"Tu ndak au, Momma..."
"Bara gak boleh gitu, Mama gak suka kalo Bara gak bantu-bantu beresin rumah..."
"Tu atut Ma. Da dodok di yam..."
"Kaebara, bantu Papa..."
"Nak au Momma nyo..."
Jillia membuka pengait pintu penyangga yang dipasang Bram semenjak anak mereka bisa merangkak. Pintu pengait yang menjadi penghubung kamar bermain anak laki-lakinya dengan ruangan lain rumah itu terbuka dan anaknya masih berdiri dengan menatap sendu kepada dirinya.
"Nyo..." Kaebara menggulung kaos bajunya dan memberi tatapan memohon kepada Mamanya. Jika Bram melihatnya, pria itu sudah pasti luluh karena hanya Kaebara yang mewarisi tatapan memohon Jillia.
Jillia mendesah, "Kaebara, hanya karena kamu dikunciin sama kembaran kamu, bukan berarti mereka gak mau kamu bantuin, oke?" Dia mensejajarkan tubuhnya dengan anaknya yang masih menatap dengan sedih, "Bara, siapa yang tadi kunci pintunya?"
"Eya, Momma..." Kaebara memandang bergantian Jillia dan jari kakinya yang gembil-gembil itu.
"Tunggu, sini..." Jillia meninggalkan putranya masih dengan pintu penjaga yang terbuka
Entah kemana ibunya itu, Kaebara hanya menggulung-gulung kaosnya sampai seseorang mengelus puncak kepalanya dan mengadah, "Om..."
"Bara, dihukum?"
Kaebara menggelengkan kepalanya, "Tu nak au cihin yam, Om..."
Argo yang masih mencoba mengerti itu hanya menganggukkan kepalanya. Pagi ini dia mampir ke rumah adiknya yang hanya berjarak dua rumah dari rumah utama Januraksa. Seperti biasa untuk melihat keponakannya yang semakin hari semakin menggemaskan.
Jillia datang dengan menggendong Akaela dan juga Keira yang sudah belepotan dengan selai toping strawberry di wajah mereka, "Dia gak mau bersihin kolam sama Abra..."
Akhirnya Argo mengerti. "Bara mau main sama Om?"
Kaebara menggelengkan kepalanya, "Nyo... Momma Eya..." tunjuknya pada Akaela yang sedang mengemuti ibu jarinya
"Momma, Baya..."
Jillia mendesah, jadi Akaela yang mengunci saudaranya sendiri. Demi Tuhan, anak kembarnya ini sangat jahil. "Lo sama Abra kecilannya gini gak, sih?"
"BARAAAAA!!!"
Kaebara bergidik ngeri. Suara menggelegar Papanya itu terdengar lebih menakutkan dibanding Mamanya. Dia sampai berjalan kecil menuju pintu penjaganya dan mengaitkan kembali kunci pintu itu. Walaupun tahu, tidak akan dia bisa buka kembali. Karena itulah kelemahan Kaebara, bisa mengunci tidak bisa membuka, bisa memanjat naik ke perosotan tidak tahu cara turunnya, bisa memasang celananya sendiri tidak tahu cara membukanya, bisa menangis kapan saja kalau dia merasa risih.
"Bara, dicari Papa..." tegur Argo yang melihat keponakannya menggelung diri di atas karpet bermotif permainan ular tangga yang menghiasi hampir seluruh ruangan
"Tu tini ada..."
"Iya kamu ada disana..."
Jillia melirik kesal kepada Argo, "Dia bilang dia mau disini aja..." sementara Akaela dan Keira sudah mulai meronta minta dilepaskan, "Aduh sayang..."
Keira menepuk pipi Jillia kemudian berkata, "Tu au Papa!!!"
"Papa atu!!!" Akaela memekik pada saudaranya dan tertawa kencang
Abila yang membawa sebotol toping sudah berjalan dengan belepotan ke arah Mamanya, "Papa atu Papa atu..."
Argo melirik keponakannya yang lain dan menggelengkan kepalanya, "Ya, Papa kalian cuma satu, emang. Kalo dua, satunya lagi itu Om..."
KAMU SEDANG MEMBACA
I G E N
Chick-LitSeri 3 Kambodija. IGEN is Danish'a words. Jillia pasti kembali. Menurut Bram, istrinya itu pasti kembali. Walaupun tidak mudah, tapi pasti dia dapatkan lagi.