Menerimamu

8.8K 761 7
                                    


Aina kira kencannya akan dihabiskan di sebuah cafe yang lagi hits atau ngetrend di kalangan anak muda. Kenyataannya Jefran membawa mereka ke sebuah restoran mewah. Jelas Aina takjub sekaligus minder. Aina sadar kehidupan dia dan Jefran bagai langit dan bumi. Kelas mereka beda.

"Dagingnya berkualitas dan makanannya enak," ujar Dion sambil menyeka mulutnya dengan kain serbet. Sejak kapan temannya itu jadi penilai rasa. Aina tak merasakan apapun baginya dagingnya sama saja namun kalau di sini teksturnya mungkin agak keras.

"Hehehe".

"Kenapa kamu nyengir Aina?"

"Perasaan enakan steak bikinan mamah lebih mateng." Dion mencebik, dasar perempuan kampung. Inginnya dia berkata seperti itu tapi mana berani dia ngomong kalau ada Jefran. Bisa di pukul karena ngatain pacarnya. Ana lidah cetakan katering mana bisa mengecap masakan mahal.

"Heem enak punya tante, ini di masak medium." Angel mencoba menjelaskan, Aina memang belum pernah makan makanan yang seperti ini hanya mengangguk-angguk. Tingkat kematangan daging ada tiga, medium, rare, welldone.

" Aina, besok lusa aku tanding basket sama anak SMAN 70. Kalian bakal nonton kan? Tandingnya di SMAN 70." tanya Jefran sambil menggenggam tangan Aina. Sungguh mesra sekali mereka membuat Dion sampai meremas taplak meja, inginnya meremas tangan Angel tapi kan pasti dirinya di damprat.

"Yah jelas bakal nonton lah!! Kita bakal jadi penyemangat, ikut tim Cheers." Aina dan Angel saling memandang mendengar penuturan Dion. Dion ikut tim pemandu sorak, dia pasti berteriak paling depan. "Habis ini kita mau kemana? Kita nonton aja gimana?".

"Ada film horor bagus, kita nonton itu aja".

"Gue takut film horor," ucap Dion.

"Dan gue gak suka film romantis," timpal Jefran dengan sengit. Ia sudah tahu Dion penggemar drama korea dan film romantis bahkan lelaki setengah perempuan itu bisa menangis kalau yang di tontonnya kisah yang memilukan. "Jangan nonton deh, gue punya tempat yang bagus buat nongkrong dan pasti sesuai sama selera Aina."

"Dimana?"

"Udah ikut aja."

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Jefran mengajak mereka ke tempat biasanya anak-anak seusia mereka berkumpul. Sebuah tempat yang bernama 'heaven'. Di sana mereka bebas berekspresi, dari mulai melukis di tembok, dance creation atau free style sepeda atau balapan motor.

"Gimana Loe suka?"Aina memandang takjub ke arah lukisan dinding bergaya abstrak dan sebuah karikatur politik yang ia gemari.

"Suka, bagus banget. Mereka nglukis sendiri? Hebat, Loe tahu gue suka seni?" Mata Aina berbinar, sedang Jefran menatapnya dengan gemas. Jefran sudah mengorek informasi tentang Aina dari mulai, hobi, apa yang ia sukai sampai hewan apa yang Aina benci sekalipun dia tahu.

"Tahu, apa yang loe suka Gue tahu. Kurang baik apa gue?"

"Loe juga tahu apa yang gue suka?". Tanya Dion yang mengharapkan jawaban iya dari Jefran.

"Ih loe najis... loe suka ama apa gue gak peduli". Karena Dion yang mengalihkan perhatiannya. Jefran tak menyadari kalau Aina sudah berkeliling-keliling menikmati pemandangan sekitarnya.

"Aina kemana?".

"Dia jalan-jalan, kayaknya tempat ini lebih menarik dari pada loe," ejek Dion telak. Jefran tahu menarik hati Aina itu sulit walau ia yakin cinta di hati gadis itu akan tumbuh dengan subur kalau Jefran mau sabar menunggu. Tapi sayangnya ia tak suka bersabar.

Kini Jefran melihat Aina sedang bersama temannya yang pandai melukis. Gadis itu bahkan lebih tertarik dengan lukisan gaya freestyle dan banyak berbincang dengan pemuda yang bernama Marco.

"Hai,, ko.. Kalian udah kenalan?" tanyanya pada keduanya, Marco maupun Aina.

"Udah, temen loe ini cantik dan juga banyak tahu soal lukisan." Puji Marco tulus. Dia tentu membuat Jefran cemburu tapi Jefran banyak belajar kemarahan hanya akan membuat Aina jauh darinya.

"Ralat, dia cewek gue. Bukan temen jadi loe mulai bisa jaga jarak atau puji dia jangan di depan gue." Tangan Jefran sudah melingkar pada bahu Aina, tentu tangan lelaki itu berat. Dengan mesra ia menarik pipi Aina untuk mendekat dan dikecupnya beberapa kali.

"Jef....." Aina yang mulai risih menurunkan tangan Jefran. Tapi bukannya turun tangan itu malah meremas lengan nya

"Ups... sorry tapi heran gue. Sejak kapan Jefran jadi pencemburu?"

"Sejak gue tahu punya gue mau diambil orang." Jefran ingin berlalu dari sana tapi Aina terlalu antusias melihat Marco mulai menggerakan kuas. Ia akui memang Marco jago dalam hal seni maklum dia mahasiswa jurusan seni rupa.

"Kamu mau tetap lihat dia nglukis? Aku bisa nglukis lebih baik dari dia!" Aina hanya tersenyum. Ia yakin Jefran hanya bisa melukis celana dalam atau bra para perempuan.

"Nggak usah, kasihan dindingnya." Senyum Jefran langsung luntur. Aina benar-benar bisa menjatuhkan mentalnya.

"Jef... Jefran...!!" Teriak seseorang yang membuat keduanya menoleh. "Mike di kroyok sama anak-anak Pancasila, katanya masalah cewek. Dia babak belur sekarang!!"

Shit, Mike tukang masalah. Playboy tengik, dia tak bisa hidup tanpa perempuan. Yang Mike pikirkan hanya selangkangan dan perempuan cantik.

"Gue ke sana" Tapi saat hendak melangkah ia melihat Aina, pinginnya Aina ia tinggal. Tapi ada Marco yang terus merayu. Sebaiknya ia bawa Aina aja ya?.
"Ai, loe ikut gue." Tanpa aba-aba Jefran menyeret tangan Aina untuk ikut.

🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴🌴

"Berhenti kalian semua, gebukin sepupu gue!!" Teriaknya keras, beberapa orang di sana berhenti memukuli Mike. "Sini lawan kita."

Ternyata Jefran tak sendiri, Ia membawa beberapa temannya. Ia tak terima Mike jadi babak belur, Mereka kini datang untuk menuntut balas. Mata di balas mata, nyawa dibalas nyawa. Tawuran antar dua kubu pun tak terelakkan. Mereka sama-sama masih muda, emosinya masih tinggi. Tak ada yang mau mengalah, Mereka melukai satu sama lain. Mereka sama-sama ingin menang.

"Kok ada tawuran sih? Kita cabut yuk Aina!!" ajak Angel tapi Aina berat meninggalkan tempat itu pasalnya ia tak melihat Dion dimanapun.

"Dion mana?"

"Ikut tawuran sok banget dia."

"LARIIIIII..." tiba-tiba mereka berhamburan keluar 'heaven'. Seperti ada sesuatu yang mereka takuti. Tangan Aina pun tak luput dari cekalan seseorang.

"Ayo... lari... Aina!! Ada polisi...." Mau tak mau kan Aina berlari mengikuti Jefran karena satu tangannya sudah pemuda itu genggam erat. Mereka berlari dengan sangat kencang. Melewati gang-gang dan tanah becek. Aina tak tahu kemana Jefran akan membawanya, ia percayakan keselamatannya dengan Jefran.
Sampai Jefran menyeretnya untuk bersembunyi di belakang bak sampah yang berukuran cukup besar.

"Sstsst.... diem Aina!!" Aina melotot saat tangan Jefran membekap mulutnya. Jarak mereka terlalu dekat. Deru nafas Jefran berhembus tepat di telinga.

"Kita dikejar polisi, loe bisa tenang?" Aina menjawab dengan sebuah anggukan.
"Tunggu mereka pergi dulu. Gue lepas tapi loe jangan berisik."

Mereka terdiam lama, jantung Mereka yang sama-sama berdegup kencang sampai terdengar bersahutan satu sama lain. Entah siapa yang telah mengikis jarak. Wajah mereka kini sudah sangat dekat dengan hidung yang saling bertabrakan, bibir mereka telah bertautan. Jefran meraih pinggang Aina agar tubuh mereka semakin dekat. Aina mengalungkan tangannya pada leher Jefran. Untuk pertama kali ia menerima dan menikmati bibir Jefran. Mereka saling menghisap dan melumat satu sama lain bahkan mereka lupa butuh oksigen.

Mungkin cinta itu sudah tumbuh di hati Aina tapi perempuan itu tak menyadari. Cinta yang di dasari hawa nafsu nyatanya hanya akan jadi penghancur. Mereka akan kalah dengan hasrat muda membara yang akan membakar hati mereka hingga jadi hangus.

🍀🍀🍀🍀🍀🍄🍄🍄🍄

Aina, my nerd girl  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang