Tujuh

78 10 1
                                    

Devan yang baru saja mencetak tugasnya lewat printer tersentak kaget saat mendengar pekikan dari Ferdinand. Sepupunya yang entah bagaimana bisa tiba - tiba masuk ke rumahnya itu dengan segera menarik Devan dari tempat printer - yang awalnya menolak mentah - mentah karena harus mengecek tinta printernya - untuk duduk di salah satu bilik warung internetnya. Menyalakan komputer disana dan membuka suatu ikon browser saat wallpaper standart bergambar pemandangan bukit hijau telah terlihat. Kemudian menuliskan suatu URL disana.

"Facebook?" Daniel mengernyit bingung. Jadi, Ferdiand memekik seperti itu hanya gara - gara Facebook?

Yang benar saja! Dengan reflek lelaki itu langsung menabok sepupunya yang terlihat kesetanan saat menuliskan alamat email dan passwordnya disana. Berkali - kali salah menuliskan email dan passwordnya sampai ia kesal sendiri.

"Ih, kok ditabok?" Ferdinand berseru sewot sembari menyingkirkan tangan sepupunya dar wajahnya. "Diam, deh. Lihat dulu ini kabar penting!"

Daniel memutar bola matanya kesal, sembari mendengus pendek. Dengan ogah - ogahan diliriknya layar computer yang mulai menampakkan halaman awal setiap ia membuka akun facebooknya. Beranda facebook. Tempat dimana orang - orang mencurahkan keluh kesahnya disana.

Dan kedua iris coklatnyanya langsung terbelalak lebar saat membaca berita paling utama di beranda facebook milik Ferdinand.

Daniel Lelaki Tampan berpacaran dengan Sivia Barries.

"HAH?!" serunya keras, membuat beberapa orang yang ada disana menoleh terganggu. Bahkan beberapa diantaranya bahkan mendelik kesal. "KABAR APAAN INI?!"

Ferdinand mengulum bibirnya, merasa menang. "Kaget kan?"

"FER, TOLONG JELASKAN INI APA?!" Devan terlalu kaget, hingga sampai menggoyang - goyangkan tubuh kurus tulang milih Ferdinand.

"Eh, ya masa aku tahu? Coba buka komennya!" ujarnya mulai kesal dengan perlakuan Devan yang terlalu berlebihan. Bukankah seharusnya berita ini jadi hal yang sangat wajar? Mengingat kedekatan mereka "Apa jangan - jangan-"

"APA?!" tanya lelaki itu gusar. Ia terlalu penasaran dengan berita ini. terlebih komentar yang ada disana hanya sepuluh - masih kurang untuk kabar menggemparkan ini, dan ia berjanji akan memenuhi kolom komentar itu dengan capslock ciri khasnya. Dan jantungnya terasa berhenti berdetak saat mendengar pertanyaan selanjutnya dari sepupunya.

"Ada apa kamu sama Sivia?" Ferdinand menatapnya dengan penuh selidik. Mencoba membaca raut wajah lelaki di hadapannya yang entah mengapa tiba - tiba menjadi pucat dan menciut seperti tikus mencit.

**

Brenda tengah memainkan ponselnya sedari tadi. sibuk membaca kabar berita dan status yang dibuat oleh teman - teman facebooknya. Ia mendesah pelan, mulai merasa jenuh dengan status teman - temannya yang tak jauh - jauh dari kata 'cinta'. Heish, mereka kan masih SMP. Namun, tiba - tiba lidahnya terasa kelu saat membaca berita terbaru dari sepupu yang saat ini tengah tertidur di kamar sebelahnya.

Sivia Barries berpacaran dengan Daniel Lelaki Tampan.

20 comments.

"EH?" serunya refleks. Membuat Rara yang tengah mengecat kukunya langsung tertahan. Memilih berhenti, daripada hasil cat kukunya berubah mengerikan.

"Ada apa, Bre?"

"Lihat, deh, Ra! Sivia, Ra!"

"Kenapa, Bre?"

Brenda yang terlalu terkejut, jadi sulit untuk mengucapkan sesuatu yang terjadi. Rara yang memahami hal itu langsung menarik ponsel Brenda dari tangan sang empu, dan juga ikut terkejut saat membacanya.

Bagaimana bisa?

Bukannya Sivia tengah dekat dengan Gabriel? Begitu yang ia tahu dari cerita Sivia. Orang yang terus berkirim pesan dengan gadis itu, hingga beberapa kali ia pernah mendengar keduanya saling menelepon di malam hari - saat beberapa dari mereka telah tertidur.

"Ra, ini-"

"Nggak tahu, ayo kita tanya Sivia."

Rara menganggukkan kepalanya samar, menanggapi obrolan Brenda. Dalam hati ia berpikir, apakah ini hanya akal -akalan mereka berdua? Tapi, bagaimana dengan Gabriel, kakak kelas yang tengah dekat dengan Sivia?

*

Daniel J. Robbert. Nama panggilannya Daniel atau Dan. Ia paling tak suka jika seseorang menyebutkan nama tengahnya. Entahlah, ia sendiri tak tahu apa alasannya. Tubuhnya tinggi menjulang, namun tidak kurus. Punya otak yang berkapasitas tinggi - bahkan ia hapal hampir semua rumus Fisika dan Matematika yang diajarkan di sekolahnya. Suka berpidato - ia sering melihatnya mendapatkan juara saat lomba pidato di luar sana.

Daniel itu baik. Sangat baik, malah. Namun, kadang bermulut pedas. Acap kali ia mendengar lelaki itu mengolok - olok temannya dengan kalimat pedasnya. Bahkan memarahi temannya tanpa menyaring omongan yang keluar dari mulutnya.

Selain digosipkan tengah menjalin hubungan dengan Sivia, ia juga digosipkan tengah dekat dengan Irene, salah satu teman di angkatan lelaki itu. Lalu, beberapa hari ini ia juga pernah mendengar gosip bahwa lelaki itu sering berkomunikais dengan kakak tingkatnya, Hanny. Memang sih, keduanya jauh lebih cantik daripada Sivia.

Seharusnya, ia tak pantas bermain - maindengan seorang most wanted seperti Daniel. Ah, ia jadi overthinking sekarang. Penyakit lama.

Sivia mendesah, sejak tadi ia belum mengecek akun facebooknya. Pulsanya telah habis sejak kemarin malam, dan ia harus bersabar hingga besok atau lusa agar mendapatkan isian pulsanya kembali.

Baru saja gadis berusia empat belas tahun itu akan beranjak keluar untuk mengambil cucian di jemuran depan kamarnya, tiba - tiba dua orang gadis yang hampir sebaya dengannya, siapalagi jika bukan Rara dan Brenda? Berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan - entahlah, kaget? Heran? Bingung? Senang?

"Sivia, bisa tolong cerita ini ada apa?" Brenda memulai pembicaraan, setelah Sivia mempersilahkan mereka berdua untuk masuk di kamar kosnya.

Sivia mengernyit bingung. "Eung? Ada apa? Yang mana?" tanyanya bertubi - tubi.

"Gini, deh, Via." Rara memulai pembicaraannya. "Kamu - Daniel, itu, benar?" tanyanya secara implisit. Ia tak perlu mejelaskan panjang lebar, bukan? Seniornya ini pasti sudah benar - benar paham dengan apa yang tengah terjadi.

'Oh, beritanya sudah menyebar sejauh ini, ya? Berarti, malam ini akan banyak yang online, melihat status dari profil Daniel - atau dari profilnya,' batinnya, sambil berusaha untuk tak mengulum senyum yang tak terlalu ketara. Ia menatap kedua gadis yang tengah menatapnya, menunggu jawaban itu meluncur dari bibirnya.

"Sivia?" Brenda mulai tak sabar. "Jadi?"

Gadis itu menarik napas panjang, lantas menghembuskannya perlahan - lahan. "Jadi, menurut kalian berdua, bagaimana? Apa itu settingan? Atau benar?" balasnya sambil tersenyum puas.

Project barunya dengan Daniel, akhirnya berhasil.

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang