"Angga, boleh kita ketemu?" itulah kalimat chatting pertamaku pada Angga.
Angga tidak langsung membalas karena mungkin ia sibuk dan dengar-dengar pun katanya Angga sekarang sedang mengurus bisnis papanya.
"Boleh, dimana?" balas lelaki itu setelah sekitar 2 jam chatku terkirim padanya.
"Ditaman dekat rumahku saja"
"Oke. Aku kesana sekarang"
Aku duduk dibangku taman berwarna putih itu. Aku menggunakan hijab dan baju yang sama saat kemarin dipakai. Tidak terlalu lama, Angga datang bersama Jenna. Jenna yang waktu itu dibicarakan olehnya ternyata terlihat anggun dan santun. Dia tinggi, putih, dan wajahnya blasteran sunda Belanda.
"Assalamualaikum ukhty" sapa perempuan anggun itu padaku.
"Eh, waalaikumsalam ukhty" jawab ku dengan ramah.
"Khaira, kenalin ini Jenna. Dan Jenna, ini Khaira" ucap Angga.
"Cantik ya ternyata. Lebih cantik daripada yang Angga bicarakan"
"Cantikan kamu ah, Jen" ujarku.
"Katanya, Khaira ini sedang proses hijrah?" tanya nya.
"Iya, jadi begini..." ku ceritakan semuanya pada Jenna dan Angga.
Tentang kejadian awal aku ingin berhijab, hingga saat aku menggunakan hijab, dan kejadian kemarin yang membuatku cukup kecewa.
"Teruskan. Itu tidak seberapa dengan apa yang saya alami" kata Jenna dengan nada yang makin merendah di akhir kalimat. Ia mengusap air mata yang keluar dari pelupuk mataku.
"Dia mualaf, Khai" ujar Angga.
Aku menaikkan sedikit kepalaku yang menunduk, "mualaf?" tanya ku.
"Iya, saya mualaf :)"
"Kok bisa?" tanya ku lagi.
"Saya lahir dalam keluarga berbeda agama. Ayah saya seorang muslim dan ibu saya seorang protestan. Saya mengikuti keyakinan ibu saya. Di usia 15 tahun, tepatnya kelas 1 SMA, saya melihat banyak sekali orang yang berhijab terlihat lebih cantik aura nya. Beda saja. Diam-diam saya mencari tahu tentang islam tapi tanpa bertanya pada siapapun termasuk ayah saya. Diam-diam pula saya membaca isi al-quran milik ayah saya dan berharap tidak ada yang tahu termasuk ibu"
Dia menghela nafas sejenak sambil sedikit menahan air mata yang akan keluar.
"Disitu saya menutup mata saya dan berharap Tuhan akan memberikan saya hidayah lewat semua ini. Saya tutup mata saya, dan saya membuka al-quran dengan mata tertutup, ketika saya membuka mata dan ajaibnya saya diberi hidayah lewat salah satu surat yang intinya menyatakan bahwa Tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dari situ kekhawatiran saya terjawab. Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya masuk islam. Saya search Google lagi. Dan setelah itu baru saya nyatakan saya ingin menjadi muslim. Oh tapi saya belum bicara sama papah saya waktu itu."
"Lho, terus sekarang?" tanya ku.
"Sekarang sih semua anggota keluarga sudah tahu. Mama menolak keras keinginan saya menjadi muslim. Semua teman-teman gereja saya menjauhi saya. Tapi sungguh Allah sangat besar kuasa, saya menjadi kuat dengan adanya cobaan tersebut."
Mendengar cerita tersebut, ada terbesit dibenakku apakah aku orang yang paling tidak bersyukur di dunia ini? Menurut kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Hijrah ku
EspiritualApa yang harus aku lakukan kala ikhwan itu datang dan kembali menanyakan cinta? Dan apa yang harus aku katakan padanya kala ia menanyakan tentang pernikahan?