"Aku pengen berhijab!" ucapku.
"Khai, nggak ah. Nanti kamu harus datang terus ke pengajian. Terus waktu nongkrongnya kapan?" ujar Fida dengan nada yang sedikit kaget.
"Tapi aku ingin jadi lebih baik, Fid"
"Nggak, nggak. Nanti kamu jadi kuno, ih! Liat aja Zahira, dia tidak mau kalau diajak nongkrong dan bergabung dengan laki-laki. Padahal kan asal tidak nakal. Aku belum setuju, Khai" ucap Gina.
"Betul, Khai. Kamu nanti gimana bisa dapat pacar coba kalau berhijab?" disusul Sarah berpendapat.
Apa yang aku rasakan kala itu? Sakit? Sudah tentu. Sedih? Tidak usah ditanya seberapa sedih. Kecewa? Amat sangat. Tekad sirna? Pasti. Lalu aku harus bagaimana lagi untuk meyakinkan mereka kalau jalan ini (hijrah) tidak sepenuhnya salah.
Pulang kampus, ku putuskan untuk membeli kerudung. Karena kebetulan, 2 minggu yang lalu aku mengantar Zahira membeli gamis beserta kerudung. Toko Salma namanya. Aku masuk, dan...
"Khaira?" ucap Angga seraya menyapaku.
"Apa kabar?" lanjutnya.
"Angga? Kabar baik. Wah, lagi apa kamu disini?" ujar ku.
"Biasa, anter mama beli bahan. Kamu sendiri ngapain?"
"Aku.. Aku mau beli kerudung" jawab ku dengan nada yang semakin rendah.
Aku takut Angga akan mentertawakanku jika aku ingin hijrah. Aku takut nyali ku semakin kecil. Aku takut Angga meragukan keputusan ku, sama seperti yang lain.
"Kamu mau pake hijab, Khai?"
"Nyoba aja dulu sih"
"Kamu harus yakin dong, Khai. Jangan pesimis. Kamu pasti bisa hijrah. Oh iya, aku punya teman, dia pun memutuskan berhijrah satu tahun yang lalu, kalau kamu mau kamu bisa sharing sama dia"
Aku hanya tertegun dengan rasa malu pada diriku sendiri. Angga tidak seperti yang lain. Ia mendukungku. Aku jadi tidak merasa sendiri karena dukungan darinya, dan itu yang aku butuhkan sekarang.
"Ini kontaknya, namanya Jenna. Kamu bisa langsung chat dan sharing sama dia. Karena Jenna itu mudah akrab, tidak sombong pula" ujarnya.
"Makasih Angga. Nanti aku coba"
"Yasudah kalau begitu aku pulang dulu ya, mama juga sepertinya sudah selesai belanja. InsyaAllah kita bertemu lagi, Khai"
Aku melihat Angga yang membantu membawakan belanjaan mamanya. Begitu tenteram dilihat, karena Angga tidak seperti lelaki kebanyakan yang hanya bisa membuat pusing orang tuanya, dan selalu menyakiti hati ibunya. Apalagi diusia seperti ini, usia yang kebanyakan kebakaran dan pergaulan bebas dilakukan. Tapi tidak dengan Angga.
"Mbak, nyari apa? Ada yang bisa saya bantu?" ucap penjaga toko tersebut.
Astagfirullah, aku lupa kalau tujuanku kesini adalah membeli kerudung, bukan memikirkan Angga!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Hijrah ku
SpiritualApa yang harus aku lakukan kala ikhwan itu datang dan kembali menanyakan cinta? Dan apa yang harus aku katakan padanya kala ia menanyakan tentang pernikahan?