Part 19

775 94 13
                                    

Jinyoung terus memandangi dari celah pintu kamar Minhyun dimana si pemilik kamar terbaring lemah di ranjangnya..

Wajah khawatir ibunya yang terus di samping anaknya makin membuat rasa bersalah dalam diri Jinyoung makin besar... Ingin ia memeluk wanita itu seperti ibu kandungnya, ingin ia menenangkan wanita itu.. Namun, tidak dapat ia lakukan karena semua kekacauan ini berasal dari kehadirannya di rumah ini...

Jinyoung kembali memasuki kamar Jaehwan, sudah seminggu ini ia bolak balik ke kamar yang tidak berpenghuni ini.. Dan ia hanya akan keluar bila Minhyun mengusirnya atau kembali mencari kakak keduanya yang masih belum kembali..

"Jaehwan hyung, kamu dimana.. Minhyun hyung sakit.. Eomma juga terlihat lelah.. Appa sangat khawatir.. Kamu dimana, hyung? Apa kamu baik-baik saja??" tanya Jinyoung pada foto Jaehwan yang di pegangnya

Kejadian kemarin siang begitu menakutinya.. Saat ia dan ayahnya menemukan keramaian di taman, dimana orang-orang menceritakan korban kecelakaan lalu lintas yang tergeletak kehilangan nyawanya. Hampir mereka berpikir tubuh yang terbaring di pinggir taman adalah tubuh Jaehwan..

"Tuhan jaga kakakku yang tidak bersalah itu.. Berikan aku kesempatan untuk meminta maaf padanya.. Aku terlalu serakah.. Aku terlalu jahat.. Iri hati, membuatku melakukan hal-hal buruk pada orang yang sangat baik padaku.. Aku tidak akan meminta hal lain di kemudian hari, kali ini saja.. Aku mohon.. Ijinkan kami menemukan dia.. Membawa Jaehwan hyung kembali ke rumah ini... "

Jinyoung terus menangis sambil memeluk erat foto Jaehwan... Tanpa ia sadari, ayahnya memperhatikannya dari balik pintu kamar Jaehwan..

"Tuhan.. Ijinkan aku menemukan Jaehwan.. Aku ingin ketiga anakku bisa bahagia.. Maafkan aku yang tidak bisa menjaga mereka dengan baik..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Hyung.. Apa kamu pernah bertemu Jaehwan hyung seminggu ini??" tanya Jinyoung saat menemui teman-teman Jaehwan di cafe depan kampus Jaehwan

"Nggak.. Pertanyaanmu sama seperti pertanyaan Minhyun hyung.. Tapi kami sama sekali tidak pernah bertemu atau dihubungi Jaehwan.." jawab Daniel dengan ketus

"Lagipula.. Apa Jaehwan mau bertemu denganmu? Kamu kan yang membuatnya pergi dari rumah??" tanya Woojin yang berusaha menahan marahnya

"Kamu nggak salah mencari Jaehwan?? Kamu lakukan ini biar semua orang menganggapmu pahlawan?? Jaehwan tidak pernah sekeras ini.. Dia nggak pernah menginjakkan kakinya keluar saat dia marah.. Tapi sekarang kalian semua sibuk mencarinya.. Ini pasti sudah sangat keterlaluan untuknya.. Bahkan dia tidak menghubungi kami sahabatnya dari kecil.." tambah Sewoon yang jarang sekali marah pada siapapun

"Cukup sudah!! Kami sudah cukup lelah dan khawatir.. Kamu tau sedang apa kita disini?? Kita sibuk mengingat-ingat kemana Jaehwan akan pergi.. Kedatanganmu kesini hanya membuat kami tambah lelah karena harus menahan emosi.."

"Ingat.. Kamu yang harus bertanggung jawab jika sesuatu yang buruk terjadi pada Jaehwan!!"

"Kamu yang bersalah.."

"Kamu yang membuat Jaehwan pergi seperti ini"

Jinyoung beranjak dari tidurnya, terbangun dari mimpi buruknya saat ia mendengar keributan dari luar.. Ia pun segera keluar kamar dan melihat orang tuanya yang mencoba menahan Minhyun untuk pergi mencari Jaehwan..

"Appa.. Ini sudah seminggu!!! Tepat seminggu!!"

"Appa tau, Minhyun.. Tapi kamu jangan keluar.. Kamu masih sakit.."

"Jaehwan juga sakit, Appa.. Eomma.. Jaehwan sakit... Dia nggak ada tempat berlindung di luar sana.. Aku harus cari Jaehwan.. Aku bisa mendengar tangisannya di mimpiku.. Jaehwan membutuhkanku..."

"Minhyun.. Minhyun dengarkan eomma.. Eomma akan cari Jaehwan sekarang.. Tapi kamu istirahat.."

"Nggak eomma.. Nggak.. Aku yang akan cari Jaehwan.."

"Bagaimana kamu bisa mencari Jaehwan dengan keadaanmu yang seperti ini.. Ini membahayakan dirimu.."

"Aku ingin Jaehwan pulang sekarang.. Aku mohon bawa dia pulang sekarang... Jaehwan.. Jaehwan.."

"Minhyun!! Minhyun bangun.." panggil ibunya panik saat melihat Minhyun tergeletak pingsan
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bagaimana dengan keadaan Minhyun?"

"Masih belum sadarkan diri.. Demamnya juga masih tinggi.."

"Yeobo.."

Seketika Tuan Hwang menghentikan langkahnya dan menatap istrinya yang tidak melepaskan pandangan sedikitpun dari Minhyun..

"Aku menyayangi anak-anakku... Aku mungkin bisa dibilang lemah.. Dibanding malu dengan perasaan terlarang mereka, hatiku lebih sakit melihat keadaan mereka yang seperti ini.. Aku khawatir setengah mati, aku ingin mencari Jaehwan.. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Minhyun dalam keadaan seperti ini.. Aku benar-benar merindukan kebahagian di rumah ini.."

"Maksudmu?"

"Aku tahu.. Bukan alasan ini yang membuat Jaehwan pergi dari rumah.. Jaehwan masih tumbuh dengan sangat lugu,.. Berkali-kali Minhyun mencoba membuat Jaehwan membalas cintanya.. Tapi tidak sedikitpun Jaehwan membalas dengan perasaannya.. Setiap Minhyun mendengar Jaehwan mengatakan 'aku cinta padamu, Hyung' Minhyun bilang nadanya sama seperti yang sering Jaehwan ucapkan... Saat kamu memukul Jaehwan, kamu tahu kenapa aku membelanya.. Karena aku melihat di mata Jaehwan yang penuh ketakutan, ada penjelasan yang harus kita dengar dari mulutnya bukan dari video yang Jinyoung perlihatkan.."

"Katakan padaku, apa kamu sungguh-sungguh menyayangi Jaehwan? Selama 21 tahun ini, apa Jaehwan itu anakmu? Apa yang aku lihat bisa kamu lihat??"

"Aku mohon.. Bukan hanya Jaehwan yang tersakiti disini.. Tapi Minhyun juga tersakiti.. Ia hanya berlagak dewasa.. Ia hanya berusaha tegar.. Minhyun hanya terus memposisikan dirinya sebagai seorang anak pertama.. Minhyun juga lemah seperti Jaehwan.."

"Aku ada pertemuan di kantor,.. Setelah itu aku akan kembali mencari Jaehwan.. Kita bicarakan lagi nanti setelah Jaehwan pulang.."
.
.
.
.
.
.
.

"Appa.. Apa itu cinta??"

"Cinta?? Cinta itu suatu perasaan yang tidak memiliki alasan.. Perasaan yanv bisa membuatmu bahagia dan sakit secara bersamaan.. Kalau suatu saat Jaehwan mencintai seseorang, saat itu Jaehwan akan merasakan satu detik pun tidak ingin berpisah dengan orang itu..."

"Appa.. Kata Minhyun hyung, semalam aku menginjak pubertas.. Mimpiku aneh sekali.. Aku tidur dengan seseorang.."

"Jaehwan!!! Jangan sepolos itu!!"

"Kenapa?? Tidak boleh diceritakan kah??"

"Lalu kamu ingin melanjutkan ceritamu yang akan berakhir kamu membasahi ranjangmu??"

Jaehwan menyeringai lebar mendengar pertanyaan ayahnya.. Ia bersandar manja di dada ayahnya dimana pria paruh baya itu memangkunya dan memeluknya dari belakang..

"Anak appa sudah besar.. Berjanji ya.. Kalau suatu saat kamu mencintai seseorang, appa harus jadi orang pertama yang mengetahui siapa orang yang kamu cintai.."

"Eomma??"

"Eomma nomor dua.. Jaehwan kan anak kesayangan appa.."

"Kata eomma, Jaehwan juga anak kesayangan eomma.."

"Ayolaah.. Minhyun hyung selalu menceritakan apapun ke eomma lebih dahulu.. Tidak ada yang bercerita pada appa.."

"Benarkah?? Baiklah.. Jaehwan janji.. Orang pertama yang akan kuceritakan mengenai kisah cintaku adalah appa.. Kalau appa dengar dari orang lain, appa nggak boleh percaya ya.. Appa hanya boleh percaya kalau Jaehwan sudah cerita pada appa.. Janji??"

"Janji..."

"Jaehwan-ah.. Maafkan appa.. Maafkan appa... Maafkan appa yang melupakan janji itu.."

"Tuan.. Tuan.. Bukankah itu Tuan muda Jaehwan.." tanya sopirnya yang seketika menghentikan mobil

Seketika lamunan hilang dari pikiran Tuan Hwang saat ia mendengar perkataan sopirnya.. Ia menghapus air matanya untuk menperjelas pengelihatannya ke arah yang ditunjukkan sopirnya..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.



[END] 그리워Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang