak." kata mereka belima bersamaaan, pemuda itu tersenyum dan mengangguk. "Semoga tidak mengecewakan, ya." katanya.
Bagasi mobil terbuka lebar dan terlihat lima dos yang masing-masing berisi 200 undangan.
"Untung kita berlima ya." gumam Kendra.
"Yaelah pake dos-dosan segala." cibir Julio, kan Ia ingin mengintip.
"Yaudah kita angkat dulu, makasih banyak kak!" kata Yuki. Setelah mereka mengangkat dos masing-masing, mereka masuk lagi. Daniel menaruh dosnya terlebih dahulu lalu membukakan pintu untuk keempat orang itu.
Mereka menaiki tangga sambil mengangkat dos masing-masing dan akhirnya sampai ke depan ruang OSIS.
Setelah masuk, mereka meletakkan dos-dos itu degan berjejer. Soalnya kalau ditumpuk ribet.
"Buka satu dong." pinta Julio pada Yuki, Yuki hanya mengangguk karena itu hak Julio sebagai pendesain undangan.
Pulpen pada salah satu meja di ruang OSIS dijadikan sebagai alat pembuka lakban. Dos pertama pun terbuka.
"WAGELASEHHHH." pekik Julio girang, belum pernah Ia sebangga ini hanya karena sebuah undangan."GILA GILA GILA GILA." Kendra melompat kesenangan, hasil kerja keras mereka akhirnya membuahkan hasil yang lumayan membanggakan.
"Oh keren woe, apanya yang direvisi waktu itu?" Daniel bertanya.
"Waktu itu kita pake tanggal ulang tahun SMA Castellar, tapi Mr. Thomas bilang kosongin aja, pake ulang tahun masing-masing."
"Iya juga sih, biar beda-beda tiap orang."
"Kalau kembar gimana? Kayak Juan sama Juna." Juan memang memiliki kembaran, tapi berbeda kelas dan jurusan.
"Iya juga sih ya." Kendra memasang wajah berpikirnya.
"Eh jangan mikir itu dulu." kata Yuki. "Ini data-data anggota kelas, pisahin tiap kelas ya." Daniel, Julio, dan Kendra langsung terdiam.
"Oke kak." sahut Kacey.
Mereka akhirnya menghitung undangan agar dikumpulkan dan dikaretkan, supaya memberikan langsung satu kelas beserta wali kelasnya pada ketua kelas masing-masing kelas.
Sudah satu jam lebih mereka memilah-milah undangan, akhirnya selesai juga pekerjaan mereka.
"Akhirnya..." kata Daniel sambil tiduran di lantai ruang OSIS. Memang cukup melelahkan, tapi setidaknya lebih enak daripada panas-panasan di lapangan.
Dan Julio sekalian fanboying bersama undangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIWI [Completed✔]
Teen Fiction"Lu tergila-gila ya sama kiwi?" tanya Julio penasaran. "Ya gitu deh." jawab Kacey. "He adek gue lu apain?" tanya Kendra dengan wajah garang. Kisah tentang seorang pemuda tengil yang kaku dalam percintaan dan seorang gadis pecinta kiwi dan seorang pe...