"Joan Efendi!" Suara Pak Yusuf, kepala sekolah SMA Gemilang, bergema seantero sekolah saat memanggil salah satu siswa yang berhasil memenangkan olimpiade Kimia.
Suara tepuk tangan terdengar riuh dari para peserta upacara seiring dengan langkah Jo yang berjalan meninggalkan barisannya menuju podium upacara, tempat Pak Yusuf berdiri.
Semua orang mengapresiasi prestasi Jo yang sudah tidak bisa dihitung itu. Setelah dua minggu lalu menang olimpiade Fisika, dan seminggu lalu menang olimpiade Matematika, sekarang ia menang olimpiade Kimia. Belum lagi ditambah dengan prestasi lainnya selama hampir satu setengah tahun ini.
Tapi, ada satu orang yang tidak tertarik dengan pemandangan di podium upacara. Qiandra. Qian melirik sekilas ke arah Pak Yusuf yang sedang menyerahkan sertifikat serta medali pada Jo. Pemandangan yang membuatnya mendengus kesal. Selalu dan selalu Jo yang berhasil mendapat peringkat pertama. Seandainya saja kemarin nilai seleksi Qian lebih dua poin saja, yang berdiri di posisi Jo saat ini pastilah dirinya.
Qian benci Jo yang selalu berhasil mendapat prestasi lebih banyak darinya. Qian benci Jo karena laki-laki itu lebih pintar darinya.
👣👣👣
Qian berjalan masuk dalam kelasnya. Selesai upacara, para guru melakukan rapat. Sehingga bisa dipastikan bahwa jam pertama seluruh kelas kosong.
Qian menghela napas saat berjalan menuju mejanya. Bosan melihat banyak bunga dan bingkisan di atasnya.
Sebagai cewek populer di sekolah, mendapat hadiah merupakan hal biasa bagi Qian. Menurut Qian, cowok-cowok cupu dan pengecut, biasanya akan meletakan hadiah mereka di atas mejanya atau memberikan melalui perantara, seperti sahabat atau teman sekelas Qian. Sedangkan cowok-cowok gentle, akan langsung memberikannya pada Qian.
Setangkai mawar merah yang setiap hari selalu ada di atas meja Qian, hari ini absen. Tidak ada mawar itu di sana. Ada banyak buket bunga dan bingkisan di atas meja Qian, tapi yang menarik perhatiannya hanya mawar merah itu.
Setangkai mawar tanpa nama pengirim dengan sederet kalimat romantis. Kalimat yang selalu berhasil menyentuh hati Qian.
Qian membuka hadiahnya, kebanyakan isinya sama. Cokelat. Dan seperti biasa, Qian selalu membagikan cokelat-cokelat itu kepada teman-teman sekelasnya. Sedangkan untuk bunga, akan dipajang di meja guru atau berakhir di tong sampah.
"Qi, kantin yuk. Gue belum sarapan," ajak Uta, teman sebangku sekaligus sahabat Qian. Mereka sudah bersahabat sejak SMP. Entah keberuntungan apa yang membuat mereka selalu sekelas selama hampir empat setengah tahun ini.
Qian yang sedang meletakan cokelat di atas meja Jo menoleh, "Yuk," jawab Qian.
Qian memang membenci Jo, tapi cokelatnya terlalu banyak sehingga satu orang saja bisa mendapat dua cokelat. Jo selalu mendapat bagian paling akhir--jika memang masih ada sisa--dan Qian selalu meletakan cokelat bagian Jo di atas mejanya jika cowok itu sedang tidak ada di tempat.
Uta dan Qian jalan bersisian menuju kantin. Qian selalu berhasil membuat murid cowok SMA Gemilang kehilangan fokus.
Seperti Vano misalnya, ia sedang berjalan menuju kelasnya, tapi malah menabrak pintu kelas karena pandangannya tertuju pada Qian yang sedang berjalan melewati kelasnya.
Atau seperti Kevin, yang langsung tersedak saat minum karena tidak sengaja bertatap mata dengan Qian.
Qian hanya bisa terkekeh melihat tingkah laku cowok-cowok itu. Padahal selama satu setengah tahun ini mereka selalu melihat Qian setiap hari. Tapi tetap saja, setiap memandang Qian, entah itu sudah yang keberapa kalinya, selalu berhasil membuat para cowok itu bertingkah konyol.
"Lo pesen apa, Qi?" tanya Uta setelah mereka duduk di salah satu meja kantin.
Qian berpikir sejenak. "Gue udah sarapan sih. Jadi pesen es jeruk aja deh."
"Oke. Gue pesenin ya." Uta kemudian berjalan menuju salah satu stand makanan di kantin.
Qian sedang memainkan ponselnya saat seorang cowok datang mendekati Qian.
"Hai, Qiandra," sapa cowok itu.
Qian menoleh, cowok itu tersenyum ke arahnya. Vano.
"Oh, hai, Vano." Qian tersenyum, namun sedetik kemudian ia mengerutkan dahinya. "Loh, jidat lo kenapa, Van? Kok memar gitu?" tanya Qian.
Vano memegangi dahinya yang memar dan sedikit benjol. "Oh, ini tadi gue nabrak pintu. Oleng, gara-gara ada bidadari lewat." Vano nyengir.
Qian tahu, yang dimaksud Vano adalah dirinya. Jadi ia hanya membalasnya dengan tawa singkat. Tanpa komentar apa pun.
Uta datang di saat yang tepat. Sahabatnya itu membawa nampan makan dengan dua gelas es jeruk dan semangkok soto.
Qian lalu segera meraih gelas es jeruknya dan meminumnya.
"Lo nggak pesen apa-apa, Van?" tanya Uta setelah duduk di hadapan Qian, siap memakan sotonya.
Vano menggeleng, "Gue udah sarapan."
"Terus ngapain lo di kantin kalau nggak pesen apa-apa?" tanya Uta lagi.
Vano menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eem ... gue ada perlu sama Qian sih sebenernya."
Qian yang sedang meminum es jeruknya langsung menatap Vano. "Gue? Emang ada apa?" tanya Qian dengan dahi berkerut.
"Eee ... jadi," Vano berdeham. "Jadi, kita kan temenan udah hampir dua bulan nih. Sebenernya selama ini gue suka sama lo, Qi. Lo mau nggak jadi ..."
"Mau," jawab Qian cepat. Bahkan Vano belum menyelesaikan kalimatnya dan Qian langsung menyetujui.
"Se-serius, Qi?" Vano terlihat tidak percaya. Qian hanya mengangguk. Membuat Vano menjerit-jerit senang dan langsung ngibrit kembali ke kelasnya.
Qian hanya geleng-geleng kepala melihat Vano. Sedangkan Uta mencibir. Tahu bahwa sahabatnya itu sangat hobi memacari banyak cowok. Padahal, Qian baru saja jadian dengan Kevin seminggu lalu. Sekarang Vano datang, langsung diterima dengan lapang dada.
"Kebiasaan deh lo, Qi," ucap Uta sambil memakam sotonya.
Sebagai jawaban, Qian hanya mengangkat bahunya.
"Kalau kena karma jangan nangis-nangis ke gue ya," tambah Uta.
"Apaan sih, Ta. Mana ada karma. Karma tuh cuma mitos tahu," sahut Qian santai.
Uta menghela napas, "terserah lo deh."
👣👣👣
Update malem gini siapa yang baca ya 😂
Yang sudah baca jangan lupa vomment ya. Kritik dan saran sangat dibutuhkan karena aku memang masih belajar.
Thanks.26 Desember 2017
Sari Nirmala
Republish 6 Januari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [Completed]
Teen Fiction[Cerita sudah selesai dan masih lengkap] Qiandra memiliki semua yang dia mau. Kaya, cantik, pintar, populer. Cewek itu tergila-gila dengan belajar dan berambisi selalu menjadi yang pertama. Prinsip hidupnya satu, memiliki banyak prestasi. Prestasi...