Satu waktu, di satu tempat yang terasa hitam dan gelap, aku melihatmu sebagai cahaya yang terang.
- Jinny -
***
Jinny mengemasi buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas berwarna pink miliknya- hadiah dari papanya saat ia berulang tahun yang ke-16. Sesekali ia tersenyum dan tertawa menanggapi lelucon yang di lontarkan oleh Sasya.
"Jinn.."
Jinny menoleh dan mengerutkan keningnya, menatap Sasya bingung.
"Pangeran lo nungguin tuh," ucap Sasya seraya menunjuk orang yang tengah bersandar di pintu kelas, menunggu Jinny.
"Pangeran, pala lo peang." Dengus Jinny seraya menatap orang itu jengah, namun tak sengaja matanya menatap orang yang masih duduk diam di bangku paling tengah, di bawah jendela. Siapa lagi kalau bukan Angga.
Angga tampak diam, dan setelah Sasya selesai merapikan bukunya, ia berdiri dan menghampiri Sasya.
"Udah selesai?" tanya Angga. Sasya hanya mengangguk malu sambil menggoyangkan kakinya.
Sementara, Jinny tersenyum geli melihat kelakuan sahabatnya itu, namun seketika ia tersadar.
"Kalian mau pulamg bareng, la terus gue?" tanya Jinny. Kali ini ia terlihat sangat kesal, pasalnya uang di sakunya sudah tak cukup lagi untuk ongkos pulang. Rencananya ia akan me-nebeng di motor Angga, karena tadi pagi Tara mengatakan padanya ia tak bisa mengantar Jinny pulang, ada les tambahan untuk kelas XII.
"Ya, itu sih derita lo." Balas Angga seraya menarik tangan Sasya untuk menjauh dari tempat itu, karna sedikit lagi pasti seekor macan akan mengamuk.
"Sepupu laknat lo!"
Jinny terlihat mencak-mencak di tempatnya, ia menghentakkan kakinya berulang kali ke lantai, setelah itu ia mengambil tasnya kasar dan menyampirkannya di bahu.
Jai yang dari tadi menunggu Jinny di samping pintu hanya tertawa geli, ia tetap tak membuka suaranya saat Jinny melewatinya. Jai hanya berjalan menemani Jinny di sampingnya.
"Ngapain lo?" tanya Jinny, saat ia sudah merasa risih dengan Jai yang tak kunjung bicara, setidaknya mengajak dia pulang, kek.
"Jalan aja terus." Ucap Jai singkat.
Dari arah lain Mawar berlarian menghampiri Jai dan segera menggandeng tangannya. Jinny yang melihatnya melotot tak suka.
"Langit mendung, kok rasanya gerah, ya?" sindir Jinny.
Dalam hati Jai terkekeh, biar saja seperti ini dulu, biar saja Mawar lama -lama bermesraan di tangannya, asal ia bisa melihat dengan jelas, rasa tak suka yang terpancar dari wajah Jinny.
"Kak Jai, anterin aku pulang yuk." Rengek Mawar, dengan nada sok imut yang dibikin-bikin, membuat Jinny rasanya ingin muntah.
Jinny memalingkan wajahnya, kali ini dia benar-benar muak, sangat muak. Ia berhenti dan mengambil langkah yang berlawanan dengan mereka.
Jai yang baru menyadari Jinny yang tak lagi ada di sampingnya pun menoleh, ketika ia hendak mengejar Jinny, tangannya dicekal.
"Mau kemana kak? Anterin aku pulang dulu." Rengek Mawar lagi, seraya menarik-narik tangan Jai.
Sementara Jai terus menatap punggung Jinny yang lama kelamaan mulai menghilang di sebalik tembok. Ia menghela napasnya pasrah, dan kembali menatap orang yang kini masih menggandeng tangannya. Dengan sekali hentakan, tangan Jai terlepas dari cengkraman Mawar. Setelah itu ia berlari menyusul Jinny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jinjai Couple (Tamat)
Novela Juvenil[Tamat] ________________________ "Dia wanitaku, dan dia adalah cinta pertamaku." Jinny salsabila givana, mengira hidupnya akan baik baik saja saat masuk SMA nanti, namun pemikirannya tentang kedamaian terhempas sangat jauh saat ia dipertemukan d...