Empatbelas

88 3 0
                                    

      Ale berlari kesana-kemari dengan senang. Ia tertawa ria seakan-akan ia tidak mempunyai beban pikiran sama sekali. Ale terus berteriak histeris ketika Lesi berusaha menangkapnya. Anak-anak yang lain hanya memerhatikan kedua bocah abstrak itu. Termasuk Raya yang bersedekap tangan melihat Lesi dan Ale.

"Lesii!! Jangan tangkap Ale!" Teriaknya ketika Lesi berlari mendekatinya.

"Bodoamat" ucapnya terus mengejar Ale.

Lesi berhasil menangkap Ale dan mendorong Ale hingga jatuh. Keduanya terjatuh di lapangan dan menidurkan badannya di tengah lapangan dengan sinar matahari yang masih belum panas. Ale memegang dadanya. Nafasnya masih belum stabil, begitupun Lesi.

"Bolanya kemana tadi?" Tanya Lesi melihat sekeliling tidak ada bola yang ingin ia rebut dari Ale. Ale mengedikkan bahunya tanda tak tahu.

Lesi bangkit dari tidurnya dan mencari bola itu. Sekarang kelas IPA 1 sedang olahraga. Seharusnya, jam segini mereka sudah istirahat dari olahraganya dan bergegas ke kantin. Tapi Ale mengajak Lesi bermain bola dahulu. Lesi mengamuk ketika bolanya direbut Ale dan dibawa pergi olehnya. Dan terjadilah kejar-kejaran. Anak-anak lain yang ingin ke kantin pun terhenti dan menonton mereka yang sedang asik kejar-kejaran. Yang lain ikut tertawa melihat ekspresi keduanya. Raya hanya tersenyum kecil. Merasa rindu dengan semua canda tawa itu.

"Lesi, ke kantin kuy" ajak Ale yang menghampiri Lesi. Lesi pun menurut dan mengikuti Ale ke kantin.

Ale duduk di meja dekat Lesi. Mereka sedang minum air putih. Di tengah asiknya minum, ada segerombolan cowok duduk di meja Ale dan Lesi. Membuat Ale mengernyit.

"Yang bolehin kalian duduk disini tuh siapa?" Sewot Ale melihat Bagas, Bima, Rio, duduk di meja mereka tanpa permisi.

"Alah biasanya juga begono" ucap Bima.

Ale memutar bola matanya. "Kagak ada jam ya, cogan?" Tanya Ale.

"Tanya sama siapa?" Bagas tanya balik.

"Ya kalian lah, masak iya sama orang gila depan kompleks. Bisa juga sih"

Bagas terkekeh pelan. "Lo sih, manggilnya cogan. Kan disini yang cogan cuman gue" ucapnya yakin.

Rio dan Bima mengusap kasar wajah Bagas. "Semilikiti Lo. Wajah panci jebol ngakunya Manurios. Kagak pantes Lo bulu ketek" cibir Bima.

Rio menatap Lesi lekat. Keduanya sedang tatapan. membuat Ale, Bima, dan Bagas, serasa menjadi nyamuk.
"Ah elahh, Kita pergi aja kalo begitu" ucap Bagas menggebrak meja.

"Apaan sih Lo. Yaudah Si, kita ke taman aja yuk" ajak Rio kepada Lesi Menaik turunkan alisnya. Dengan sangat malu, Lesi berdiri dan mengikuti Rio yang sudah jauh berjalan.

Ketiga curut itu hanya menatap mereka iri. "Lo iri ya, liat Lesi sama Rio?" Tanya Bima menatap Ale yang seolah-olah pengen seperti itu.

Ale menggeleng. "Enggak kok biasa aja. Lagian Ale bingung juga sih sama yang namanya cinta. Membuat orang galak seperti Lesi yang udah kayak macan, tiba-tiba liat si Rio jinak seperti kucing Persia yang lucu nan imut gitu" heran Ale.

Bagas tersenyum. "Namanya juga cinta. Eh, btw gimana nih acara jalannya sama Danish. Udah gerak cepat Lo ternyata. Kenapa gak bilang gue?"

Ale terbelalak. "Kok Bagas tahu kalo semalam Ale ke mall sama Danish?" Tanya ale.

"Ya Taulah. Bagas gitu loh" sombong nya. Ale memutar bola matanya.

"Gerak cepat gimana sih, Ale gak mau suka sama Danish. Danish juga udah suka sama yang lain" ucap Ale menolak.

Bima terdiam. "Kita jomblangin Lo sama Danish agar Danish gak disakitin hatinya untuk yang kedua kalinya. Erika itu busuk. Lo gak tahu sih. Kita setuju Danish sama lo, karna kita tau kalo Lo gak bakal nyakitin hati Danish." timbrung Bima.

NyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang