Tiga Belas

55 10 1
                                    

"Sivia!"

Sebuah suara mengejutkan Sivia yang tengah sibuk menata sepedanya agar tak terjatuh dan tak mengenai sepeda – sepeda yang lainnya. Bahaya. Bisa – bisa jatuh beruntun kalau salah satu dari sepeda tersebut terjatuh.

Gadis berambut sebahu itu menoleh, kemudian tersenyum lebar saat menyadari Ify tengah berjalan ke arahnya – ke parkitan sambil berlari kecil.

"Oh, hai, Fy!" balasnya tak kalah keras – untungnya parkiran sepeda masih sepi sehingga ia tak perlu memasang wajah tembok.

"Tungguin, dong!" pinyta Ify sembari memarkirkan sepeda hitamnya di dekat sepeda kuning milik Sivia.

"Iya iya, ini lagi rapihin sepeda juga."

Setelah keduanya selesai mengurusi sepeda masing – masing dan memastikan bahwa telah terparkir dengan sempurna, mereka berjalan keluar parkiran secara beriringan menuju kelas mereka di ujung sana.

"Ih, junior kita pada rajin – rajin, ya, piketnya!" gumam Ify saat mengedarkan pandangan ke kelas anak kelas satu, dimana para juniornya tengah sibuk menyapu taman depan kelas mereka, jalanan di kelas mereka, hingga membuang sampah beriringan ke tempat pembuangan akhir di depan gerbang masuk sana.

"Iya, nggak kaya kelas kita, ya. Kalau nggak hari sabtu piketnya macet. Paling sapu – sapu sebentar sama hapus papan tulis sebentar," ujar Sivia mengiyakan, yang dibalas anggukan oleh Ify.

Parkiran sepeda mereka itu berada di tempat paling ujung sekolah. Pintu masuk dan keluarnya bersebelahan dengan tangga lantai dua dan kelas para junior mereka. Sedangkan, lingkungan kelas mereka berada di ujung yang lain dari sekolah ini, yang berdekatan dengan kantin. Jadi, ketika mereka memarkirkan dan mengambil sepeda masing – masing, pasti akan melewati jalanan di depan kelas para junior.

Saat Sivia tengah berjalan sambil membalas sapaan beberapa orang yang menyapanya, tiba – tiba Ify menarik tangannya. Dan membuat gadis empat belas tahun itu hampir saja terjatuh jika kedua tangan Ify tak sigap menahannya.

"Waduh!" pekik Ify saat mereka sampai di tikungan dekat Lab Fisika, yang merupakan jalanan menuju kelas Devan dan Daniel. Sementara Sivia menatapnya kesal, sekaligus bingung karena hampir dibuat terjatuh oleh gadis jangkung di sampingnya.

"Ada apa?" tanyanya, beursaha menjadi teman yang baik dengan merespon ucapan – yang lebih pantas disebut jeritan karena terdengar lebih melengking.

"Siv, lihat, deh!"

"Apa?" tanya Sivia bingung.

"Itu! Lihat, deh!" seru Ify sambil menunjuk ke daerah kelas tujuh. Entah siapa yang dimaksud gadis itu, ia sendiri tak tahu.

"Lah, mereka siapa?"

"Sivia, itu si Alvin! Aku, kan, sudah bilang ke kamu!"

Sivia menyipitkan pandangannya, berusaha melihat lebih jeli ke arah dua orang anak laki – laku yang tengah memikul bak sampah menggunakan sebatang tongkat pramuka. Namun sayangnya, ia tak dapat mengingat kedua wajah diantaranya. "Eh iya?"

"Haduh, Sivia," gerutu Ify sembari menutupi wajahnya dengan lengan jaket hitamnya dengan salah tingkah. Tinggal sedikit lagi mereka berdua akan berpas – pasan dengan Alvin dan juga eum, ia tak tahu nama teman yang tengah membawa bak sampah di belakang itu.

Gadis itu memutar bola matanya, lelah dengan tingkah salah satu teman dekat di kelasnya ini. bagaimana mereka berdua bisa dekat jika Ify terus kucing – kucingan seperti ini? sementara ia merasa bahwa juniornya yang 'katanya' sangat diam ini sama sekali tak merespon Ify sebagai calon gebetan.

Tiba – tiba, sebuah ide terlintas di benak Sivia. Gadis itu tersenyum kecil, lantas berjalan agak menjauhi Ify yang masih sibuk menutupi wajahnya dengan lengan jaketnya. Ia menarik napas panjang, mulai mengambil ancang – ancang sambil melihat pada dua orang lelaki yang tengah berjalan ke arah mereka. Dan sedetik kemudian berseru,

"EH, ADEK ALVIN! DICARI, TUH, SAMA KAKAK IFY!" Sivia berteriak keras saat berpas – pasan tepat di samping junior yang katanya tampan tersebut. Lantas berlari sekencang mungkin untuk menghindari amukan Ify.

Meskipun ia harus mendapat balasannya apabila Ify akan mencekiknya setelah tiba di dalam kelas.

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang