02

1.2K 190 2
                                    

"Papa udah gila, ya?!"

"Jangan omongan kamu, Im Nayeon!"

Nayeon mendengus tak habis pikir pada lelaki berumur dihadapannya. Ia menatap Mamanya penuh harap. "Ma, ini gak mungkin, kan? Masa Mama mau nerima lamaran orang gak dikenal gitu aja?"

Orang yang ditatap Nayeon hanya diam. Menandakan bahwa semua keputusan bargantung di pihak suami. Nayeon terduduk pasrah. "Emangnya Papa gak takut dia ada maksud lain sama aku?" gerutunya sedih. Ia shock, tidak percaya dan takut disaat yang bersamaan. Siapa yang tidak merasa seperti itu jika tiba-tiba saja orang tak dikenal datang dan berniat untuk melamar? Ditengah malam pula. Dan orang tua mana yang akan menerima lamaran seperti itu selain kedua orang tuanya? Nayeon merasa terkhianati, pasalnya kedua orang tuanya sudah menjual dirinya kepada orang yang bahkan baru ia ketahui eksintensinya!

"Kalo dia ngapa-ngapain kamu, Papa tinggal hubungin polisi. Jangan dibikin ribet deh!" sewot Papa Nayeon yang mendapat pelototan dari anak gadisnya. "Kalo dia udah merkosa trus ngebunuh aku duluan gimana?! Ya, aku bakal mati! Emangnya Papa gak bakal sedih kalo aku mati?!" balasnya geram.

"Nggak akan ada yang mati. Jangan ngawur!"

"Papa!"

Nayeon kembali mendengus sebal. Kenapa sih Papanya bersikeras demi seseorang yang tidak dikenal? Padahal jelas-jelas ialah anaknya, anak darah dagingnya! "Pokoknya aku gak mau! Aku menolak untuk nerima lamaran itu! Lagian siapa sih yang mau ngelamar tengah malem kayak gini?! Pasti itu cowok mabok!"

"Kan, kamu yang ngomong sendiri kalo kamu pengennya nikah aja..." Kali ini Mamanya yang bersuara setelah berbisik-bisik sebentar dengan Papa Nayeon.

"Tapi, Ma...."

"Oke, gini aja. Kalo kamu nerima lamarannya, kamu boleh berhenti kuliah. Tapi kalo kamu nolak, kamu wajib kuliah sampai S2."

Mata Nayeon kembali melotot untuk yang kesekian kalinya. Gila gila! Masa depannya sekarang menjadi sebuah taruhan, woi! Mana tawaran pertama terdengar sangat menggiurkan bagi Nayeon. Tentu saja karena ia diperbolehkan untuk berhenti kuliah, yang artinya tidak ada tugas-tugas, tidak ada mengejar berita, hunting fotografi atau sekedar wawancara orang-orang penting. Ia bisa bebas dari beratnya jurusan jurnalistik! Tapi ia harus menikah dengan orang tidak dikenal. Nayeon menilik pada tawaran kedua yang juga terdengar bagus karena ia boleh menolak lamaran tadi, tapi ia akan kembali pada jurnalistik sialan.

Ya Tuhan, apakah tidak ada pilihan yang lebih bagus dari ini?

Nayeon menatap kedua orang tuanya sendu. "Kok gitu sih, Pa, Ma...." Ia cemberut.

"Silahkan kamu memilih." Papanya langsung berdiri dan pergi meninggalkan Nayeon sedangkan Mamanya mengeekor dibelakang. Nayeon menatap kepergian kedua orang tuanya dengan mata berair. Kenapaaaaa?????

Kembali ia teringat kejadian yang belum dua jam terjadi.

"...saya ingin melamar anak bungsu Om dan Tante..."

Nayeon kaget. Gelas ditangannya langsung terjatuh. Lalu semua pandangan tertuju padanya. A-anak bungsu? Itukan gue!, batinnya. Ia menatap cowok yang tak ia kenal itu dengan tak mengerti. Siapa dia? Mengapa dia hendak melamar dirinya? Ini hanya khayalannya saja, kan? Semua tepisannya buram saat Mamanya memanggil namanya.

"Nayeon, kamu gak papa?"

Jadi ini nyata? Cowok asing ini mau melamar dirinya?! Oh my God.

"Nay?"

Baru ia menatap Mamanya bingung. "Hah?"

"Coba kamu kesini sebentar."

Nayeon berjalan menghampiri Mamanya. Duduk ditengah-tengah antara kedua orangtuanya. Ia melirik pada cowok asing yang juga nampak canggung. Suasana hening sebelum akhirnya Papa Nayeon berdehem kecil. "Kamu kenal dia, Nay?"

Married to Truth or DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang