"Qiandra my baby bebeb, hari ini gue nebeng ya. Motor gue lagi di bengkel. Biasa motor tua, sakit-sakitan." Uta mencolek pundak Qian yang sedang membereskan buku dan alat tulis dari atas meja.
Qian manyun, "Kalo lagi ada maunya aja manggil gue manis banget."
Uta terkekeh, "Ya kan bener begitu. Masa pas ada maunya ngebentak-bentak sih? Auto ditendang dong gue."
"Bodo amat, Ta."
Setelah selesai beres-beres, Qian dan Uta kemudian berjalan keluar kelas. Saat berjalan melewati kelas XI-MIA 1, tidak sengaja Qian ditabrak oleh seseorang dari arah samping.
Qian mendengus, "Aduh, pelan-pelan dong kalo jalan." Qian melotot melihat sosok yang sedang berdiri di depannya. Sama seperti Qian, orang itu juga sama kagetnya saat melihat Qian.
"Loh, Ray?"
"Qian?"
Ray dan Qian mengucapkannya bersamaan. Uta yang ada di samping Qian, menatap heran Qian dan Ray bergantian.
"Sejak kapan kamu ...."
"Jadi kamu sekolah di sini?"
Ray dan Qian tertawa. Sekali lagi, mereka mengucapkan hal tersebut bersamaan. Uta mengerutkan dahinya, kemudian berbisik pada Qian.
"Lo kenal? Kayaknya gue baru lihat dia."
Qian mengangguk, kemudian menatap Uta. "Gue juga baru kenal kok. Uta, kenalin ini Ray." Qian beralih menatap Ray. "Dan Ray, kenalin ini sahabatku, Uta."
Ray dan Uta kemudian saling berjabat tangan. Ray beralih menatap Qian, "Jadi kamu sekolah di sini, Qi?"
Qian mengangguk, "Dan kamu juga sekolah di sini?"
Ray juga mengangguk. "Baru masuk hari ini. Aku pernah cerita kan, kalau aku baru pindah dari Bandung? Sayangnya, aku belum cerita kalau sekolah baruku itu SMA Gemilang." Ray tertawa lagi. "Dan ini kelasku," lanjut Ray sambil menunjuk kelas XI MIA-1.
"Oke, oke. Dunia memang sempit ya, ternyata." Qian ikut tertawa, "Aku di kelas sebelah, XI MIA-2," lanjut Qian yang kemudiam mendapat anggukan dari Ray. Qian melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. "Eh, aku mesti balik nih, Ray. Sore ini aku ada kursus. Kamu nggak balik?"
Ray mengangkat bahu. "Aku mau daftar ekskul dulu."
"Oh, gitu. Ya udah kalau gitu aku duluan ya."
Ray mengangguk, "Oke. Sampai ketemu besok."
Qian mengangguk dan berjalan meninggalkan Ray sambil menggamit lengan Uta. Setelah agak jauh dari Ray, Uta kembali bertanya pada Qian.
"Lo kenal dia dimana, Qi?"
"Di perpustakaan," jawab Qian singkat.
"Di perpustakaan punya lo?" Uta memastikan.
Qian mengangguk, "Kemarin Sabtu, tiba-tiba dia dateng ke perpustakaan, terus bilang pengin jadi sukarelawan di sana."
"Wow, semudah itu cowok cakep dateng ke kehidupan lo, Qi." Uta berdecak kagum.
Qian tertawa sumbang, "Gue nggak pernah ngarep sih, Ta. Mereka sendiri yang tiba-tiba dateng."
Uta mencibir, "apalah daya gue sebagai remahan rengginang. Berharap didatengin cowok cakep, eh, sekalinya ada cowok cakep yang dateng, malah modus buat deketin lo."
Qian mencubit kedua pipi Uta gemas. "Kan gue udah pernah bilang, kalau ada cowok modus, tendang aja anunya. Gue juga gedek tahu, sama cowok yang manfaatin sahabat gue ini buat deketin gue."
"Tapi cowoknya cakep-cakep, Qi. Mana tega gue sakitin."
Qian tertawa, kemudian merangkul Uta. "Udah, jangan dipikirin. Gue traktir makan ya? Abis makan, baru pulang."
Senyum Uta langsung mengembang. Ia balas merangkul Qian. "Aaa ... Sayang deh sama Qiandra Dewi."
👣👣👣
Qian sedang membaca sederet kalimat romantis dari bunga mawar merah favoritnya saat seorang cowok tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya, di bangku milik Uta. Sadar ada seseorang yang datang, Qian segera menoleh dan langsung mengerutkan dahinya.
"Ray?"
Ray tidak menggubris keheranan Qian, ia memandang Qian sebentar. "Jadi, bener ya kata orang-orang, kamu memang siswi teladan. Udah di kelas sepagi ini." Ray tersenyum, membuat Qian mematung. Wow, senyum yang menawan.
Qian ikut tersenyum, "Apaan sih. By the way, ada apaan nih? Kok ke kelasku pagi-pagi gini?" tanya Qian.
Ray tertawa, "Memangnya harus ada alasan ya kalau pengin ketemu kamu?"
Eh?
"Aku baru inget, kemarin aku belum sempat minta kontak kamu." Ray mengeluarkan ponsel dari kantong seragamnya, lalu mengarahkannya pada Qian. "So?"
Qian tersenyum, "Of course." Ia segera meraih ponsel Ray, lalu memasukan nomornya di sana.
Ray menerima lagi ponselnya. "Thanks." Qian mengangguk, "Eh, sore nanti kamu sibuk nggak?" tanya Ray.
Qian berpikir sebentar, lalu menggeleng. "Nggak ada sih."
"Berarti bisa dong temenin aku ke toko buku?" tanya Ray lagi.
"Toko buku?"
Ray mengangguk, "Aku pengin beli buku buat perpustakaan kamu. Kemarin ada tuh anak kecil yang nyari buku cerita Kabayan."
"Loh, buku Kabayan ada kok," jawab Qian dengan dahi berkerut.
"Iya memang ada, tapi sudah digigitin tikus." Ray terkekeh.
"Hah? Serius?" Qian tidak percaya.
"Iya, makanya aku pengin beli. Aku udah janji sama anak itu besok Sabtu bakal bawain buku Kabayan. Lagian seri Kabayan kan banyak tuh, sekalian nambah koleksilah."
Qian menatap Ray tidak berkedip, ternyata selain ganteng, cowok itu juga berhati emas. Bukan hanya baik, tapi juga peduli.
"Qi?" Ray mengibaskan tangannya di depan wajah Qian.
"E-eh?"
"Mau kan, nanti temenin aku?"
Qian mengangguk, "Oke. Nanti aku temenin."
👣👣👣
Halo, jumpa lagi di hari Minggu yang mager ini.
Di tempat kalian hujan nggak? Di tempatku hujan nih dari siang. Bikin betah di balik selimut😂Sekarang tau kan, kenapa kelas sebelah rame? Yap! Ada murid baruuuu..
Di kelas kalian kalo ada murid baru suka heboh gak kayak kelas XI MIA-1?
Dan murid barunya ternyata adalah Ray. Wah, wah, bisa gitu ya Ray satu sekolah sama Qian. Bener kata Qian, dunia memang sempit. Hahahaa. *padahal semua sudah aku atur*By the way, makasih buat yang sudah mau baca ya.
Maaf part ini lebih pendek dari biasanya. Hari Rabu nanti, diusahakan lebih panjang.
Jangan lupa tinggalkan jejak ya setelah baca. Tinggal klik gambar ✩ kok di pojok kiri bawah 😂Pokonya makasih ya. See ya😗
7 Januari 2018
Sari Nirmala
Republish 12 Januari 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [Completed]
Teen Fiction[Cerita sudah selesai dan masih lengkap] Qiandra memiliki semua yang dia mau. Kaya, cantik, pintar, populer. Cewek itu tergila-gila dengan belajar dan berambisi selalu menjadi yang pertama. Prinsip hidupnya satu, memiliki banyak prestasi. Prestasi...