Duapuluh Delapan

81 4 5
                                    

      Danish terdiam sangat lama. Dadanya semakin sesak. Hatinya hancur berkeping. Seakan tidak ada tujuan hidup. Lebay.
Danish memejamkan kan matanya. Ingin sekali ia menghabisi semua orang yang ada di sekitarnya saat ini.

"Nish. Lo dengerin gak?" Tanya Rio.

Danish membuka matanya secara perlahan. Ia menoleh ke Rio dengan tatapannya yang menyeramkan. Danish ingin pelampiaskan kemarahannya dengan menghajar Rio di hadapannya sekarang. Tapi ia masih bisa berpikir. Ia sedang di lingkungan sekolah terutama di depan kelasnya. Masih mending jika berantemnya di rooftops atau di taman. Juga Rio adalah sahabatnya. Tidak mungkin Danish akan menghabisi Rio hingga pada akhirnya Rio akan obname di rumah sakit. Danish adalah lelaki yang menyeramkan jika sedang marah. Sekali saja amarahnya memuncak, ia akan menghabisi semua orang dengan pukulan mematikannya.

Danish segera berlari menjauh dari Rio sebelum amarahnya tidak bisa terkontrol. Ia berlari menuju taman belakang. Rio yang ditinggal pun kebingungan.

"Kasihan gue sama jalan hidup Lo Nish. Dan Bagas, Orang teraneh yang pernah gue temui!" Ucap Rio menggeleng kepalanya.

Danish duduk di bangku taman. Ia mengusap mukanya kasar. Lalu menutupnya dengan kedua tangannya. Kerapuhan hati itu kembali datang. Ini memang salah Bagas. Bagas merebut Erika darinya. Tapi tidak seutuhnya salah Bagas. Ini juga salah Danish. Jika sudah mencintai seutuhnya mengapa tidak dinyatakan saja? Kalau diambil orang, nyesel juga kan?

Danish hanya perlu memikirkan sesuatu. Alasan mengapa ia tidak segera menyatakan cintanya kepada Erika. Danish ragu. Danish sudah mencintai Erika. Tapi tetap saja rasa ragu itu menghambatnya. Ia meragukan Erika karena teman-temannya mengatakan bahwa Erika cewek yang tidak baik. Terus terang saja Danish juga takut ia akan disakiti Erika. Dan benar saja. Ia tersakiti lagi.

"Nish, gue mau bilang. Kalo.... kemarin Bagas sama Erika resmi pacaran. Lo sakit hati?"

Tentunya pertanyaan bodoh itu membuat Danish kesal. Jelas saja Danish sakit hati. Apalagi yang merebut Erika adalah sahabat sendiri. Komplit sudah rasa perih di hatinya.

"Ale yang bilang ke gue. Tapi Ale gak bilang, alasan kenapa Bagas nembak Erika. Mungkin dia udah suka sama Erika lama, sebelum Lo. Makanya dia gak bisa nahan, pengen nyatain ke Erika..."

Dada Danish bergemuruh dan menahan gejolak yang kian lama akan meluap-luap. Ingin sekali ia menonjok wajah Bagas sekarang. Bagas pengkhianat. Dua kata itu yang terus Danish katakan dalam hatinya. Tangannya begitu gatal untuk segera menghajar Bagas. Danish tidak habis pikir. Jadi dibalik mengapa Danish tidak boleh pacaran dengan Erika, ternyata Bagas yang suka sama Erika? Dengan modus, mengatakan bahwa Erika itu gak baik? Bejat!

Napas Danish mulai tak beraturan. Ia mengeluarkan ponselnya lalu menekan tombol telepon.

"Panggil Bagas ke taman! Sekarang!" Teriak Danish lalu memutuskan sambungannya.

Ia memejamkan matanya kembali. Tak begitu lama menunggu, suara langkah terdengar di pendengarannya membuat Danish membuka mata. Ia melihat Bagas yang berjalan ke arahnya dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam kantung dan menatap santai ke arah Danish. Melihat wajah itu, Bagas benar-benar ingin dipukuli. Danish berdiri lalu langsung melayangkan pukulan di sudut bibir Bagas.

Membuat Bagas tersungkur ke tanah. Pukulan Danish benar-benar sangat kuat. Bagas memegangi bibirnya yang sudah mengeluarkan darah. Danish mencengkeram kuat kerah baju Bagas.

"KENAPA LO REBUT RIKA, SAT?!! PENGKHIANAT LO!!" Teriak Danish dengan amarahnya yang penuh.

Bagas hanya diam saja.

Danish justru semakin kesal. Ia menonjok pipi Bagas lagi. Membuat Bagas kembali jatuh ke tanah. Danish menonjok perut Bagas hingga ia menggeram sakit.

NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang