Part 4. Contrast (Revisi)

21K 1K 10
                                    

"Saya pulang dokter." Cio berpamitan pada Nafis karena waktu Shiftnya sudah digantikan oleh Rea dan Shera.

"Ya ya, pulang sana! Tapi ingat! Besok kamu harus datang jam setengah 2 sebelum waktu shift dan ikut saya visit dokter." Nafis berujar sambil memeriksa jurnal Cio dan menandatanganinya.

"Kalau tidak datang tepat waktu, maka nilai kamu saya kurangi."

Cio mencebikkan bibirnya, dokter ini suka sekali mengancamnya! "Baik dokter."

Nafis tertawa dalam hati, memang gadis yang dihadapannya ini berbeda dengan teman-temannya. Dan entah apa yang membuatnya terasa berbeda dimata Nafis. Setelah kepergian Cio, Nafis juga mulai menyiapkan keperluan untuk rapat di bersama direktur rumah sakit siang nanti.

***

"Kalian kalau magang yang benar! Jangan lemah lembut seperti itu! Ini di UGD dan kalian di tuntut untuk cekatan!" Rea dan Shera meneguk ludah susah payah dengan gugup mendengar dokter Nafis memarahi mereka. Mereka berpikir, kenapa dokter Nafis belum juga keluar untuk rapat bersama direktur.

"Dokter Nafis!" Panggil seorang dokter magang yang mungkin berumur 24 tahun.

Nafis mendongak menatap dokter Banyu, seseorang yang memanggilnya, "Kenapa?"

Dokter Banyu membisik pelan pada telinga Nafis dan seketika Nafis melebarkan mata dengan urat kemarahan di sekitar wajahnya. Setelah Banyu mengatakan itu, tanpa kata-kata lagi Nafis keluar dari ruangan bersama Banyu.

"Gila, serem banget. Ngeri gue, kayak tekanan batin aja gue disini." Rea bergumam pelan karena takut ada yang mendengarnya.

"Gue nggak bisa bayangin tadi malem Cio kayak gimana, tapi dia udah kayak keripik tadi pagi. Tapi nggak kelihatan tertekan." "Nanti sore emang bagiannya siapa sih?" Tanya Shera.

"Itu si Rino, malemnya Ilya. Duh gue makan ati kemarin malem. Nggak tau deh nasib Cio gimana."

"Huhh semoga Cio semalem nggak kenapa-napa."

***

"Saya mau pesan nasi goreng seafood, jus jeruk dan crepes rasa vanilla 2 dibungkus ya." Cio memesan makanan disebuah restoran sebelah rumah sakit. Ia belum ingin pulang dan memutuskan untuk membeli makanan.

Setelah memesan, ia duduk disebelah meja kasir agar memudahkannya mengambil pesanan yang ia makan.

"Katamu mau pulang, kenapa masih disini?" Tanya seseorang. Cio yang tadi fokus pada ponselnya mendongak menatap seseorang yang menanyainya.

"Eh dokter," Cio menyimpan ponselnya dan menatap Nafis yang sedang duduk dihadapannya.

"Kenapa disini?"

"Pesan makan Dok," jawab Cio.

"Dokter juga mau makan?" Tanya Cio.

"Tidak, saya ada acara di sini." Jawab Nafis. Cio mengangguk paham kemudian berdiri karena pesanannya sudah siap.

"Dok saya pergi dulu," Pamit Cio setelah membayar pesanannya.

Nafis mengangguk kemudian memfokuskan dirinya pada ponsel yang ada di genggamannya. Sebenarnya niatnya ke sini memang bertemu dengan seseorang. Tapi, kebetulan ia bertemu dengan Afciona yang sedang sendiri.

"Pak Nafis?" Nafis mendongak kemudian mempersilahkan orang itu untuk duduk.

"Bagaimana perkembangannya?" Tanyanya.

"Perusahaan Pak Fadly sudah membaik Pak, tapi alangkah baiknya jika Bapak yang melihat sendiri seperti apa perkembangannya." Ujar Seno -sekretaris pribadi papa Nafis-

Nafis menghela nafas pelan, "Nanti sore aku akan ke kantor. Terus awasi orang serakah itu." Seno mengangguk dan meneruskan beberapa informasi yang ia dapat.

***

"Astaga! Bumil mau makan apa! Kata Alka lo lagi suka buah Pir ya!!" Lani bertanya dengan antusias.

"Iya nih gue lagi suka banget sama buah Pir, padahal gue nggak mau banget sama yang namanya buah itu sebelum hamil." Jawab Fanya dengan kekehan gelinya.

Sekarang mereka berada di rumah Alka, tepatnya untuk menjenguk Fanya yang sedang hamil.

Kebetulan juga Robert masuk malam, Lani masuk Sore dan Alka yang masuk malam, sedangkan Cio libur.

"Kayak gimana sih Nya hamil itu?" Robert tiba-tiba menyeletuk.

Lani menonyor kepala robert, "Itu urusan perempuan njir!" Robert mengusap kepalanya.

"Galak bener lo! Mana modus lagi pegang kepala gue!"

Lani melebarkan mata dan siap untuk melemparinya dengan bantal.

"Eh udah! Udah! Ini malah berantem!" Alka tiba-tiba muncul membawa satu nampan berisi jus jeruk.

"Ini udah jalan berapa bulan Nya?" Tanya Cio.

"Dua bulan nih." Fanya mengusap pelan perutnya.

"Semoga ini anak nggak mirip lo ya Lan!" Robert menyeletuk.

"Issh! Lo ya! Seharusnya sifatnya nggak kayak lo Bert! Playboy kodok!!" Lani cemberut karena sedari tadi Robert menggodainya.

"Kalian ini berantem mulu kerjaannya." Cio menyeletuk dan berdecak melihat Lani dan Robert yang kejar-kejaran.

"Biarin aja itu, bentar lagi kita dapet kabar traktiran." Fanya terkikik geli bersama Cio.

***

"Kakak! Jemput aku cepetan!" Seorang gadis berkacamata hitam dengan sebuah koper yang ada ditangan kirinya nampak sibuk menelfon seseorang.

"Kakak lagi sibuk! Pake taksi aja! Kalau nggak gitu minta jemput mang iwan!" Telfonnya ditutup sepihak, membuat gadis itu menggerutu.

"Dasar kakak pemarah! Ketus! Isssh aku benci banget sama dia! Adeknya pulang nggak dijemput malah dimarahi!" Gerutunya sambil menendang apa saja yang ada didepannya. Hingga ia tak sadar, kaleng ya ia tendang mengenai seseorang.

"Awh! Siapa sih ini usil banget!" Seorang cewek mengusap lengannya yang terkena lemparan kaleng. Gadis yang menendang kaleng tersebut meringis karena kaleng yang ia tendang mengenai seorang perempuan yang berdiri tak jauh darinya.

Cewek yang terkena lemparannya itu menoleh kebelakang dengan tampang terkejut begitu juga gadis itu.

"Naira?!" Gadis itu berlari kecil mendatangi Naira.

"Cio?!" Naira langsung memeluk Cio dan mengatakan kalau ia sangat merindukannya.

"Astaga Nai, Lo habis darimana? Keren banget style-nya!" Cio memandang Naira dari atas sampai bawah.

"Gue 'kan ambil kuliah designer di New York Ci! Lo gimana kuliahnya?"

"Gue ambil perawat, tapi ya gitu perawat cuma sekedar hobi aja. Setelah gue lulus juga gue bakal jadi penerus papa." Cio berkata dengan lesu.

"Eh lo disini ngapain?" Tanya Naira.

"Gue kesini buat nganterin orang tua gue ke luar negeri." "Eh ayo pulang bareng gue yuk? Lo kayaknya belum dijemput?" Imbuh Cio.

"Iya nih! Kakak gue itu emang! Gue minta jemput katanya sibuk!"

Cio mengerutkan keningnya heran, setaunya Naira tidak punya kakak. "Lo punya kakak?"

"Iya punya, lo belum tau?"

"Gue kira lo anak tunggal, lagian kita 'kan kenalnya juga cuma kelas 2 SMA terus lo pindah 'kan?"

Naira berjalan sambil menjawab pertanyaan Cio, "Eh iya! 'kan kenalnya cuma beberapa bulan 'kan!"

Cio tertawa kecil, "Iya lah! Yaudah yuk masuk mobil."

***

REVISI VERSI EBOOK 21 JANUARI 2019

Arrogant Doctor ✅ [Unpub Sebagian] HANYA Tersedia Lengkap Di GOOGLE PLAY BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang