Part 26

3.1K 283 32
                                    

_______________________________
_______________________________

Kau begitu mencintainya yah, ternyata.

Ali bungkam tak bersuara.

"A-aku.." 

"Yah, dan kau mencintainya, tidak salah lagi" Simpul Hana.

Ali menegakkan tubuhnya, hatinya berdebar tak karuan. Ali ingin tak percaya tapi desiran halus itu membuktikan bahwa Cinta tengah berkembang dihatinya.

"Ku-kurasa... Ti-tidak" bantah Ali ragu.

Terdengar helaan nafas panjang dari Hana, Gadis itu membenahi selimutnya lesu.

"Jangan dustai perasaanmu, Li" setelah mengatakan kalimat yang menghantam telak lawannya, Hana langsung merebahkan diri membelakangi Ali dan menutupi sempurna tubuhnya dengan selimut.

Ali terbengong beberapa saat.

"Han-"

"Pergilah aku ingin istirahat"

"Tap-"

"Kumohon" ada nada getir kala Hana mengatakannya.

"Baiklah.. "

Ali berjalan gontai menuju daun pintu. ntahlah, rasanya Ali melukai Hana. Yang nyatanya ia sendiripun tak tahu luka seperti apa yang dibuatnya.

Sebelum menutup pintu, Ali berbalik menatap sendu tubuh Hana yang dilingkupi selimut. "Lekaslah sembuh, dan maafkan soal Prilly"

Ceklek!

Hana berbalik perlahan, mata merah dengan linangan Airmata itu menatap sedih pada pintu yang baru saja ditutup Ali. Tangan berbalut infus itu mencengkram kuat baju pasiennya dibagian dada, Hana merutuki rasa ngilu yang ditimbulkan hatinya itu.

"Dan ku-kurasa, Cintaku ini ti-tidak akan pernah terbalas."

Hana mengambil bantal dan menutupi mukanya berusaha meredam isakan yang tak mampu dirinya tahan.

Hana mencintai Ali, lalu Ali mencintai Prilly dan Prilly?. Ntahlah Gadis itu terlalu misteri.

Sungguh Ironi.

--------------------

"Bukankah kau mencintainya?"

"Yah!"

Nadia merinyit tak mengerti

"Lalu kenapa kau membiarkan dia membencimu?!" seru Maida frustasi.

Prilly terdiam, bimbang ingin mengatakan yang sejujurnya.

"Justru karna aku mencintainya, dia harus membenciku"

Nadia menatap dingin, Baginya Prilly yang saat ini benar benar terobsesi dengan Pemuda Bernama Ali itu. Rela menderita hanya untuk Ali, berusaha memberi kebahagian yang akan disadarinya dimasa depan nanti.

"Rencanamu tidak akan pernah berhasil!, keinginanmu tak akan pernah tercapai, aku meyakini itu!"

Prilly tersenyum tipis, Prilly hanya memberikan serajut teka teki, tapi Nadia sudah menangkap sesuatu yang tersimpan apik dihati dan pikirannya. Bukan!, bukan Nadia pintar atau sejenisnya, gadis pemarah itu hanya terlalu tahu tentang rahasianya dan segala kehidupan berbau Amisnya.

"Sudah setengah jalan, Nad. Apa kau yakin keyakinan mu itu... Terwujud?"

Nadia menggeram marah melihat smirk evil
Yang ditunjukan Prilly padanya.

"Cih!, kau terlalu favorite dengan derita rupanya" Nadia bersedekap dengan senyum miring andalannya.

Prilly terkekeh sumbang "bukan!, aku hanya terbiasa"

Kedua sepupu itu saling melempar tatapan dingin, sudah Prilly katakan ia tak akan pernah menyesal membunuh 'keluarga' bila ia merasa bosan.

"Jaga batasanmu, Prill!" ucap Nadia marah.

Prilly tersenyum sinis "hati hati dengan nyawamu!"

Degh!

"Hey, hey!, berhentilah melotot jelek!" seru Maida pada keduanya. Ia tak tahan dengan pandangan siap menerkam dari Prilly maupun Nadia, ia takut kedua kakanya itu hilang kendali.

"Ingatlah, bahwa kalian keluarga" Maida melemah saat mengucapkannya.

Keluarga? Cih, bullshit!

"Tidak ada keluarga diantara kita!"

Bak minyak disiram api, Nadia berang mendengarnya.

"Lalu selama ini, kami kau anggap apa!" teriak Nadia murka.

"Sebatas gerombolan korban dari keegoisan tua bangka Carloes caroline!" sahut Prilly cepat.

"Dia kakekmu apabila kau lupa!"

"Kakek brengsek yang menyeret paksa cucunya menjadi pembunuh berdarah dingin!, itukah KEKEK yang kau maksud?"

Manik hazel itu menyiratkan kebencian mendalam, ia tak akan ragu bila harus menarik pelatuk FN 57nya untuk melubangi kepala Nadia saat ini juga.

Hati Nadia bagai diremas melihat sorot kebencian dinetra Prilly padanya.

"Aku tahu isi kepalamu, tapi aku yakin kau sebenarnya tidak akan sanggup kehilangan ku!"

Prilly mengetatkan kedua tangannya, mati matian ia meredam amarahnya, namun Nadia seolah benar benar ingin melihat sosok iblis didalam tubuhnya.

Dengan gerakan cepat Prilly mengambil FN 57 yang tersimpan apik dibalik pinggang rampingnya.

Klek!

Dor!

Prilly menarik pelatuknya dan langsung ditembakkan tepat disamping kepala Nadia yang berdiri mematung menyaksikan kesungguhan Prilly dalam menghabisi nyawanya.

"Akh!, Prilly apa yang kau lakukan!" teriak Maida panik. Tubuhnya bergetar takut melihat lubangan kecil ditembok bekas peluru itu.

Prilly melangkah pelan menghampiri Nadia yang terdiam mematung menatapnya, ntah takut atau apapun itu, yang Jelas Prilly tak perduli.

"Kali ini aku ampuni" Bisik Prilly lirih.

"Lain kali, jangan memancing sisi iblisku lagi yah... KAK!" lanjut Prilly dengan tekanan diakhirnya.

Tap!

Tap!

Sepatu bot hitam berhak itu melaju cepat menaiki tangga, meninggalkan ruang tamu yang berubah mencekam akibat dirinya.

"Andai aku selalu menyelipkan Beretta 92 kemana mana seperti Prilly, akh!, aku menyesal tidak membawanya tadi" setelah lama bungkam Nadia bergumam yang sayang masih terdengar nyaring.

Maida terbelalak, ia akui dirinya sedikit bodoh dalam mencerna suatu hal, tapi Beretta 92?  Akh, Maida tahu betul senjata api buatan Italia yang begitu dicintai Nadia seperti nyawa kedua baginya.

"Artinya, kau juga ingin mengarahkan satu peluru meleset disamping wajah Prilly?"

"Yah, tidak ada salahnya bukan?"

Maida mengantupkan bibirnya rapat rapat "apa hanya aku yang tidak tahu menahu pertumbuhan gelap kalian?"

Nadia melirik Maida yang terlihat kecewa.

"Cih, kaparat!"

Maida mengumpat sebelum berlari kencang kearah kamarnya.

____________________________
____________________________

TOLONG JANGAN COMMENT 'NEXT/LANJUT' BILA SAYA MENEMUKAN KATA KATA SIALAN ITU JANGAN SALAHKAN SAYA BILA SATU MINGGU KEDEPAN KALIAN TIDAK DAPAT MEMBACA CERITA INI LAGI!!!

KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang