Keesokan harinya aku mencoba kerudung yang baru saja kubeli. Hmm warna item netral nih, aku pakai sama kaos kuning saja, gumamku.
Aku keluar kamar, tepat sekali 3 langkah keluar aku melihat siaran televisi yang menyiarkan dakwah tentang aurat. Ku dengarkan ternyata bagian dada pun aurat. Aku putuskan masuk kembali ke dalam kamarku untuk memanjangkan hijabku.
"Selesai" dengan perasaan bangga aku keluar kamar dengan memakai kerudung syar'i.
Dan baru saja 5 langkah keluar rumah, dakwah tersebut menjelaskan bahwa kaki juga aurat. Oke aku harus beli kaos kaki!
Saat itu juga kuputuskan untuk membeli kaos kaki di mall terdekat."Mau kemana, teh?" tanya papa dengan penuh keheranan. Karena biasanya aku keluar rumah memang dengan rambutku yang ku catok curl.
Translate : (teh, panggilan untuk adik kepada seorang kakak perempuan, dan siapapun yang lebih tua perempuan. Seperti mbak, kakak (perempuan))."Mau ke mall pah, cari kaos kaki" ujar ku.
"Eueluh euleuh, kamu gak gerah itu pakai kerudung? Mall penuh kalau libur, kamu gak takut hijab kamu di tarik orang? Atau ribet kegerahan?" ujar mami.
"Papa, Mami, ini juga buat kalian terutama papi. Biar papi gak ditarik terus menuju neraka sama teteh karena teteh gak nutup aurat" ucapku.
"Tapi itu kan gak cocok sama kamu, masa baju kuning dan item. Kayak lebah"
"Mami gimana sih? Bukannya dukung anaknya jadi lebih baik malah bikin down!" seruku sambil berlari menuju kamar dan tidak jadi pergi mall.
Ku banting pintu dengan keras. Brug!!!
"Aku benci Mami sama papa, benci!!!" teriakku dari balik pintu kamar.
"Kalau kalian gak paham dengan apa itu hijrah, harusnya kalian cukup mendukung. Bukan menghalang!!" susulku.
"Buka! Buka!!" papa mencoba membuka pintu kamarku.
"Gak!! Aku pengen sendiri. Kalian gak pernah mengerti apa yang aku rasain kala memutuskan semua ini (hijrah)" semakin deraslah air mataku.
"Kamu gak usah fanatik ya. Papa lebih banyak pengalaman dari pada kamu. Dengan kamu melawan orang tua, hijrahmu gagal. GAGAL!!!" teriak papa dari balik pintu.
Deras. Semakin deras. Dannn ya. Semakin deras amat sangat deras air mata yang mengalir di pipiku. Papa bilang hijrahku gagal? Aku ingin berontak dengan pernyataan papa. Aku belum gagal dan tidak akan pernah gagal. Tapi aku harus bagaimana? Rasanya aku ingin pergi dari rumah ini tapi kemana? Aku hanya ingin memperbaiki diri itu saja. Bukan untuk dipuji, apalagi dikagumi. Bukan. Tapi mereka sudah salah persepsi terhadapku. Apa yang aku rasakan sekarang? Kecewa.
***
Bagaimana sampai sini? Mohon beri dukungan suara beserta comment bagaimana tentang ceritanya, atau usul hari apa saja harus update. Karena 1 dukungan suara beserta comment dari kalian sangat berharga bagi penulis:) semoga rahmat Allah selalu bersama kalian:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Hijrah ku
SpiritualApa yang harus aku lakukan kala ikhwan itu datang dan kembali menanyakan cinta? Dan apa yang harus aku katakan padanya kala ia menanyakan tentang pernikahan?