DUA PULUH DUA

863 60 77
                                    

Jo membuka matanya dengan tiba-tiba, bertepatan dengan suara gaduh dari arah dapur. Tunggu, dapur? Siapa lagi penghuni rumah ini yang suka membuat dapur berantakan selain Papa? Jo segera bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan malas menuju dapur.

"Papa udah pulang?" tanya Jo sambil menguap, yang membuat suaranya jadi tidak terdengar jelas.

Papa yang sedang memunguti perkakas dapur yang berantakan di atas lantai segera menoleh. "Kamu sudah bangun? Tumben. Biasanya hari minggu selalu bangun siang."

Jo menyandarkan punggungnya di ambang pintu dapur dengan dua tangan yang dilipat di depan dada.

"Papa berisik. Aku jadi kebangun," jawab Jo.

Papa hanya tersenyum, sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah mengganggu tidur nyenyak anak semata wayangnya itu.

"Tapi bagus deh kamu bangun sepagi ini. Bantu Papa bikin kue dong, nanti kita ke rumah Qiandra."

Jo berdecak, "Aku mau bantu Papa bikin bolu. Tapi nggak kalau ikut ke rumah Qian."

Papa yang sedang menimbang tepung terigu segera menghentikan aktivitasnya dan mengernyitkan dahi. "Kenapa? Bukannya kamu bilang Qiandra sudah inget semuanya?"

Jo mengangguk, "Emang udah, Pa."

"Terus kenapa kamu nggak mau ikut ke rumahnya?" tanya Papa.

Jo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Uhm ... karena ... karena aku lagi pengin di rumah aja," jawab Jo asal.

Papa menyipitkan matanya, ia menatap Jo dengan seksama. Seolah tahu dengan kebohongan yang diucapkan Jo. Setelah beberapa detik, Papa kembali sibuk dengan bahan-bahan kue dihadapannya.

"Papa nggak mau tahu, nanti kamu ikut ke rumah Qiandra. Oh, atau kita jemput aja dia di perpustakaan umumnya?"

Jo menegakan tubuhnya dengan mata terbelalak, "Jangan!" pekik Jo yang langsung dihadiahi tatapan penuh tanda tanya dari Papa. "Oke, oke. Nanti kita ke rumah Qian. Tapi jangan ke perpustakaannya. Oke, Pa? Jo mandi dulu ya, Pa. Nanti Jo bantu bikin bolunya." Jo segera berbalik dan meninggalkan Papa sebelum Papanya mulai bertanya yang macam-macam.

Kalau sampai Papa tahu ada Ray di perpustakaan umum milik Qian, habis sudah Jo.

👣👣👣

Qian baru saja menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur ketika Bu Leha mengetuk pintu kamarnya.

"Mbak Qian, ada tamu."

Qian mendesah, "Siapa, Bu?" tanya Qian masih dengan posisi berbaring.

"Mas Joan, Mbak."

Jawaban Bu Leha sontak membuat Qian terduduk, "Jo?" lirih Qian.

Tanpa menunggu lama lagi, Qian segera bangkit dan berjalan cepat menuju pintu kamar. Qian membuka pintu kamar dan melihat Bu Leha masih ada di sana dengan senyuman tak berdosa.

"Kok masih di sini, Bu? Bikinin minum, gih." Qian mendorong pelan Bu Leha.

"Tapi kan, Ibu juga kangen sama Mas Joan, Mbak. Boleh dong ikutan ngobrol."

"Iya, iya. Nanti ngobrolnya. Bikinin minum dulu. Anggep aja aku masih marah sama Bu Leha sama Pak Kusno yang udah sekongkol sama Jo."

Bu Leha menghela napas dan segera berjalan menuju dapur. Tentu saja Bu Leha dan Pak Kusno ikut ambil peran dalam sandiwara yang Jo rencanakan. Mereka harus berakting pura-pura tidak mengetahui apa pun tentang Joan Effendi. Juga harus menyembunyikan segala hal yang berhubungan dengan Jo dari rumah Qian.

KARMA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang