Prolog (baru)

308 20 3
                                    

"Eh, anak nama facebooknya Daniel Lelaki Tampan itu saudaramu, Shel?" tanya Sivia memastikan ketika bertemu dengan Sheilla, salah satu teman satu angkatannya.

Teman Sivia, yang bernama Sheila, mengangguk pelan. "Iya, dia sepupuku. Pinter banget, deh. Memangnya kenapa, Siv?"

"Oh enggak. Dia anak sekolah disini juga bukan, sih?"

Gadis itu mengangguk lagi. "Junior kita, lebih tepatnya. Ada apa? Dia jahat sama kamu?"

"Eh, eng – enggak, kok!" Sivia menjawab refleks, sembari menggelengkan kepalanya. "Hmm, jadi dia nge-add facebook aku. Udah agak lama, sih, sebenernya. Kita juga beberapa kali bertukar pesan. Tapi aku kayaknya belum pernah ketemu dia di sekolah ini,"

"Ah, masa kamu belum pernah ketemu sama dia?!" Sheila memekik tak percaya. Sementara gadis yang tengah mengaduk minuman didepannya hanya mengangguk polos. "Hei, dia itu sering keluar jalan – jalan di koridor angkatan kita! Masa nggak pernah lihat sama sekali?"

Sivia mengangguk lagi.

Tak lama kemudian, lewatlah seorang anak laki – laki yang tinggi menjulang dari hadapan mereka. Sekilas Sivia bisa melihat wajahnya – yang sepertinya pernah ia lihat di internet. Foto profil salah satu teman di facebooknya, lebih tepatnya. Ia berusaha untuk mengabaikan dan melanjutkan sesi makannya yang tertunda. Sedangkan Sheila, terlihat tampak gelisah dan entahlah, Sivia berusaha untuk tak mempedulikannya.

Namun semua itu hanya terjadi beberapa saat hingga akhirnya Sheila memanggil nama seseorang yang barusaja ia tanyakan tadi.

"DANIEL!" Sheila berseru, membuat Sivia menghentikan acara makannya secara spontan. Dilihatnya anak laki – laki (yang tadi), berjalan kembali ke arah mereka. Jadi, anak itu adalah Daniel?

O-oke. Alarm bawah sadar Sivia berdering nyaring seiring dengan derap langkah seorang berwajah sangat konyol – begitu pemikirannya barusan. Tubuhnya yang tinggi menjulang bak tiang listrik, dengan kulit kuning langsatnya yang mendominasi.

"Hai!" sapanya sambil tersenyum lebar. Tidak, ia tak hanya menatap ke Sheila, namun juga ke arahnya.

"Mau beli makan?" tanya Sheila ketika lelaki itu telah duduk di hadapan mereka. Dan dibalas gelengan oleh laki – laki itu, um Daniel maksudnya.

"Mau beli camilan. Ada apa?"

"Eh, ini. Sudah tahu belum anak ini?" Sheila bertanya seraya menunjuk tepat ke wajah Sivia dengan telunjuk kanannya.

"Heish!" Sivia menepis jari telunjuk Sheila yang tertuju ke wajahnya sambil mendesis sebal.

Daniel terkekeh pelan, lantas mengangguk kuat – kuat. "Sivia, kan? Aku sama dia sering mengobrol di facebook," jawabnya dengan wajah konyol tanpa dosanya. "Memangnya ada yang salah?"

"Tuh, dia aja tahu kamu. Masa kamu nggak tahu dia?" tanya Sheila setelah kembali memusatkan perhatiannya pada Sivia yang masih memasang wajah bingungnya.

"Eh? Apa? Kamu nggak tahu aku sebelumnya?"

Oke, laki – laki di hadapan para gadis itu juga ikut memusatkan perhatiannya pada Sivia. Ia menelan ludahnya dengan susah payah ditatap seperti itu. Gadis itu meneguk ludahnya dengan susah payah, terasa perih di tenggorokannya. Dengan ragu, ia mengangguk. Sedikit takut, jika salah satu – atau kedua orang ini akan menerkamnya hidup – hidup dengan jawaban yang ia berikan.

"Heh? Serius?!"

*******

halo teman - teman! akhirnya cerita ini aku rombak hehe.

doain, ya, semoga bisa cepat lanjutnya. maklum, anak kuliahan agak sibuk, nih. apalagi menjelang tahun - tahun akhir.

oiya, gaes, tolong vote dan commentnya, dong! aku pengen tahu siapa yang bener - bener nungguin cerita ini. aku cuma minta itu doang, kok.

makasih, ya teman - teman!

salam dari saya.

rasher

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang