"Silakan nak Rizal kalau-kalau ada yang ingin diketahui dari Khaira" ujar papa sambil terus memasang wajah bahagia karena Rizal terlihat menyukaiku.
"Tenang saja, Khaira sudah punya butik sendiri, lho nak Rizal. Dia sendiri yang mengelola" mami pun memamerkan kebanggannya sambil terus tersenyum.
"Dengan Zahira, mi" ujarku sambil menahan egoku untuk tidak terlihat riya, pamer, dan semacamnya.
"Eh tetap saja kamu yang punya, Zahira kan hanya membantu" timpal mami.
"Hebat sekali ya Khaira" Rizal pun tersenyum lagi ke arahku. Yang kutangkap dari sorotan matanya, dia memang benar suka dan kagum terhadapku. Tapi entah kenapa aku belum merasakan timbal baliknya.
"Kalau Rizal sendiri, bagaimana?" tanya papa.
"Baru saja 1 bulan yang lalu dia buka bisnis restoran, modalnya pun hasil keringat sendiri yang sebelumnya membantu suami saya mengurus perusahaan" tante Sita pun menunjukkan kebanggaan terhadap anaknya itu.
Kami semua pun berbincang-bincang perihal kehidupan masing-masing. Tentang Rizal yang pernah kuliah di Kairo, hingga ia pernah mengalami kekecewaan yang sama sepertiku. Ditinggal menikah oleh orang yang kami sayang. Ada sedikit terbesit dihati bahwa Rizal mempunyai kecocokkan denganku, seperti mengelola bisnis sendiri misalnya. Tapi aku masih ragu apakah dia memang yang terbaik atau hanya akan memberi kekecewaan yang sama pada ujungnya? Entahlah, biar Allah yang mengatur.
"Wah seru, ya. Nak Khaira juga sangat cocok pemikirannya dengan saya. Apalagi kalau jadi menantu, setiap hari bisa berbagi cerita" tante Sita dengan santainya berbicara seperti itu.
Hah! Aku hanya tersenyum tipis. Meskipun aku tahu ini berujung pada perjodohan, tetap saja kaget ketika dibilang jadi menantu tante Sita. Mungkin karena aku masih ragu.
"Memangnya nak Rizal suka sama Khaira?" tanya papa lagi.
Rizal tersipu malu, pipinya merah menghiasi wajahnya yang putih bersih. Memang, aku tidak munafik, untuk standar fisik Rizal jauh lebih tampan dari Angga. Tapi untuk hati aku belum tahu, yang aku tahu Angga setia. Namun Rizal, dari wajahnya kurang meyakinkan bahwa ia memang benar-benar suka terhadapku.
"Saya menyukai Khaira dari cara ia menyampaikan sesuatu secara cerdas. Dan ia sepertinya bisa menjadi ibu yang baik" aku tetap tertunduk dengan sedikit senyuman kala Rizal berkata seperti itu.
"Nak Khaira apakah suka juga sama Rizal?" tanya om Rendi.
Aku mengangkat sedikit kepalaku yang tertunduk. Baru saja aku mau mengatakan bahwa aku masih ragu, tiba-tiba mami langsung nyerobot berbicara,
"Ya pasti lah, apalagi dari kemarin ingin cepet-cepet ketemu nak Rizal. Juga Rizal ini masuk sekali sama tipenya Khaira"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Hijrah ku
SpiritualApa yang harus aku lakukan kala ikhwan itu datang dan kembali menanyakan cinta? Dan apa yang harus aku katakan padanya kala ia menanyakan tentang pernikahan?