"Jadi ...."
"Jo, kepala gue sakit." Qian menekan pelipisnya dengan ujung jari. Tidak membiarkan Jo melanjutkan kalimatnya. Otaknya menolak, seolah tidak siap dengan apa yang akan dikatakan Jo.
Jo menoleh ke arah Qian dengan raut wajah khawatir, "Sakit? Sakit banget?" tanya Jo. "Sebentar." Jo lalu segera menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Kenapa berhenti?" tanya Qian. Ia ikut menatap Jo, raut wajah cowok itu sungguh mengejutkan Qian. Wajah khawatirnya itu ... Ah, Sial. Kenapa Jo jadi manis begini sih?
Jo tidak menjawab, ia hanya menatap Qian yang sedang menahan sakit. "Kepala lo sakit banget? Ke rumah sakit aja sekalian ya?"
Qian menggeleng, "Nggak, Jo. Ke apotek aja."
"Tapi, Qi ...."
"Please, Jo. Gue cuma sakit kepala, buat apa ke rumah sakit segala?"
Jo terdiam sebentar, Ia memejam. Berusaha tetap menadi jo yang dingin dan cuek. Jo yang selama ini tidak peduli pada Qian. "Oke," ucap Jo kemudian kembali menatap Qian. Melihat Qian menahan sakit, ia jadi tidak tega. "Tapi, besok lo nggak usah sekolah dulu ya? Istirahat aja di rumah."
Qian mengernyit. Sejak kapan Jo jadi perhatian begini padanya? Ini yang ada di samping Qian beneran Jo? Atau Jo sempat terbentur sewaktu Qian menabrak mobilnya?
"Qian?"
"Eh?"
"Besok jangan sekolah dulu ya?" Jo mengulangi pertanyaannya.
Sebenarnya Qian ingin menjawab bahwa itu bukan urusan Jo, tapi ia sedang malas berdebat. Akhirnya Qian menganggukan kepala. Jo tersenyum tipis, dan melajukan mobilnya menuju apotek terdekat.
Sesampainya di apotek, Jo yang turun membelikan obat untuk Qian. Setelahnya, ia segera menginjak pedal gas menuju rumah Qian. Setelah sampai, Qian tidak segera turun dari mobil. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.
"Qi, kita sudah sampai." Jo mencoba menyadarkan Qian.
Qian menoleh, "Kok lo tahu rumah gue? Kayaknya tadi gue sama sekali nggak sebutin alamat deh," ucap Qian dengan raut wajah bingung.
Jo merasa bodoh, ia melupakan satu hal. Kenapa tadi ia tidak berpura-pura menanyakan alamat Qian? Argh! Tapi, akhirnya Jo hanya tersenyum tipis, percuma juga ia pura-pura. Toh, sebentar lagi ia akan menceritakan yang sebenarnya pada Qian. Tidak akan ada lagi yang perlu disembunyikan dari cewek itu.
"Ya karena emang tahu," jawab Jo seadanya. Qian yang merasa tidak puas dengan jawaban Jo hanya diam, masih menuntut jawaban.
Jo mengalah. "Ada hubungannya sama yang mau gue jelasin tadi sih. Tapi tadi gue baru mau jelasin ke lo, lo malah sakit kepala. Gue jadi takut lo pingsan setelah gue jelasin semuanya nanti."
Qian memutar bola matanya, "Jo ...."
Jo terkekeh, "Jangan dipikirin dulu ya, Qi. Sekarang lo turun, terus istirahat. Jangan lupa minum obat. Inget, besok lo jangan sekolah dulu. Gue janji gue bakal ceritain semuanya ke elo nanti. Jadi, simpen dulu semua rasa penasaran lo."
Tawa Jo berhasil membuat Qian mematung. Barusan Jo tertawa? Demi apa? Kenapa dia tidak seperti itu terus setiap hari? Sebenarnya ada apa dengan cowok itu malam ini? Aneh sekali.
Jo mengibaskan tangannya di depan wajah Qian, "Qiandra?"
Qian mengerjap, "Eh, ya?"
"Lo keseringan nggak fokus deh. Gue udah bilang jangan dipikirin dulu masalah ini. Gih, turun, biar cepet tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA [Completed]
Teen Fiction[Cerita sudah selesai dan masih lengkap] Qiandra memiliki semua yang dia mau. Kaya, cantik, pintar, populer. Cewek itu tergila-gila dengan belajar dan berambisi selalu menjadi yang pertama. Prinsip hidupnya satu, memiliki banyak prestasi. Prestasi...