"Kamu makan, sayang..."
Jillia kembali menggelengkan kepalanya.
"Infus gak bikin organ-organ seperti ginjal sama lambung kamu baik-baik aja..."
Jillia kembali menghindari suapan ibunya dan memejamkan mata. Lemah. Dia lemas setelah kemarin menolak memasukan makanan dan juga minuman karena memilih menangisi kehidupannya.
Julia mendesah dan memangku kembali mangkuk bubur putrinya. "Kalila..."
Perempuan itu terhenyak dan membuka matanya yang sudah berair. "Aku mau nyusul Papa aja..."
"Dan ninggalin Mama?" Julia membelai rambut putrinya. "Kalo kamu pergi, kamu biarin mereka menang. Jangan ya..."
Jillia menatap ibu tirinya yang sudah meneteskan air mata. "Kenapa Mama nangis?"
Julia menganggukkan kepalanya, "Karena kalo dulu kita gak pindah ke Jakarta, kamu gak akan seperti ini..."
"Hm..." Jillia menganggukkan kelapanya setuju. Dia menatap ke langit-langit kamarnya seolah mendapatkan satu bayangan di sana. "Mama pasti sabar banget ngadepin Papa yang seumur hidupnya cuma sayang sama Mama kandung aku..."
"Kamu sakit, sayang. Sekarang omongan kamu udah mellow banget, gak kayak Kalila yang Mama kenal..."
Perempuan itu mengangguk lemah. "Aku harus sembuh..."
"Tentu aja..." Julia kembali menyendokkan buburnya. "Makan, ya?"
"Tapi habis ini boleh makan mac n cheese?"
Julia tertawa dengan pelan lalu mengangguk, "Anak buahnya Dominique pasti mau ngantri buat beli itu, even drive thru sekarang bisa macet sayang..."
Jillia memaksakan dirinya tersenyum.
...
"Adik kamu sakit?"
Argo mengangkat wajahnya dan menemukan Edgar yang baru saja berdiri di foyer rumah mereka. "Ya, lagi di rumah sakit..."
"Hm..." Edgar hanya menganggukkan kepalanya, "Sakit apa?"
"Stres. Hilang cairan sama kurang makan. Kurang gizi juga mungkin..."
Edgar terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Sejak mendengar cerita mengenai kelakuan putra bungsunya itu, dia hanya bisa tertawa saja. Benar-benar mirip dengan mantan istrinya. Anak bungsunya yang sekarang sedang mendekam di rumah sakit karena kurang makan.
Argo memandangi Papanya dengan diam. "Aku inget bikin deal sama Mama Julia sama Papa waktu aku masih di Harvard..."
Ucapan putra sulungnya membuat Edgar menghentikan langkahnya seketika. "Kamu..." pria itu menyipitkan matanya dan kembali mendekati putranya. "Apa isinya?"
"Saham Mama Julia batal dilelang dan dikasih ke Jillia in return, pertunangan aku sama Jillia dimajuin..." kata Argo dengan cukup ragu
Pria tua itu menyapu bibirnya dengan ibu jarinya. "Kamu pusing akhir-akhir ini?"
Argo menganggukkan kepalanya
"Sakit kepala?"
Kembali anak sulung Januraksa itu menganggukkan kepalanya.
"Kamu mulai mengamati orang lagi?"
"Accidentally, yea. Kenapa?"
Edgar kembali menyapu bibirnya. Dua tahun terakhir putranya nyaris terlihat normal dan sekarang anaknya kembali melakukan hal yang sama. Dia hanya bisa terdiam ketika Argo menatapnya dengan datar. "Glad to hear that..."
"Papa gak seneng ingatan aku balik?"
"Bukan gak seneng, Argo..." Edgar mendesah dan kemudian menepuk bahu anak sulungnya, "Memang kamu harus ingat apa yang terjadi sama kalian berdua sebelum kecelakaan itu karena itu penting. Sampai adik kamu ngejer-ngejer Jillia yang sepertinya gak mau balik sama sekali, Go. Papa yakin ada sesuatu diantara kamu, Jillia dan Abra waktu itu..."
Argo menganggukkan kepalanya mencoba mengerti
"Tapi kamu yang dulu..." Edgar kembali mendesah dengan pelan, "Was a nightmare they'd shared..."
"I was a badboy?"
"No... Kamu selalu jadi kebanggaan Papa dan Mama..." Edgar tersenyum, "But yeah you were bad. Really bad, Argo. Kalau kamu sudah ingat Aliyah dan apa yang kamu lakukan ke Aliyah. Bilang Papa, okay?"
Argo mengernyitkan keningnya, "Aliyah?"
Edgar meninggalkan putranya begitu saja. Dia menghela nafas sekali lagi karena anak itu hanya terlihat bingung dan tidak terbaca.
...
"Bram, you look like shit..."
Monica duduk begitu saja disamping ranjang Bram dan menaruh buket bunganya di nakas samping ranjang pria itu.
"Thank you..."
"Rival di Jakarta. Which is mean your girl..." Monica menggelengkan kepalanya, "Istri lo..."
Bram menolehkan kepalanya, "Ya. Gue tau..."
"Capek ya nikah. Apalagi kayak kalian pasangan lebay yang kejer-kejeran sampe pake beli pesawat segala" Monica memainkan ponselnya dan menunjukkan salah satu artikel yang dia dapat dari salah satu portal online, "Video kalian. Oh, My God. Status lo masih tunangan gue di mata media dan lo ngelakuin ini. Say something so i could not punch your handsome face, honey..."
Bram terkekeh dan menjauhkan ponsel Monica dari pandangannya. "Gimana caranya bikin perempuan gak marah lagi?"
"Kalo ngambek sih gampang. Masalahnya istri lo itu bukan ngambek, Bram..."
Pria itu menoleh kepada Monica yang sudah bersidekap menatapnya, "Muntab?"
"Exactly. Mungkin kalo bisa, dia bunuh lo sekalian. How could you do that to her? Sejahat-jahatnya gue bully, Jilli. Gue gak sejahat lo, Bram..." Monica menunjuk Bram dengan satu jarinya yang tajam, "Kawin sembunyi-sembunyi dan gak bilang kalo kalian masih nikah itu adalah hal yang paling jahat. Kalo dia emang sayang dan cinta sama lo..." Monica menghela nafasnya dengan prihatin, "Jillia pasti kecewa banget sama lo dan marah besar. Alasan perusahaan sama harta itu bukan hal yang besar, Bra. Tapi seberapa besar keyakinan Jillia kalo lo udah memilih dia jadi pendamping hidup lo itu yang udah lo rusak..."
"Jadi gue harus gimana?" Tanya Bram dengan lemah
"Sehat dulu. Karena gue yakin Jillia bakalan hajar lo habis-habisan..."
KAMU SEDANG MEMBACA
I G E N
Romanzi rosa / ChickLitSeri 3 Kambodija. IGEN is Danish'a words. Jillia pasti kembali. Menurut Bram, istrinya itu pasti kembali. Walaupun tidak mudah, tapi pasti dia dapatkan lagi.