10 - Ada Yang Hilang

740 46 0
                                    

Revan spontan memeluk Raina di halaman rumahnya, tangannya masih memegang selembar kertas hasil olimpiade matematika kemarin.

Wajahnya tampak berbeda, belum pernah terlihat bahagia seperti pagi ini. Dua kali Revan memeluk gadis itu, dalam dua peristiwa yang jauh bertolak-belakang. Yang pertama saat Revan begitu hancur karena mendengar berita neneknya meninggal, lalu kedua saat mendapat beasiswa di Universitas Keio, Jepang.

"Hadiah untukku apa?" Ujar Raina menggoda.

"Um.. belum ku pikirkan," Revan pura-pura berpikir.

Kemarin sepulang dari stasiun, Revan sempat melintasi kedai es krim, sepertinya cocok untuk merayakan hari bahagianya. Namun dirinya sama sekali tidak berani mengajak Raina pergi kesana. Sebelumnya, Revan tak pernah mengajak seseorang kencan atau sekedar pergi ke toko es krim berdua.

"Bagaimana kalau hadiahnya jadi guru privat matematikamu sampai Ujian Nasional?"

Raina tersedak, padahal ia menduga Revan akan mengajaknya ke kedai es krim pinggir jalan itu.

"Bo-boleh!" Sahut Raina semangat.

"Tapi ada syaratnya," ucap Revan, "nilaimu harus meningkat setelah belajar denganku."

"Curang ih!"

"E-eh, siapa yang curang? Aku ini prihatin dengan nilaimu, bosan melihatmu dimarahi guru."

Raina mengerucutkan bibirnya, tanpa diceramahi seperti itu dia sudah tahu dari dulu bahwa otaknya punya ruang yang minim untuk menampung pelajaran di sekolah. Secara tidak langsung Revan mengejeknya.

"Jadi kapan mulai?"

"Besok senin ya?"

"SENIN?! Van izinkan otakku beristirahat."

"Rain, otakmu terlalu banyak istirahat sampai susah digunakan," Revan tertawa keras.

Kalau kita baru bertemu hari selasa, akan ada hari senin terlewatkan melihat senyummu, Rain.

Revan memandang gadis di sebelahnya. Dia menemukan gadis itu di peristiwa yang menyedihkan, awalnya harus meruntuhkan rasa gugup untuk berbincang dengan Raina. Namun semakin hari Revan merasakan Raina adalah satu-satunya kesenangan sekaligus kesedihan yang dia punya.

Badai pasti berlalu entah berapa lama harus bertahan, tapi semenjak Raina hadir, beban dalam hidup Revan berkurang perlahan-lahan. Tuhan mengganti kenangan buruk kemarin dengan kedatangan gadis itu. Ia diberi kesempatan untuk membuka dan menulis kenangan baru di lembar yang baru, bersama Raina gadis pecinta hujan.

***

Revan masih memimpin arah perjalanan, sementara Raina mengikuti di belakang. Seperti dugaannya, Raina pasti kebingungan. Kemana lagi laki-laki bertubuh jangkung ini membawa dirinya pergi.

Sudah sampai tujuan, langkah Revan terhenti begitu juga dengan Raina. Berjalan tiga kilometer dari rumah Revan ternyata tujuannya adalah taman kota. Tiba-tiba senyum menyimpul di wajah manis Raina, Revan tahu dia pasti sedang merindukan tempat sederhana ini, duduk di bangku taman ini.

Setelah dirasa pas untuk menanyakan hasrat terpendam belakangan ini, Raina mengeluarkan sebuah album foto. Sontak Revan mengernyitkan dahi, benda itu tampak tidak asing. Di bagian cover juga tertulis namanya, jelas itu album foto miliknya.

"Album itu kamu dapat darimana?"

"Um.. di ruang musik," Raina memandang album di tangannya, "maaf mengambilnya tanpa izin."

"Kita ini sudah tidak punya keluarga, Rain. Barangku menjadi milikmu juga. Kamu satu-satunya keluarga yang aku punya."

Kalimat yang begitu teduh, Revan seperti tidak sepenuhnya sadar barusan mengatakannya. Melihat ekspresi Raina yang sedikit mendung, ia langsung paham pasti Raina ingin menanyakan siapa gadis yang terpampang di setiap kertas dalam album foto itu.

Hujan Dan Kamu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang