"Sejak kapan?"
Argo menyeringai kembali, dia sendiri tidak ingat sejak kapan bayang-bayang memori sialan itu kembali kepadanya. Tapi dia memang belum mengingat semuanya. Yang dia ingat terakhir kali ketika mereka kecelakaan adalah, Jillia yang meminjam kemejanya dan mereka kembali ke Jakarta entah untuk apa.
Tapi perempuan itu sudah menegang dan kembali meronta minta dilepaskan. Membuat Argo semakin penasaran dengan apa yang membuat mereka menjadi seperti ini.
"Hey... Lo gak mau jelasin ke gue ada apa?"
"Lo bukannya udah inget?" Jillia menyelidik dengan tidak kalah cepat. Kalau sudah ingat, untuk apa Argo menanyakan kembali apa yang mereka lakukan beberapa jam sebelum kecelakaan itu terjadi
Argo menajam sebentar. Instingnya mengatakan mereka pasti pernah melakukan sesuatu. Dia sampai harus melepaskan pegangannya pada Jillia. "Gue cuma inget lo minjem baju gue terus kita balik Jakarta..."
Perempuan itu hampir saja memekik. Meminjam bukan kata yang tepat mengingat waktu itu Argo melemparkan kemejanya ke atas selimut yang menutupi tubuhnya. Oh, dia merasa jijik sekarang karena sudah mengingat semua itu.
"Lo bener-bener gak mau jelasin ke gue?" Argo menaikkan satu alisnya, "Apa kita pernah terlibat cinta segitiga makanya lo sama sekali gak berminat bahas masa lalu kita?" Pria itu menjauh sedikit, "Gue kira, we're chill now..."
"Udahlah, Go..." Jillia bangkit dari duduknya dan berdiri menjauh. Berjalan menuju kulkas mininya sambil berkata kepada pria itu, "Cuma jadi masalah kalo ungkit masalah itu..."
Argo melihat Jillia membalikkan tubuhnya, meneguk segelas air kemudian berkata kembali kepada dirinya dengan terdengar seperti menyembunyikan sesuatu
"Biarin semuanya begitu..." Jillia memandang dengan sedih kepada sahabatnya itu, "Itu cuma kenangan buruk buat lo..."
Pria itu mencoba tersenyum. Tapi tidak menyadari ketika dia malah tidak tersenyum sama sekali dan menatap ke permaidani yang membentang. "Kenapa kalo gitu gue selalu ngerasa kosong ya, Ji?"
Jillia memilih duduk di seberang Argo dan menatap pria itu sama prihatinnya. "Maksudnya gimana?"
"Gue gak ngerasa tertarik sama lo..." Argo menjelaskan dengan ragu dan menatap Jillia. Dalam, seperti merasakan dia rindu untuk menjadi satu-satunya objek yang Jillia cari. "Tapi gue selalu pengen ada di sana pas lo butuh gue..."
"You did..." Jillia menggumam. Dia menyerah dan memijit pelipisnya denga ke dua tangannya. "You were my little fellow..."
"I knew. Dan gue selalu ada di sana pas lo butuhin gue makanya selama ini, even Ravenia butuh gue disaat yang sama pas lo butuhin gue. I choose you..."
Jillia menelan ludahnya
"Jilli..." Argo menatap perempuan itu dengan lekat kemudian. "Kita sebenernya apa?"
Perempuan itu mengerjap pelan, "Temen..."
Argo mencoba mengerti dan kembali berkata, "If i hurt you..." dia melihat Jillia membuka bibirnya, "I apologize..."
...
"Gue masih gak ngerti kenapa Kalila gak mau balikan sama gue..."
Rival tidak banyak bicara dan kembali menuangkan whisky dan campuran vodka ke dalam gelas pria yang sudah mabuk setengah teller di sebelahnya.
Sore tadi, Bram datang menemuinya meminta penjelasan mengenai apartement scbd yang dia pernah tempat bersama Jillia. Tentu saja Rival memilih kembali ke rumah dibanding berada satu atap dengan istri orang. Pasarannya bisa turun.
Bram mengatakan akan membayar apartement itu asal Rival mau melepasnya dan membantu mendapatkan Jillia. Rival hanya bisa mengangguk setuju dan menyerahkan berkas kepemilikkan kepada Bram. Selebihnya, hanya acara minum kopi yang berubah setelah Bram dan Rival pindah ke bar rumah milik Rival. Balihai yang berderet awalnya menjadi minuman mereka sampai Bram meminta mengganti minuman mereka dengam beberapa mix wine dan juga alkohol lain untuk sekedar membuat cocktail. Hingga akhirnya lama kelamaan, whisky juga yang menjadi pelarian Bram. Wajar jika dia setengah teler begitu.
Masih dengan meracau, Bram menggelengkan kepalanya. "Gue juga kaget pas Kali kecelakaan... Lo gak tau, man..." Bram menunjuk dirinya sendiri, memejamkan matanya dan menahan nafas, "I wish i could turn back the time and told her my life was perfect..."
"Uh huh..." Rival menganggukkan kepalanya. "Perfect gimana?"
Bram memicingkan matanya, "Ya perfect. Istri gue cantik. Sayang sama gue..." Bram menunjuk dirinya lagi, "Gue bisa pegang Elwood sama Januraksa...."
"Jadi lo ngejer hartanya doang?"
Pria yang sudah menikah itu menggelengkan kepalanya, menghapus air matanya yang menetes di hidungnya, "I was. Tapi Kali ninggalin gue dan dia gak tau kalo kita hampir punya anak..."
Rival kembali menuangkan minuman alkohol itu ke dalam gelas Bram yang kembali kosong. Dia hanya bisa mengangguk saja mendengar celotehan Bram. "Kenapa lo gak sayang sama dia Bram?"
Bram menggeleng dengan lemah, "Yah. Gue gak tau... Jangan tanya gue... Gue mau Kali..."
"Kenapa lo myari sekarang? Setelah gue tunangan sama Jillia, kenapa lo ngejer dia sekarang?"
"That's when i realized. Kali bakal dimilikin orang lain selain gue..." Bram menggeram, "Damn it..." Bram menarik leher pria itu dan mencekiknya, "Apalagi lo brengsek. Yang dari sma suka tebar pesona sama Kali gue! Trus lo update kalian di kamar yang sama! Bajingan lo Val!"
Rival hanya bisa menggelengkan kepalanya dan melepaskan Bram. "Lo bajingan. Cinta gak ngaku malah bikin masalah..."
"Kali cuma mau anak dulu, Val..." Bram menarik rambutnya, "Dan yang gue lakuin adalah ngeracunin dia pake obat sialan itu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
I G E N
ChickLitSeri 3 Kambodija. IGEN is Danish'a words. Jillia pasti kembali. Menurut Bram, istrinya itu pasti kembali. Walaupun tidak mudah, tapi pasti dia dapatkan lagi.