"Mana mungkin Bram mau nerima gue kalo dia tau sebelum kecelakaan itu kita malah ngelakuin hal bejat kayak gitu, Go..."
Bram menghentikan langkahnya dan memandang nanar pada dua anak manusia yang masih berdiri di lorong hotel.
Setelah berhasil mendebat ayah kandungnya dengan segala macam argumen untuk mempertahankan pernikahan dengan istrinya, akhirnya Edgar memberikannya alamat tempat Mamanya dan Jillia menginap.
Namun apa yang ditemukannya? Argo yang selalu sepuluh langkah di depannya. Dengan istrinya yang dia kejar selama beberapa bulan belakangan ini. Sedang membicarakan sesuatu yang sensitif mengenai masa lalu mereka.
Apa tadi katanya? Argo dan Jillia pernah melakukan hal bejat bersama? Bram tidak yakin apa yang dia pikirkan itu adalah hal yang sama dengan maksud ucapan istrinya. Sampai kemudian Argo memeluk istrinya dengan begitu erat.
Mendidih sudah dirinya. Bram tidak bisa menahan diri untuk lebih sabar dan mengambil langkah lebar menuju istrinya. Menarik tubuh Argo sampai kakaknya itu terhuyung ke belakang dan menabrak dinding. Mencekal tangan Jillia dan mendorong perempuan itu ke tembok di dekat mereka.
"Bram..." lirih perempuan itu dengan ketakutan
"Apa tadi? Kamu ngapain sama dia?" Tanya Bram dengan cukup keras, membuat Jillia menciut ketakutan dan mengalihkan pandangannya, "Kamu ngapain sama kakak aku, Kalila?"
Argo berdiri menghampiri adiknya. "Bra..."
Pegangan pada pergelangan tangan Jillia melemah. Perempuan itu menatap bersalah pada Bram yang tiba-tiba saja melepaskannya dan meluruh berlutut di hadapannya. Pria itu tiba-tiba saja menangis.
Bukan hanya Jillia yang kebingungan dengan sikap Bram yang tiba-tiba menangis dan bersimpuh begitu di depan istrinya. Argo juga sama bingungnya. Untuk pertama kalinya melihat Bram yang begitu kalut, lemah dan kalah dihadapan Jillia. Bahkan selama ini, Bram berhasil menjadi tokoh paling antagonis di hidup Jillia dan sekarang menangis. Oh, tidak mungkin.
"Kali... Aku..." Tubuh Bram bergetar dan pria itu menunduk menyeka air matanya. "Aku minta maaf..."
Jillia mengerjap beberapa kali. Menghapus air matanya dengan terkejut melihat Bram yang sudah menangis dengan berlutut begitu. Dia melirik Argo dan sama saja pria itu juga sedang kebingungan
"Kalo dulu aku perlakuin kamu dengan baik kamu gak akan ngelakuin itu sama Argo. Malah kita mungkin sudah punya anak, Kali aku minta maaf..." Bram sudah memegangi kedua kaki jenjang Jillia yang berada di hadapannya
Jillia nyaris saja tersentak mendengar Bram mengucapkan kalimat itu dengan tulus dan sedih.
Awalnya Bram merasa marah. Tapi dia melihat istrinya ketakutan dan menangis tadi. Luluh sudah amarahnya. Dia tidak mau melihat Jillia menangis dan membencinya lagi. Terlebih ketakutan melihatnya.
Walaupun akhirnya dia tahu alasan sebenarnya istrinya adalah karena hal menjijikkan itu. Bram tidak bisa marah. Sudah terlalu lama dia tidak melihat Jillia dan menemukan perempuan itu ternyata ketakutan dia tinggalkan membuat Bram menjadi sedih.
Selama ini, Jillia sangat takut dia tinggalkan. "Kali, kamu..." Bram mengadahkan wajahnya dan melihat Jillia yang masih menangis menatapnya, "Aku yang salah, Kali..." pria itu menggelengkan kepalanya, "Aku marah tapi..."
Jillia menunduk dengan cepat mensejajarkan tubuhnya dengan Bram, "Bram please. Aku kotor... Aku..."
Pria itu mengeraskan pegangannya yang sudah beralih ke lengan istrinya. "Kali aku..."
Argo menunggu dengan diam. Dia hanya bisa menghela nafas melihat adiknya seperti ini. Dia juga ingin meminta maaf pada Bram atas semuanya hanya saja dia tidak ingin merusak momen Bram dan Jillia yang sedang bicara.
Bram menelan ludahnya dengan susah payah. Menghapus air mata Jillia dengan ibu jarinya, "Kali please jangan tinggalin aku..."
Jillia sudah menangis dengan menubruk tubuh suaminya.
...
"Oh, iya? Balikan mereka? Gak pake drama beli hotelnya segala, kan?" Julia bertanya dengan sinis dan tidak yakin kepada salah satu anak tirinya
Argo hanya mengangguk setelah berhasil menceritakan kronologi bagaimana akhirnya Bram dan Jillia memesan satu kamar hotel di tempat yang sama Aura menginap karena ternyata Jillia menangis dengan sangat lemah dan Bram membopong istrinya itu.
Julia hanya bisa menggelengkan kepala, "Mama pikir mau dibeli sekalian itu hotelnya, kayak pesawat kemarin..."
"Jillia sensitif akhir-akhir ini. Bram juga. Hamil ya?"
Pertanyaan Edgar langsung mendapatkan lirikan tajam dari Julia. "Oh, come on. Mereka pisah hampir berbulan-bulan, iya masa hamil?"
Argo menganggukkan kepalanya dengan cepat. Walaupun ada yang aneh dengan hatinya yang terasa nyeri karena Jillia kembali bersama Bram, tapi dia bisa apa? Cepat atau lambat Jillia pasti akan berakhir bersama adiknya. Lagi pula, dia tidak mau Ravenia mengalami hal yang sama dengan dirinya.
"Tapi ini terlalu cepat untuk Bram diterima Jillia..."
Julia mengedikan bahunya, "Baguslah. Bisa habis uang aku bikin Jillia narik perhatian Bram terus. Ingat itu waktu dia minta uang dimasukkan ke kamarnya? Itu uang beneran..."
"Yah..." Argo hanya mengedikkan bahunya saja, "It works kan?"
"Tapi gak jadi cerai..." Edgar menambahkan, "Lucu sekali adik kamu, Go. Kamu gak mau ikutan bikin drama sama Ravenia? Beli mall gitu supaya Ravenia senang? Atau bayar 24 milyar untuk fashion show di Milan yang ada Kendall Jenner-nya? You could win her"
"I have win..." gumam Argo memberikan jawaban. Setelahnya, Argo hanya meringis. Sepertinya orang tuanya sedang kesal karena Bram dan Jillia yang kabur-kaburan sampai bikin heboh semua orang. Bahkan Elwood sampai rela mengeluarkan uang untuk acara kabur Jillia agar Bram tidak menemukannya. Benar-benar pasangan itu.
"Mereka pulang atau tidak?" Tanya Julia akhirnya, karena dia rindu Jillia dan ingin memeluk anaknya yang sedang manja, "Kalau sampai Jillia aneh, aku turunkan saham anak kamu, Gar..."
Argo bergidik ngeri memandang ibu tirinya
KAMU SEDANG MEMBACA
I G E N
Chick-LitSeri 3 Kambodija. IGEN is Danish'a words. Jillia pasti kembali. Menurut Bram, istrinya itu pasti kembali. Walaupun tidak mudah, tapi pasti dia dapatkan lagi.