8 - Siapa Gadis Itu?

798 52 0
                                    

Kadang Raina juga punya gairah untuk mengerti rasanya jatuh cinta. Umurnya sudah hampir delapan belas tahun. Usia yang lebih dari cukup untuk merasakan bagaimana dicintai dan mencintai. Namun yang paling susah adalah memulai.

Melakukan percobaan awal dalam fase jatuh cinta yaitu berani terluka. Raina sering mendengar curhatan teman-temannya, tentang bagaimana mereka di terbangkan lalu dijatuhkan oleh seseorang, tentang kenyataan bahwa kasmaran adalah perasaan yang paling menyenangkan.

Dirinya selalu dibayangi rasa takut akan patah hati. Belum siap jika harus menambah luka dalam hidupnya yang sudah dipenuhi masalah. Raina meneruskan langkahnya menuju ruang musik, memeriksa barangkali Revan tiba-tiba ada di sana dan menyapanya. Tapi itu tidak terjadi. Revan sedang berada di Jogja, kota pertama yang membuat perpisahan singkat ini terasa sangat membosankan.

Setelah kebersamaan dalam kurun waktu sebulan, setelah badai menerpa kota, tidak pernah terlintas di benak Raina selain nama remaja laki-laki itu. Keadaan yang memaksa mereka bertemu, lalu saling merasa kehilangan saat terpisah puluhan kilo. Peristiwa saat Revan hampir tertimpa kipas angin, saat laki-laki itu menarik tangan Raina di komplek perumahan yang hanya tinggal reruntuhan, dan saat mereka berbagi sebungkus roti.

Langkah Raina terhenti ketika melihat sebuah buku yang kusut jatuh di dekat piano. Diraihnya buku lusuh dan sedikit sobek pada bagian pinggirannya tersebut. Kertasnya sudah usang, mungkin karena terlalu lama dibiarkan tanpa sampul. Buku setebal kamus bahasa Mandarin itu bertuliskan nama pemiliknya.

Revan Pramudya

"Jadi buku ini miliknya?" Raina berbicara sendiri.

Perlahan dia membuka cover buku, rupanya bukan buku biasa, yakni sebuah album foto yang terisi penuh dengan lembaran foto usang.

Lembar demi lembar, tak ada foto lain yang terpasang di sana selain paras cantik perempuan. Seorang gadis yang tak pernah Raina kenal sebelumnya. Siapa dia dan mengapa Revan memasang foto-fotonya dalam sebuah album. Raina mulai menerka, pikirannya jadi tak karuan.

"Apa gadis ini pacar Revan?" Gumamnya pelan.

Raina masih memandang setiap gerak dan pose gadis dalam foto. Wajahnya cantik, terlihat lemah lembut dan lebih feminim dari Raina. Sampai lembar terakhir, tertera nama seseorang yang membuat satu pertanyaan Raina terjawab.

Vika Natalia Alvera

Nama yang indah untuk gadis secantik dia. Raina bergegas pulang, masih dengan menenteng album foto itu. Berusaha menunggu sampai Revan pulang ke Bandung dan menanyakannya langsung.

***

Kota Jogja mengeluarkan aroma tersendiri di pagi hari. Penjual sayuran mendorong gerobaknya, pemasok manik-manik meramaikan pasar-menjual dagangannya, anak-anak sekolah yang berangkat dengan menggunakan becak. Sangat berbeda dengan Bandung, di sini lebih nampak kesederhanaan dari para penduduknya. Mereka lebih memilih gudeg daripada pizza sebagai menu sarapan.

Revan menyeberangi padatnya lalu lintas, ternyata masalah yang satu ini memang selalu marak dimanapun tempatnya-bukan hanya di kota kelahiran saja.

Kurang lima belas menit lagi olimpiade akan dimulai, sementara dirinya masih berada di jarak tujuh kilometer dari tempat ujian. Revan kesiangan karena semalam terlalu larut belajar, mempersiapkan ujian hari ini membuatnya sulit tidur. Dia berusaha mencari celah, memotong jalan menggunakan sepeda motor hasil pinjam Erik-teman sebaya yang tinggal di Jogja.

Revan sampai di tempat tujuan dengan nafas tersengal-sengal, lelah tapi dia harus segera memasuki ruang ujian sebelum pengawas datang. Ketika menapakkan kaki dalam ruangan, puluhan pasang mata tertuju padanya. Revan melirik meja pengawas, belum ada siapapun mendudukinya.

Hujan Dan Kamu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang