We break ourself so hard just to breaks it again

3.5K 351 19
                                    

"Ref, apa kamu masih mau nunggu aku? Even aku bikin dosa paling besar sekalipun? Kamu masih mau nunggu?"

Dan pertanyaan itu berputar dari Argo kepada Ravenia selama berminggu-minggu lamanya. Dia sampai bingung sendiri dengan reaksi adiknya ketika Prasetya bilang kalau dulu Argo sempat menderita penyakit mental dan semenjak hilang ingatan pria itu terlihat normal.

Ravenia hanya bisa memandangi sketch di depannya dengan termenung. Akhir-akhir ini dia bingung. Sahabatnya yang keras kepala itu kabur begitu saja entah bagaimana datang ke rumahnya pagi-pagi buta dan meminta dibelikan tiket kereta atas nama sekertarisnya. Tapi Ravenia hanya bisa mengiyakan karena Julia memang sudah berpesan untuk membantu Jillia.

Ngomong-ngomong soal sahabatnya, perempuan itu menghilang dengan keadaan yang aneh sekali. Untuk pertama kalinya Ravenia melihat Jillia menggunakan sweater turtle neck dan celana jeans panjang yang membungkus hampir keseluruhan kaki jenjangnya. Sampai akhirnya Ravenia tertawa karena sudah tidak mengerti lagi dengan pasangan aneh ini.

"Gila itu suami, lo... Masa sampe betis-betis dikasih tanda..." komentar Ravenia ketika dia melihat sekilas pergelangan kaki Jillia yang terdapat tanda merah. "Ngapain kabur lagi sih? Ji, sampe Bram beli itu PT. KAI ya, bangkrut beneran Januraksa..."

"Ck. Gak mungkin dia beli..." Jillia terlihat lebih risau dari sebelumnya, "Argo udah mulai inget, gue gak mau bikin Bram kecewa, yah itu kalo dia beneran ada hati sih ke gue. Tapi gue gak mau sampe lo marah sama gue, Ref..."

Ravenia mengernyit dengan kebingungan. Kalau sudah begini, siapapun pasti bisa menyimpulkan kalau ada sesuatu yang terjadi antara Jillia dengan Argo sebelum kecelakaan itu terjadi.

"Apapun yang Argo bilang,,," Jillia menggenggam tangan sahabatnya, "Gue emang sayang sama Argo, tapi Ref, sayang gue ke Argo itu pure cuma sahabatan. Lo tau kan gue cuma mau sama Bram..."

"Jilli gue..." Ravenia terhenyak sekali lagi dan melihat Jillia sudah menggelengkan kepalanya

"Gue mau nyusulin Nyokap dulu, Ref. Gue capek sama semua yang ada disini..." lalu perempuan itu menghilang begitu saja

Ravenia kembali menghela nafas dan melirik pintu ruangannya yang terbuka. Argo masuk dengan membawa sebuket bunga mawar cantik yang membuat dirinya tersenyum. Tapi Ravenia sudah tidak tahan dengan semua kediaman ini sampai akhirnya dia mendekat dan menerima buket itu sambil tersenyum. "Go, aku mau tanya..."

"Ya?" Pria itu tampak sibuk dengan ponselnya, "Sorry, Ref. Ini soal dokter tempat aku terapi..."

"Oh. Iya ini ada hubungannya sama kecelakaan kamu juga..."

Argo langsung saja menoleh kepada perempuan yang sudah memegangi lengannya dengan kuat. "Apa?"

Ravenia menggigit bibir bawahnya. "Argo, kamu..."

"Ya..." Argo seolah bertanya kepada perempuan itu tapi Ravenia merasa kalau itu adalah jawaban atas pertanyaan yang akan dia ajukan

"Kamu sama Jillia..." Ravenia menghela nafas, "Waktu kecelakaan itu kalian dari apartement dan..."

Argo menghela nafas. Wajahnya berubah menjadi dingin dan kemudian menatap Ravenia dengan datar. Pria itu menyeringai kemudian, "Iya... Aku tidur sama adik ipar aku, Ref..."

Ravenia seketika merasa lantai dibawahnya runtuh.

...

"Pah, aku gak bisa..."

Edgar mengedikkan bahunya saja. Anak bungsunya sedang ia minta untuk menjemput sang ibu kandung yang datang dengan anak tirinya. Sayang sekali Bram sedang tidak mood untuk melakukan apapun. Bahkan sejak pulang dari rumah Elwood yang membuat anaknya mendekam cukup lama itu, Edgar malah menemukan Bram semakin uring-uringan.

Bukan rahasia kalau Bram kembali kehilangan istrinya. Pasangan aneh. Anaknya sampai harus masuk ke rumah sakit lagi dan baru saja keluar beberapa hari lalu.

"Jemput Mama kamu saja, habis itu kamu bisa balik ke rumah. Mereka juga gak tinggal disini..."

Bram mendesah panjang dan kembali memegangi perutnya. Sakit, seperti biasa. Akibat dari operasi usus buntu yang berakhir dengan jalan-jalan Dufan. Masih belum sembuh sudah menelan alkohol dan parahnya lagi, dia malah bercinta dengan panas dan memuaskan nafsu bejatnya pada istrinya sendiri yang sekarang kabur. Bagaimana dia tidak sekarat? Lama-lama Bram bisa mati muda. Mungkin itu yang diinginkan Jillia, tapi Bram kembali sadar kalau dia mati istrinya itu akan jadi janda paling diincar sepanjang masa.

"Pah! Aku sakit. Mantu Papa lagi hilang bukannya bantuin aku malah sibuk suruh cerai. Pake acara jemput Mama yang bisanya bikin aku naik darah..."

"Begitu-begitu ibu kamu sih..." Edgar berkata dengan santai tanpa memedulikan anaknya yang sudah mendelik, "Apalagi dia sudah balik sama menantu kesayangannya..."

Bram menegang begitu saja. "Apa, Pah?"

"Mama kamu pulang sama Jillia..."

"Kenapa Papa gak bilang dari dulu?!"

Edgar melirik anaknya yang sudah berdiri dan mengambil salah satu kunci mobil yang berada di dekat meja kerjanya, "Bram kamu lagi sakit..."

Bram tidak mau menghiraukan Papanya dan kemudian dia berbalik dengan kesal setelah mendengar Papanya berkata

"Supir sudah jemput mereka dari Bandara..."








________

Oke gengs, mau tamat

I G E NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang