Lima Belas

73 7 2
                                    

Sang mentari mulai memposisikan dirinya tepat di atas cakrawala. Membuat sebagian besar manusia mulai mengeluh karena sengatannya. Tak ayal dengan dua orang gadis yang tengah berjalan menuju parkiran sepeda, yang juga terus mengeluh karena panasnya sengatan sinar mentari di siang ini.

"Hari ini panas banget, ya, Siv."

"Iya, perasaan tadi pagi mendung. Eh sekarang kok jadi macam neraka gini,"

"Eh, iya. Kamu ngg-"ucapan Ify langsung terhenti begitu saja saat mereka berdua telah sampai di parkiran sepeda. Sementara Sivia mengernyit bingung karena kalimat Ify yang terputus begitu saja.

"Kok masih ramai?" gumam gadis itu pelan, ketika menyadari masih banyaknya sepeda yang terparkir disana. Ify sendiri masih melongo melihat beragam bentuk sepeda yang masih banyak berada di tempatnya.

"Iya, biasanya anak kelas satu juga sudah pada ambil sepeda habis bel pulang."

"Hmm, jadi susah ambil sepedanya, deh." Gumam Sivia pelan. Ia mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, mencari dimana sepedanya telah terparkir. Yang kemudian langsung mendengus pelan begitu mengetahui sepeda kuningnya berad di tengah – tengah, terhimpot dengan sepeda lain yang jauh lebih besar.

"Sepedaku susah keluarnya,"

Itu bukan suara Sivia. Namun si Ify yang tengah menyandarkan diri ke dinding di belakangnya sambil menatap nanar ke arah pojok tempat sepedanya terparkir. Dengan beberapa sepeda lain yang tengah menghimpitnya.

Menyadari hal itu, Sivia mengumpat pelan. Sepertinya siang ini mereka akan pulang lebih terlambat.

***

"HUHUHU, KITA PISAH KELAS!"

"Hiks, iya. Sama si-siapa lagi a-aku bisa curhat, hiks,"

"Gimana k-kalo temen baru aku nggak ada yang co-cok?"

"Aku nggak siap pisah sama kalian semua hua!"

Devan mendelik mendengar semua itu dari teman satu kelasnya – terutama para gadis yang saat ini tengah meraung – raung sambil berpelukan satu sama lain. Sementara beberapa teman – teman lelakinya yang lain mendengus kesal, sebagian lagi mengikuti drama tersebut dengan kelewat berlebihan. Devan sendiri, tak peduli banyak tentang urusan perpindahan kelas yang beritanya saja baru akhir – akhir ini booming, dan tiba – tiba tepat di hari ini hal itu benar – benar terwujud. Baginya yang terpenting adalah dia memiiki teman – teman yang asyik dan mudah untuk diajak bermain game.

"RAY, HUHU KITA PISAH DEEH,"

"IYA, HUHU! KITA NGGAK BISA HOMOAN BARENG, DEH. HUU"

"ALVIIIN, HUAA!!"

"IH, NAJIS. LEPAS, RAY!"

"ALVIN HUHUUU,"

"WOY MALU NIH. DI DEPAN KELAS!"

Rara melihat kelakukan teman laki – laki satu kelasnya yang tengah menirukan kesedihan teman – teman gadisnya di depan kelas dengan sorot geli. Ia hampir saja terbahak, jika tak ingat suasana di kelasnya – bahkan di kelas lainnya tengah mengabu. Bukannya ia tak merasa sedih seperti teman – teman gadisnya yang lain. Entah mengapa ia tak bisa menangis atau memasang raut duka yang mendalam hanya karena berpisah kelas. Baginya, hal semacam ini sudah sangat wajar mengingat angkatannya ini menggunakan kurikulum terbaru – begitu yang ia dengar dari Bibinya Brenda, yang juga mengajar di sekolah ini.

Bicara tentang Brenda, ia jadi teringat pembicaraannya bersama gadis berambut ikal tersebut dan Sivia mengenai urusan perpindahan kelas beberapa malam yang lalu. Memang, rumornya perpindahan kelas akan dilaksanakan pada bulan ini, namun masih tak jelas kapan dan hari apanya. Dan tiba – tiba saja, saat jam istirahat kedua tadi di depan pintu masing – masing kelas sudah tertempel daftar murid terbaru yang akan menempati kelas tersebut mulai besok. Rara mendengus pelan, kembali teringat bahwa ia satu – satunya muid disini yang akan menempati kelas E – yang ia sendiri tak mengenali satu pun di antaranya.

Rata – rata, teman satu kelasnya berada di kelas F yang disebut sebagai kelas Matematika, dan kelas H yang disebut sebagai kelas Fisika. Sisanya masuk di kelas B, C, D, dan E – meski hanya segelintir dari semua murid di kelas ini. Seperti di kelas B hanya ada Adam dan Molly, lalu di kelas C ada Devan dan Rio, dan di kelas D ada Jefry, Hanny, dan Gisella. Sementara di kelas E, yang sudah ia ceritakan sebelumnya, hanya ada dirinya sendiri.

"Kenapa, sih, kelasnya harus dipisah begini?"

"Iya, kan jadi harus adaptasi lagi."

"Aelah, masuk kelas F aja sedih. Tuh, isinya juga masih anak – anak sini." Sahut Hanny yang sepertinya mulai tak tahan untuk tak menanggapi. Memang sih, si Tania dan Jovanka adalah dua diantara sekian anak disini yang masuk ke kelas Matematika itu.

"Tapi, kan-"

"Daripada aku?" celetuk Rara yang membuat mereka langsung mengatupkan bibirnya secara bersamaan. Sadar, bahwa nasib mereka jauh lebih baik ketimbang Rara yang harus pindah di kelas yang murid – muridnya saja ia tak kenal. Hanya sekedar tahu saja seperti Tavisha Bella De' Mauriz yang terkenal akan kecantikannya. Bahkan anak laki – laki di kelasnya sangat sering membicarakan Bella, atau lebih akrab dipanggil Bella Visha – karena namanya mirip dengan Bella Y. Caprio si member S8.

"HALAH, PALINGAN SEDIH KAYA GINI CUMA SEMINGGU. TERUS UDAH SIBUK SAMA TEMAN BARUNYA!" seru Ray yang seakan menyalurkan pikiran Rara barusan. Dalam hati ia tersenyum kecil sambil terus merapalkan ucapan terima kasih padanya.

Lagipula, yang namanya pertemanan pasti akan mengalami fase semacam ini. Datang, kemudian pergi. Lalu akan hadir lagi teman baru yang lainnya, kemudian kembali pergi. Begitu seterusnya.

***

maafin ya huhu sibuk banget. senin ampe jumat magang, mulai dari jam 8 sampe jam 5. sampe rumah capek banget. disini juga lagi ngalamin writting block. doain aja aku bisa terus next cerita ini, terus lanjut ke cerita yang lain hmm.

udah banyak project yang ditahan - tahan ini heheh._.

semangat buat kalian yang sekolah dan mulai kuliah!

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang