Ustadzah Asma pun berdiri dari duduknya.
"Teman-teman semua, mari kita doakan bersama-sama agar kedua ukhty ini dapat istiqamah. Mari kita membaca Al-Fatihah untuk mendoakan mereka. Terkhusus untuk diri sendiri pula"
Seketika suasana menjadi hening dan larut dalam bacaan Al-Fatihah. Dalam fikirku apa ini? Aku belum siap!
"Silakan mbaknya boleh duduk kembali" kata sang pembawa acara.
Tanpa terasa, acara pun selesai dan kami pun hendak pulang.
"Zah, kapan-kapan beritahu aku dulu ya kalau mau hadir seminar." ucapku.
"Lho, aku kan sudah beritahu kamu, Khai!" timpalnya.
"Temanya, Zah. Kalau aku salah kostum lagi bagaimana? Lagian aku belum siap berhijab apalagi berhijrah, Zah."
"Semua butuh proses. Proses itu tidak akan kamu rasakan sekarang memang. Tapi nanti. Nanti ketika Allah ingin bertamu dalam hatimu"
Aku hanya diam dan tertegun. Apa ini? Dalam hatiku saja belum terbesit akan adanya hijrah yang akan bertamu. Toh, aku masih ingin meng curly rambutku, mewarnainya dengan sesukaku, dan memotongnya se inginku.
"Zah, bajumu aku cuci dulu ya, besok ku kembalikan" ujar ku seraya berpisah dengan Zahira untuk pulang.
Sesampainya dirumah, aku segera masuk kamar hendak mengganti pakaian ku. Tiba-tiba...
"Eh eh eh.. Ini teh anak mami? Sejak kapan atuh ini teh pakai pakaian seperti ini? Siapa yang beliin bajunya?" tanya mami dengan penuh kaget.
"Bajunya Zahira, mi. Udah ah, Khaira mau mandi, cape" ucapku seraya berjalan menuju kamar.
"Euleuh euleuh.. Nya kunaon atuh anak abdi janten kitu? Apa aya nu mangaruhan nya gusti?" gumamnya sambil masih penuh tanda tanya.
-translate: (Aduh aduh.. Kenapa anak saya seperti itu? Apakah ada yang memengaruhi wahai Allah?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Hijrah ku
SpiritualApa yang harus aku lakukan kala ikhwan itu datang dan kembali menanyakan cinta? Dan apa yang harus aku katakan padanya kala ia menanyakan tentang pernikahan?