Tujuh Belas

2.2K 138 6
                                    

"Lihat ke atas ya matanya, saya pakaikan bulu mata palsu bawah, jangan ngedip, ya"

Mba Eni, ia sudah menjadi tukang rias pengantin dari sejak zamannya mami menikah. Dulu juga mami dirias oleh mba Eni, hanya saja ia hanya sedikit membantu karena peran utama dalam merias pengantin waktu itu adalah ibunya, yakni tante Siti. Hanya saja tante Siti sudah tidak ada sekarang, kita doakan yang terbaik untuk alhmarhumah.

"Lho, belum juga akad sudah menangis toh?" ucapnya seraya mengambil tisu untuk mengelap air mataku. Bukan. Bukan karena terharu, tapi karena mataku memang perih saat pemasangan bulu mata palsu itu. Apalagi dasarku ini memang tidak berdandan. Sehari-hari aku hanya memakai pelembab dan bedak bayi, sudah itu saja. Make up? Aku tidak punya.

"Mba, Khai gak mau pakai itu ah" rengekku. Jujur aku tidak sanggup untuk berdandan tebal. Ya meskipun memang kebanyakan pengantin harus berdandan seperti itu.

"Ih, nanti tidak cantik. Tahan sedikit ya"

"Perih mba, apalagi pakai bulu mata ini kan bukan hanya 5 menit, bisa seharian bahkan saat resepsi juga"

"Lho, nanti kamu tidak pangling. Nanti tamu yang datang mudah mengenali kamu"

"Lho, tidak apa apa lah mba. Toh biar semua orang tahu kalau pengantinnya itu bener-bener Khaira. Terus kalau nanti pernikahannya batal gimana?"

"Kok batal?" tanyanya heran.

"Ya batal mba, kan mas Azmi juga bisa saja tidak mengenali Khaira. Tiba-tiba mas Azmi pergi begitu saja karena dikira pengantin wanitanya adalah tetangga sebelah. Gimana?"  dengan polosnya aku berucap seperti itu. Selalu mencari alasan untuk dimengerti adalah Khaira.

"Hahaha ya tidak mungkin seperti itu, memangnya mas Azmi bocah SD kelas 3"  tawa mba Eni seakan menertawakan seorang bocah polos.

Hmm ya sudah, aku tidak bisa apa-apa lagi. Mau tidak mau aku harus nurut.

Tiba-tiba mami datang ingin melihatku ketika dirias yang super duper tidak nyaman ini.

"Euleuh euleuh.. Anak mami teh mani cantik gini atuh, mami jadi makin bangga punya anak cantik seperti Khaira."

Aku hanya diam saja, dan mungkin wajahku sedikit ditekuk.

"Jangan cemberut gitu atuh, nanti Azmi sukanya sama mami gimana?" ledek mami.

"Iii... Mami apaan sih" dan berkat kalimat mami itu, senyum manisku kembali ke wajahku.

"Sudah selesai, wahh pangling kan beneran"  mba Eni merasa puas dengan dandanannya.

Begitu kulihat kaca, HAH????!!!!

***

Diruang bawah, tempat akad...

"Pengantin pria sudah datang.. Pengantin pria sudah datang!!!" teriak om ku.

"5 menit lagi mereka sampai! Siap-siap cepat!" lanjutnya.

Dan benar, setelah kurang lebih 5 menit, Azmi beserta keluarganya pun datang.

Suasana hatiku entah kenapa menjadi tegang. Hatiku berdetak tak menentu. Seakan aku menjadi ratu kala itu. Kudengar Azmi tengah mengucapkan akad suci itu. Air mataku menetes, haru memenuhi hatiku. Ada perasaan tidak menyangka karena akhirnya impianku selama ini untuk menjadi seorang istri dari seorang hafidz quran akhirnya terwujud.

"Mami, Khai pengen pipis," rengekku. Tak tahu, tiba-tiba perasaan bercampur aduk.

"Lho, lho.. Ini sebentar lagi kamu harus turun, kenapa tidak dari tadi atuh?"

Dibalik Hijrah kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang