*Happy Reading
Shinta POV
Deg!
"Mak-maksud ka-kamu a-apa Shinta?" tanyanya gugup.
"Ikut aku!" aku menarik tangannya. Mengajaknya ke tempat yang penuh kenangan indah kami.
******
Kami sampai di pantai. Yah tempat yang juga banyak menyimpan kenangan indah kami berdua selain bukit cinta. Aku tidak akan berharap banyak, aku hanya ingin dia tahu jika tempat ini adalah saksi bisu dimana dulu kami sama2 pernah berjuang.
"Kenapa kamu ajak aku kesini Shinta? Tempat ini kan.. Bagaimana kamu tau.. ?" tanyanya heran.
"Baiklah, straight to the point saja, tempat ini juga menyimpan banyak kenangan indah terutama untukku. Aku biasanya merayakan ulang tahunku atau kekasihku disini. Kami juga selalu kesini jika sedang ada masalah atau marahan. Jujur saja aku sangat merindukan tempat ini terutama saat2 berdua dengannya menghabiskan waktu dengan duduk santai di ujung sana sambil meminum satu dogan berdua. Tapi sayang sekarang aku tak bisa menikmatinya lagi," kataku sambil memandangi tepian pantai yang tak berujung.
"Kenapa?" kulirik ia sedikit menoleh kearahku.
"Karna keadaan yang membuat kami terpisah. Lebih tepatnya terpaksa berpisah. Aku terpaksa pergi aku tak ingin menjadi beban dalam hidupnya," sedihku menundukkan kepala dan mulai duduk di salah satu kursi.
"Kenapa harus pergi?" ia juga mulai duduk dan mendengarkan ceritaku dengan raut muka penuh tanda tanya.
"Karna keadaanku saat itu sangat parah. Dia juga sama parahnya. Maka dari itu aku mengambil keputusan paling berat dalam hidupku untuk meninggalkannya berharap takdir berpihak padaku dan aku bisa kembali ke sisinya lagi. Huh.." aku menghembuskan nafas kasar.
"Kalian kan bisa sama2 saling merawat. Menurutku itu sangat menyakitkan jika harus ditinggal oleh orang yang sangat kamu harapkan kehadirannya saat itu," ada sedikit kemarahan dalam nada bicaranya saat itu.
"Memang. Tapi tak semudah itu. Keadaannya berbeda, dia hilang ingatan. Dan jika aku memaksa merawatnya dengan keadaanku yang tak memungkinkan, sepertinya hanya akan menambah bebannya saja. Jangankan untuk membuatnya mengingat aku, jika menyebut namaku saja ia akan kembali drop. Dan itu cukup membuatku sedih setengah mati," kurasakan ia juga menghembuskan nafasnya kasar.
"Disini, kami banyak menghabiskan waktu dengan bermain2. Biasanya kami akan saling mengejar seperti anak kecil atau sesekali membangun istana pasir yang menjadi rumah impian kami nantinya. Tak jarang kami juga berenang, atau sekedar main basah2an, saling melempar air ke wajah masing2 lalu setelahnya kami akan membuat api unggun untuk menghangatkan tubuh. Ia suka sekali jagung bakar, maka setiap kali kesini kami pasti membeli jagung lalu membakarnya sendiri dengan api unggun yang kami buat tadi. Dan resto yang disana adalah tempat makan favoritnya jika sedang disini. Aku juga heran, padahal banyak sekali resto di sekitar sini. Tapi ia akan selalu memilih yang itu. Katanya rasa sambalnya beda. Aku tau dia suka sekali makanan pedas," kataku dengan pandangan jauh ke depan menatap indahnya pulau diujung sana. Kulihat ia mengikuti arah pandanganku.
"Lihat villa yang disana? Biasanya setiap libur akhir tahun, kami selalu menyewanya. Sekedar membuang penat katanya. Padahal aku sangat tak suka jika ia terus saja menghamburkan uang untuk hal semacam itu. Dia memang manis. Walaupun kami sering menghabiskan waktu bersama tapi ia sangat sopan. Ia tetap menjagaku, bahkan setelah memutuskan akan menikahpun, tak pernah sama sekali ia menyentuhku. Hanya memang, ia selalu suka mencium pipiku jika sedang menggodaku. Tidak seperti aku yang lebih memillih menciumnya di bibir," kataku malu2 dengan wajah yang mungkin sudah memerah. Lalu aku menoleh ke arah belakang di dekat resto favoritnya.
"Nah perahu biru yang disana itu adalah kapal kesayangannya. Memang bukan miliknya tapi ia selalu merawatnya. Ia akan memberikan sebagian uangnya untuk perawatan kapal tersebut kepada bapak pemilik kapal yang tinggalnya tak jauh dari sini, pak Amin namanya. Ia akan menyewanya jika sedang ingin snorkeling atau diving di sekitar pantai ini. Tak jarang ia juga mengajak teman2nya jika sedang berlibur. Dia sangat suka pantai," kataku sambil mengarahkan telunjuk menunjuk perahu yang cukup besar berwarna biru. Warna favoritnya. Sama seperti motor kesayangannya yang juga ia namai blue.
"Tunggu, aku seperti...." kudengar kalimatnya yang masih menggantung. Apa ia teringat sesuatu? Aku melihat jelas kerutan di dahinya dan ia memegangi kepalanya. Lalu...
*tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Locked By You, Anin.
RomanceSeberat apapun keadaan yang menimpamu, jika takdir sudah berkata maka tak ada yang bisa kau lakukan selain menerimanya. Dan aku akan menerimamu, karna kamulah takdirku, Anin. Cerita ketiga... Semoga suka...