Hujan deras melandah ibu kota pagi ini, seolah mengerti apa yang di rasakan oleh gadis malang yang sedang berjalan di koridor. Langit seolah ikut menumpahkan kesedihannya.
Sheila melangkah melewati koridor sekolah dengan langkah malas, seragamnya sedikit basah terkena rintikan hujan.
Hari ini ia sudah siap menghadapi semua rasa sakit lagi, seperti yang di katakan nya kemarin. Dia akan menyapa tapi tak di pedulikan bahkan akan di berikan sarapan pagi dengan kata-kata yang sangat pedas mikik cowok itu. Tapi tetap saja akan di hiraukan olehnya.
Ia melangkah memasuki kelas, beberapa kali ia menghembuskan nafas perlahan. Ia melihat kearah Arvin, yang ternyata pria itu juga sedang melihatnya. Sheila tersenyum kecil tapi tak ada tanggapan dari pria itu.
Sudah di duga.
Ia melangkah menuju tempat duduknya. Kirana sudah ada di sana ia melihat Sheila dengan tatapan cemas.
"Shel, lo nggak pa-pa kan?" tanya Kirana cemas.
"Nggak pa-pa kok Na," jawab Sheila berusaha tersenyum, walau Kirana tahu bahwa itu bukan senyum alami.
"Shel, mending lo pindah kelas aja deh kalau kayak gini. Kalau nggak, lo bakal sedih terus kayak gini," usul Kirana hati-hati.
"Nggak usah Na, gue nggak pa-pa kok. Kan gue udah bilang nggak akan nyerah."
Kirana menghembuskan nafas kasar. Selalu saja begitu, tak ada gunanya ia bernasehat lagi karena hasilnya tetap sama. Tidak di dengarkan oleh Sheila.
🌼🌼🌼
Arvin berjalan cepat menuju kelas XI ipa 2. Ia ingin berbicara pada Ben, memastikan dugaan nya selama ini dan memperjelas semuanya.
Tak peduli dengan tatapan penghuni kelas yang akan menatapnya heran, ia segera saja masuk dan menuju kearah Ben yang sudah ingin beranjak ke kantin.
"Gue ada perlu sama lo," ucap Arvin tanpa basa-basi.
"Tapi gue nggak ngerasa perlu sama lo." Ben ingin melangkah keluar tapi dengan cepat Arvin mencegat langkahnya, tatapan pria itu sangat tajam.
"Ikut gue sekarang. Gue mau ngomong tentang Dania," bisiknya agak pelan.
Ben tersentak, sudah lama ia tak mendengar nama itu.
"Maksud lo?"
"Ikutin aja gue ke taman belakang sekarang. Penting."
Kini kedua pria itu sudah melenggang pergi, menerobos para siswa yang tadinya menjadi penonton. Mereka kini berjalan menuju taman belakang.
Vindy keluar dari kamar mandi, ia menepuk nepuk bagian seragamnya yang basah. Saat ingin melangkah menuju kelas ia tak sengaja melihat dua pria dengan langkah cepat berjalan menuju taman belakang.
"Ada apa sama mereka?" tanyanya pada diri sendiri.
"Jadi kepo. Ikutin ah." ia kini ikut berjalan cepat sambil sesekali bersembunyi di balik tiang tiang lebar di koridor sekolah.
Ia sudah berdiri di balik gedung. Tempatnya sangat startegis untuk mendengarkan perbincangan kedua pria itu. Suasana di sana terlihat sangat tegang.
"Apa hubungan lo sama Dania?" tanya Arvin pelan tapi menusuk.
"Hubungan? Hubungan apa yang lo maksud. Bukannya selama ini lo ngerebut semuanya? Jadi apa hubungan gue sama dia? Nggak ada," ucap Ben sinis.
Arvin menatap Ben tajam, tangannya terkepal kuat siap ingin mendaratkan pukulannya ke arah wajah Ben.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love You
Fiksi RemajaSheila datang bukan untuk membuat hari-hari Arvin berantakan. Ia hanya seorang gadis dengan rasa penasaran karena baru pertama kali merasakan jatuh cinta sayangnya dia bukan tipe mencitai dalam diam dan itu membuat Arvin kesal. Awalnya tujuan Sheil...