Tigabelas

82 6 0
                                    

Ale berlari keluar dari kamarnya. Danish sudah menunggunya sedari tadi. Ia ketiduran hingga jam setengah 7. Dan yang lebih menyebalkan adalah, dirinya tidak dibangunkan. Ale melihat Danish sudah duduk di sofa ruang tamu bersama Mawar. Tatapannya datar. Ale jadi takut jika Danish marah kepadanya. Tamatlah riwayatnya.

"Ale berangkat dulu, mamaku" pamit Ale.

Setelahnya, mereka berdua berjalan keluar rumah besar itu. Danish tidak membawa motor metiknya, melainkan mobilnya yang sudah terparkir rapi di depan rumah Ale. Ale masuk ke dalam mobil. Ale menoleh ke Danish.

"Danish nunggunya lama ya, maaf ya. Ale ketiduran tadi" ucapnya yang tidak ada respon dari Danish. Ale meremas jarinya. Kalo begini sudah jelas Danish marah.

"Tumben Danish bawa mobil?" Tanya Ale mencoba mengajak Danish berbicara.

"Diluar dingin. Kalo gue bawa motor, Lo bisa kena angin malam." Jawab Danish.

Membuat Ale menahan senyumnya. Ia senang jika Danish mengawatirkannya.
"Danish khawatir ya, sama Ale?" Tanya Ale.

Danish menghela nafas. "Gue yang ngajak Lo. Nanti kalo Lo sakit, gue yang disalahin. Gue tanggung jawab. Enggak kayak Lo"

Ale terdiam. Nyindir ceritanya. Ale menyengir kuda. "Hehe..kan Ale gak sengaja. Lagian Ale bakal beliin baju buat Danish kok" balas Ale.

"Lo beli baju sebanyak 20 biji, juga gak bakal bisa ngembaliin baju gue yang harganya lima juta"

Ale terbelalak. Bajunya 5 juta sudah ia rusak? Mangkanya Danish marah besar. Jika baju Ale yang harganya segitu dirusak, dia juga bakal marah. Melebihi marahnya Danish malah. Ale benar-benar merasa bersalah.

"Maafin Ale ya Danish" ucapnya menunduk. Danish menatap lurus ke depan dengan tatapan datar yang terkesan sangat dingin.

"Oh ya, kok Danish bisa tahu, kalo baju Danish Ale rusak?" Tanya Ale penasaran.

"Dari mata Lo udah kelihatan, kalo Lo emang ngrusak baju gue. Lo cewek yang mudah ketebak" ucapnya yang masih menatap lurus.

Ale terdiam. Mudah ketebak?
"Maksudnya, Danish bisa baca pikiran Ale?" Tanya Ale yang masih tak mengerti.

"Bukan. Insting gue sangat kuat saat seseorang sedang menyembunyikan sesuatu." Ucap Danish. Ale manggut-manggut.

Setelah beberapa lamanya keheningan di dalam mobil, mereka berdua telah sampai di depan Mall besar yang terkenal di Jakarta. Keduanya keluar mobil. Dan berjalan sejajar. Sayangnya langkah Danish lebih lebar dari Ale. Hingga Ale harus selalu menyesuaikan langkah Danish agar bisa sejajar.

Mereka berdua sedang mencari-cari toko baju yang cocok dengan bajunya. Setidaknya sedikit mirip walau tidak sesempurna baju impor nya.
Ale celingak-celinguk. Setibanya, ia melihat baju yang berwarna abu-abu. Ale menunjuk toko itu dan Danish pun mengikuti arah pandang Ale. Mereka memasuki toko yang terlihat elegan dengan dekorasi yang menyerupai toko yang berada di luar negri. Ale berfikir, melihat dekorasi yang sepertinya berada di luar negeri, pasti ada baju yang mirip dengan bajunya Danish. Semoga saja, apa yang diinginkan Ale terkabul.

Ale mengambil baju yang berwarna abu-abu. Lalu menyodorkan ke Danish.
"Danish ini mirip gak sih?" Tanya Ale menempelkan baju itu di tubuh Danish.

"Beda" jawabnya.

Ale mengernyit. Menurutnya ini mirip dengan bajunya. Warnanya abu-abu, ada kerahnya, ada dua kancing di atasnya. Tapi kenapa Danish bilang tidak mirip. Yah, walaupun ini bukan impor London juga sih.

"Lah? Danish ini mirip banget. Apanya yang beda" protes Ale.

Danish menghela nafas. "Harganya. Baju gue 5 juta. Kalo ini paling cuman 500 gak sampe" ujarnya begitu sombong.

NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang