"Lo nggak mampir Ci?" Tanya Naira.
Cio menggeleng, "Nggak Nai, lagian ini udah sore, gue belum mandi. Kemarin habis shift malem jadi belum tidur. Sampein salam ke mama lo ya!"
"Yaudah kalau gitu makasih ya tumpangannya!"
Cio mengangguk seraya tersenyum pada Naira, kemudian memencet klakson mobilnya, tanda ia akan pergi.
Naira memencet bel pintu rumahnya, dan perlahan dibuka oleh mamanya.
"Naira!! Astaga! Kenapa kamu nggak bilang kalau mau pulang!" Mama Naira memeluk anaknya.
Naira mengerucutkan bibirnya seraya berkata, "Kak Nafis ma! Tadi Nai minta jemput tapi kak Nafis sibuk."
Selvi berdecak, "Ck! emang anak ketus itu harus di beri pelajaran!"
"Terus kamu pulang bareng siapa Nai?" Tanya Selvi sambil merangkul putrinya untuk masuk kedalam rumah.
"Sama teman Nai ma, Cio namanya. Tadi Nai ketemu sama dia dibandara, kebetulan juga dia lagi nganter orangtuanya." Jelas Naira sambil duduk di sofa ruang tamu.
"Awas aja anak itu! Besok mama kasih pelajaran dia! Mama besok mau bawa anak teman mama biar dia cepet nikah!"
"Emang kak Nafis umur berapa sih ma? Kok dipaksa nikah?"
"Kakakmu itu udah tua! Mama pingin gendong cucu! Lihat aja besok!" Naira hanya bisa bergidik ngeri kalau mamanya sudah berambisi seperti ini.
"Kasihan kak Nafis." Ujar Naira dalam hati seraya tertawa kecil.
***
Afciona POV
Aku merebahkan tubuhku ke kasur setelah mandi dan membersihkan diri tadi. Hari ini sungguh menguras energiku. Aku bahkan belum tidur sama sekali! Kepalaku jadi pusing. Dan untung saja besok aku masuk sore jadi bisa tidur sepuasnya.
Tadi aku kebandara karena harus mengantar kedua orangtuaku. Mereka memaksaku untuk ikut, tapi aku tidak mau. Aku ingin disini dan berlaku adil untuk tidak ikut salah satu dari mereka. Kadang aku berfikir, bagaimana bisa papa melakukan hal seperti itu pada mama dengan selingkuh sama sekretarisnya.
"Haah lucu banget, dulu keluargaku harmonis. Sekarang hancur." Aku bergumam dan tertawa hambar merasakan pedihnya masalah yang aku hadapi.
Dan sekali lagi, air mataku tidak bisa kubendung. Aku terisak. Mencurahkan segalanya lewat air mata. Air mata yang selalu ada saat aku sedih. Bahkan, saat kejadian lift macet kemarin, aku berusaha untuk tidak menangis dan mengakibatkan tubuhku bergetar melawan rasa pedih.
Aku tak pernah ada fikiran sedikitpun atau gambaran ada seseorang yang akan menjagaku sekarang. Papaku yang dulu selalu ada, sekarang sudah pergi bersama istri barunya. Sedangkan Mamaku yang selalu menyayangiku dan memberi semangat padaku juga pergi. Aku hanya ingin kedua orang yang lengkap, bukan berpisah seperti ini. Alasanku untuk tidak ikut mereka karena aku tidak ingin rindu pada salah satu keduanya.
Aku lebih menetap disini agar merasakan rindu pada kedua orangtuaku seolah mereka sedang pergi kesuatu pekerjaan di luar negri dan berangan bahwa keluargaku masih utuh. Sehingga aku hanya berfikir kalau orangtuaku masih menjadi satu.
Miris.
Seorang Afciona membayangkan seperti itu. Gadis periang yang melekat pada diriku tak mungkin ada orang yang akan mengerti bahwa aku memiliki beban hidup seperti ini. Aku mengusap air mata yang terus mengalir dan membasahi pipiku. Aku hanya bisa menangis. Ya tentu saja. Tak ada orang yang akan peduli padaku disini. Karena hanya aku yang ada di rumah berlantai 2 ini. Pembantu rumah yang biasanya aku suruh untuk kesini setiap satu minggu sekali untuk membersihkan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrogant Doctor ✅ [Unpub Sebagian] HANYA Tersedia Lengkap Di GOOGLE PLAY BOOK
General FictionHANYA TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK [Adiardja Series #1] (UNPUBLISH SEBAGIAN) BEBERAPA PART SUDAH DIHAPUS DAN VERSI LENGKAP ADA DI GOOGLE PLAY BOOK. Magang selama satu bulan di Rumah sakit, membuat Afciona Raykhanza bertemu dengan seorang dokter ket...