TUJUH BELAS

1.1K 85 123
                                    

Holaaa..
Sebelum mulai baca, silahkan play video di atas 😊☝
Selamat menikmatiii 😉
______________________________________

Qian duduk sendiri di bangkunya. Hari ini Uta izin tidak masuk sekolah. Ada tour show dan grup dance-nya harus mengisi di acara tersebut selama tiga hari berturut-turut. Qian lapar, tapi Ray tidak kunjung menjemputnya ke kelas dan mengajak ke kantin seperti biasa. Masa iya harus Qian yang duluan ngajak Ray? Gengsi dong.

Qian mengembuskan napas panjang. Ingatannya kembali di saat ia menjenguk Jo dua hari lalu. Ternyata, ia benar-benar pingsan setelah Jo berkata demikian. Persis seperti yang dikatakan Jo saat cowok itu mengantar Qian pulang. Entah kenapa, kepalanya tiba-tiba terasa sangat sakit setelah Jo bilang dia serius dengan ucapannya. Dan saat siuman, Qian sudah berada di kamarnya.

Qian jadi bingung sendiri, sebenarnya Jo itu serius atau hanya bercanda? Mereka kenal dari lama? Bagaimana bisa? Kenapa Qian sama sekali tidak ingat? Masa dia lupa ingatan? Memang sih, Qian ingat sempat koma tiga hari karena kecelakaan setelah lulus SMP. Tapi, tanda-tanda dia pernah kenal dengan Jo itu nihil.

Foto dengan Jo? Tidak ada selembar pun. Kontak Jo di ponsel Qian? Tidak ada. Bertanya pada Pak Kusno dan Bu Leha juga sudah, mereka bilang tidak tahu apa-apa dengan laki-laki bernama Jo. Satu-satunya hal yang bisa menjadi bukti hanyalah Papa Jo yang seperti sudah sangat mengenal Qian. Lalu, bagaimana dengan Mamanya Jo? Kenapa setiap Qian ke rumah Jo, mamanya tidak pernah terlihat?

Dan, sejak pagi tadi Jo sama sekali tidak menyapanya. Ia kembali menjadi Jo yang menyebalkan seperti sedia kala. Bahkan kemarin saat Qian kembali mengunjungi rumah Jo, Jo sedang tidak ada di rumah. Lalu sekarang? Setelah guru mereka keluar tadi, Jo sudah pergi begitu saja. Sama sekali tidak ada waktu untuk mengajaknya bicara. Cowok itu sengaja menghindar atau bagaimana?

"Qian," sapa seseorang.

Qian mengangkat kepalanya dengan cepat mendengar suara tidak asing itu. Lalu seketika tersenyum dan berdiri dari duduknya.

"Hai, Ray. Aku kira hari ini kamu absen ke kantin."

Ray terkekeh, "Maaf. Tadi ada pertemuan ekskul sebentar. Kamu nungguin aku?"

"Ha? Ng-nggak kok."

Ray tersenyum tipis, lalu menyisipkan rambut Qian ke balik telinga. "Nungguin juga nggak apa-apa kok. Aku malah seneng." Lalu ia segera mengenggam tangan Qian dan menariknya, "Yuk, ke kantin."

Qian mengangguk samar, lalu mengikuti langkah Ray. Ia sempat memalingkan wajahnya sebentar saat Ray menatapnya tadi. Jangan sampai Ray tahu wajahnya memerah.

Qian menundukan kepala. Rona merah di wajahnya tidak bisa segera hilang. Kenapa setiap Ray menggenggam tangannya seperti ini, Qian selalu merasa sulit bernapas? Nyaman, senang, terbang ... Ah, pokoknya bahagia.

Ray, kayaknya aku beneran suka sama kamu deh.

BRUK!

Genggaman tangan Ray terlepas, membuat Qian mengangkat kepalanya. Dilihatnya Ray memegang satu bahunya, yang sepertinya barusan ditabrak oleh seseorang.

"Sori," suara yang tidak asing bagi Qian. Suara Jo.

Ray tersenyum tipis, walapun tahu cowok itu pasti sengaja menabrakan bahunya barusan. Namun ia berusaha meredam emosi, karena ada Qian di sebelahnya. "It's ok."

Qian mengerutkan dahinya, Jo niat minta maaf atau tidak sih sebenarnya? Cuma bilang 'sori' dengan muka sedatar itu? Yang benar saja?

"Minta maaf yang ikhlas dong," sahut Qian.

KARMA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang