22. detak jantung

1.9K 138 10
                                    

Lo datang bawa kegembiraan, untuk menangis pun gue gak sanggup. Karna waktu bersama lo harusnya dihabisin dengan bahagia.

- Jinny -

***

Jinny terus memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Jai, sesekali ia tersenyum. Jinny merasa bingung dengan dirinya, harusnya saat ini ia bersedih atau merasa kecewa, tapi yang dirasakan adalah sebaliknya, ia merasa sangat senang, ia merasa senang saat Jai kembali memperhatikannya, ia merasa senang  saat jalan berdua dengan Jai seperti ini, mungkin perasaan itu kini telah kembali.

Jinny kembali memperhatikan sekelilingnya, ia merasa sangat asing dengan tempat ini, sebelumnya ia sama sekali tak pernah pergi ke sini, tempat ini terlihat sangat kumuh, menakutkan. Jinny bergidik ngeri, ia seketika berhenti.

Jai yang merasakan tangannya seakan tertarik untuk berhenti akhirnya menoleh, ia mendapati Jinny yang menundukkan kepalanya. Perlahan ia mengangkat dagu Jinny dengan jari telunjuknya.

"Gak usah takut, gue jamin lo bakal seneng."

Jai tersenyum hangat saat melihat Jinny menganggukkan kepalanya. Ia kembali mengencangkan genggamannya dan menarik Jinny, melanjutkan perjalanan menuju tempat yang entah itu apa.

Saat dirasa tempat yang ia tuju sudah dekat, sebuah ide muncul dipikirannya. Jai menhentikam langkahnya dan berbalik menghadap Jinny, ia tersenyum jahil seraya menatap Jinny.

Jinny mengernyitkan keningnya, seketika ia berdecih pelan.

"Apa?" tanya Jinny, ia sangat tau jika Jai sudah tersenyum begitu pasti akan ada suatu kejahilan yang akan menimpa dirinya.

"Tutup mata gih." Perintah Jai masih dengan menatap Jinny dengan senyum jahilnya.

"Buat apaan?" Jinny menatap Jai lekat, raut mukanya tiba - tiba berubah menjadi horror, "lo gak bakal macem-macemin gue kan?" tanya Jinny lagi, kali ini nadanya sudah seperti menuduh.

Jai tertawa terbahak - bahak. Jinny menatapnya dengan cengo, ia sungguh bingung harus berekspresi bagaimana lagi, pasalnya ia bingung dengan sikap Jai ini, ia selalu saja susah ditebak. Menyadari ekspresi Jinny yang tak berubah, akhirnya Jai berhenti tertawa lalu menjitak dahi Jinny pelan. Ia mulai berjalan ke belekang tubuh Jinny. Ia tersenyum hangat kala wangi rambut Jinny tercium di hidungnya, selalu saja sama, wangi yang selalu disukainya. Tangannya mulai terulur menutup mata Jinny, dengan lembut ia membisikkan sesuatu ditelinga Jinny.

"Lo gak usah khawatir, Gue bukan cowok cemen yang mengambil kesempatan dalam kesempitan."

Setelah mengucapkannya, Jai mendorong punggung Jinny agar ia mau untuk melangkah maju. Di perjalanan ia berusaha menetralkan jantungnya, berada sedekat ini dengan Jinny membuat jantungnya berdetak tak normal. Tapi, tentu saja ia merasa bahagia. Dalam hati ia berjanji akan memenangkan hati Jinny.

"Udah sampe belum sih?" tanya Jinny. Sungguh, jantungnya juga kini kurang lebih sama seperti jantung Jai, ia takut jika nanti Jai bisa mendengarnya, mau taruh di mana mukanya.

"Dikit lagi kok." Jinny hanya diam menanggapi jawaban dari Jai. Sekuat tenaga ia berusaha menetralkan detak jantungnya itu. Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Jinny terus melakukannya tanpa sepengatahuan Jai.

"Diem bentar dulu." Jai mulai menegakkan badannya, "satu, dua, tiga. Buka mata lo." Ucap Jai seraya melepaskan telapak tangannya dari wajah Jinny.

Jinny membuka matanya perlahan, dan seketika ia menegang di tempatnya, matanya berbinar, mulutnya menganga. Sebuah danau terlihat sangat cantik, airnya juga jernih, ia baru tau ada tempat secantik ini di ibukota yang penuh dengan polusi. Jinny berlari dan menyentuh air dipinggiran danau itu, sesekali ia tertawa bahagia.

Jinjai Couple (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang