Part kali ini, aku sisipkan backsound. Instrumen dari lagunya Ed Sheeran, Photograph.
Sebelum membaca, silahkan play video di atas.
Selamat membaca and enjoy! 😊_________________________________
"Assalamuallaikum, Pa! Jo pulang!" teriak Jo saat membuka pintu masuk rumahnya.
Qian mengekori Jo di belakang, ia cukup heran dengan sikap Jo. Ternyata cowok itu doyan teriak-teriak ya aslinya? Padahal di sekolah, cueknya minta ampun.
Rumah mewah bertingkat dua itu berdesain elegan. Beda dengan rumah Qian yang karena memang dari luar sudah mewah, maka isinya pun harus mewah. Lukisan seharga puluhan juta dan vas—yang bagi Qian— bermotif aneh seharga ratusan juta tertata di setiap sudut rumah Qian. Tapi tidak dengan rumah Jo.
Saat masuk, terlihat ruang tamu dengan cat berwarna krem. Satu sofa panjang dan dua sofa single berwarna senada tertata rapi mengelilingi meja kaca dengan rangka kayu. Di ruang kosong antarsofa di pojok ruangan, terdapat tanaman bonsai plastik dengan vas berwarna putih.
Tidak ada lukisan supermahal di sana, tidak ada vas—yang kata Bu Soleha— antik di sana. Terlihat sederhana tapi mewah. Ck, bagaimana ya mendeskripsikannya. Qian sampai tidak bisa berkata-kata.
"Waalaikumussalam," sahut seseorang dari sudut lain rumah itu. Qian tahu itu pasti suara Papa Jo, karena Jo hanya menyebut 'Pa' saat masuk ke dalam rumah tadi.
Tidak lama setelah itu, muncullah seorang laki-laki yang Qian taksir berusia sekitar empat puluh tahun. Laki-laki itu memakai celemek yang kotor. Wajah dan tangannya terlihat putih-putih, seperti bekas tepung terigu. Membuat Qian mengernyit heran.
"Oh, Jo bawa teman? Kenapa nggak bilang? Duh, mana Papa lagi berantakan gini." Laki-laki itu terlihat gelisah, ia menepuk-nepuk celemek, wajah dan tangannya yang penuh tepung itu, sehingga ia hanya melihat Jo dan Qian sekilas. "Sebentar, Jo. Papa ganti baju dulu."
"Iya, Pa." jawab Jo singkat. "Duduk dulu, Qi." Jo mempersilakan Qian duduk di sofa.
Sebelum beranjak, Papa Jo mengangkat kepalanya, lalu segera melebarkan mata saat melihat siapa teman yang Jo bawa. "Loh, Qian?"
Qian yang baru saja akan menjatuhkan pantatnya di sofa lalu menatap Papa Jo dengan mata yang sama lebarnya dengan laki-laki itu.
"Qiandra, kan?" tanya Papa Jo lagi.
Baru saja Qian akan bertanya, tapi Jo sudah lebih dulu berkata, "Papa ganti baju dulu deh mending."
Papa Jo terlihat semringah dan segera balik badan untuk ganti baju.
Qian akhirnya duduk dengan dahi berkerut, ia masih menatap tempat dimana Papa Jo tadi berdiri.
"Sorry, ya. Bokap gue emang hobinya bereksperimen aneh-aneh. Dapur pasti berantakan nih," ucap Jo pada Qian yang terlihat bingung.
Tentu saja bukan itu yang membuat Qian bingung, walaupun memang penampilan Papa Jo tadi sedikit mengejutkan malam-malam begini. Yang paling mengejutkan sebenarnya adalah, Papa Jo kenal Qian? Bagaimana bisa Papa Jo mengetahui bahwa dirinya adalah Qian, jika ini adalah kali pertama Qian menginjakan kaki di rumah Jo? Sedangkan Jo sendiri belum memperkenalkannya dengan Papa Jo.
"Sebentar ya, gue bikin minum dulu." Jo melewati Qian, hendak menuju dapur.
Namun, Qian mencekal pergelangan tangan Jo. Ia menuntut penjelasan. Jo menghentikan langkahnya, dipandangnya tangan Qian yang sedang menggenggam tangannya. Kemudian berpindah menatap Qian yang sedang menatapnya dengan dahi berkerut.
"Bokap lo kenal gue? Kok bisa?" tanya Qian.
Jo menghela napas panjang, ini dia yang jadi masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [Completed]
Teen Fiction[Cerita sudah selesai dan masih lengkap] Qiandra memiliki semua yang dia mau. Kaya, cantik, pintar, populer. Cewek itu tergila-gila dengan belajar dan berambisi selalu menjadi yang pertama. Prinsip hidupnya satu, memiliki banyak prestasi. Prestasi...