Sepuluh

65 8 6
                                    

"Jadi, sudah lepas dari Daniel?"

Brenda yang sedari tadi terus memainkan ponselnya- melihat kabar terbaru dari beranda disana - mendongak, menatap Sivia yang tengah menuliskan sesuatu di buku tugasnya. Karena ia mulai bosan didiamkan seperti itu, akhirnya ia memilih untuk membuka obrolan terlebih dahulu. Apalagi, teman - temannya juga menitipkan beberapa pertanyaan padanya.

Sivia yang masih menulis hanya menjawab dengan gumaman pelan, "Iyap."

Gadis di hadapannya menghela napas gusar, lantas menceritakan kejadian yang akhir - akhir ini terus dibahas di kelasnya. "Teman - temanku banyak yang nanyain, nih. Sivia putus sama si Daniel? Kok statusnya hilang? Lah, aku harus jawab apa?"

Seketika, suasana menjadi henjing. Brenda jadi takut sendiri jika Sivia akan meledak - ledak. Ia berdecak pelan, saudara jauhnya ini memang agak moody. Kadang marah - marah sendiri, kadang pula sedih - sedih sendiri. Agak lama, hingga akhirnya ia mulai membuka suara.

"Biar aja, lama - lama gonggongan mereka bakal musnah."

"Terus kalian dibilang cari sensasi." Sivia menoleh tanpa minat. "Lebay banget, masa baru semingguan jadian udah kandas aja?"

"Hmm,"

"Yakin nggak ada rasa sama dia?"

"Hmm."

"Sedikitpun?"

"Iya, Brenda,"

"Tapi, kenapa?"

"Ya memang nggak ada rasa sama sekali."

"Kalau Gabriel?"

"Eh? Apa?"

"Lah, kalau gitu gi-"

"Udah, deh, Bre. Aku lagi capek, malas mikir itu. Coba kamu bahas yang lain aja, misalnya Devan, Rio, Ferdinand, atau Alvin gitu?" ujar Sivia yang mulai jengah dengan pertanyaan saudaranya yang kurus ini.

Brenda langsung mencibir sebal. "Idih, itu kan mukan teman aku, Siv."

"Eh, iya. Si Alvin itu anak mana, sih? Ify sama Sheilla suka sama dia. Aku jadi penasaran, anaknya yang mana."

"Lah, anak diem gitu disukain sama dua orang?!" Rara yang baru saja menyelesaikan tugasnya tiba - tiba menyeruak masuk ke dalam kamar Sivia, dan menatap kedua gadis itu dengan bingung. "Serius?!"

"Memang kenapa?" Sivia mengernyitkan jidatnya bingung. Ini kan, diluar dugaannya.

Rara membuka suaranya dengan tatapan yang horror. Membuat kedua bola mata besarnya tampak akan copot dari matanya. "Hati - hati. Alvin sudah punya pacar."

"HAH?!" Sekarang Brenda yang memekik keras.

Gadis berambut gelombang itu mulai menggebu - gebu. "Itu, si Gia! Nagia Weasley."

"Oh, Gia yang hidungnya mancung itu, ya?" tanya Brenda memastikan, yang didapati anggukan dari Rara. Sedangkan Sivia hanya menatap keduanya dengan wajah bingungnya. Tak paham dengan apa yang mereka bahas itu. Siapa Gia Wasley?

"Eh - apa, Gia siapa, sih? Kok aku nggak tahu?" akhirnya ia mulai menyuarakan pikirannya yang sedari tadi berkecamuk kemana - mana.

"Tapi, katanya si Gia itu nggak suka sama Alvin." kata Rara yang memilih untuk mengacuhkan pertanyaan seniornya barusan.

Brenda ikut mengangguk. "Nah, iya. Aku dengar juga, si Alvin udah pernah kasih coklat ke Gia waktu dulu. Gia memang terima coklatnya, tapi nggak terima perasaan Alvin."

"Woy Gia siapa, woy?!"

**

"Sivia!"

Gadis berambut panjang itu menoleh. Menatap bingung gadis di sampingnya yang tiba - tiba menjerit histeris. Seketika wajahnya yang berubah warna. Bukan, dia bukan hulk ataupun power ranger yang bisa tiba - tiba berubah menjadi hijau atau superhero bertopeng warna warni. Hanya saja, wajah temannya berubah warna menjadi merah!

Karena gadis di sampingnya tak kunjung membuka mulutnya, ia bertanya. "Ada apa?"

Dilihatnya, Ify Granger, nama gadis itu menggigit bibirnya kuat - kuat, sembari menunjuk pada segerombolan anak laki - laki yang baru saja keluar dari parkiran sepeda. "Itu!" serunya, eum, lebih tepatnya memekik keras karena beberapa orang mulai menengok ke arahnya dengan wajah penasaran dan sangat terganggu.

"Apa?"

"Itu, Sivia!"

"Itu apa, sih?" Sivia mulai merasa jengah dengan gadis yang sering pulang bersamanya ini

"Itu!"

Gadis itu memutar bola matanya sebal, kemudian beranjak meninggalkan temannya yang sepertinya mulai gila.

Saat Sivia mulai melangkahkan kakinya menjauh dari gadis itu, Ify tiba - tiba menjerit padanya. "Hei Sivia! Katanya penasaran?"

Sivia langsung menghentikan langkahnya saat mendengar jeritan dari teman gadisnya itu. Sambil mendengus kesal, ia menengok pada Ify yang sepertinya sudah bisa mengendalikan dirinya. "Apasih?" tanyanya lagi, dan berjanji akan meninggalkan gadis itu jika jawaban yang ia dapat tetaplah sama.

"Itu, ada Alvin!"

Seruan Ify membuat Sivia mengernyit bingung. Apa Alvin si junior yang sering diceritakan oleh gadis itu? Oke, sekarang ia mulai tertarik dengan apa yang ingin ditunjukkan Ify padanya. "Alvin? Yang mana?" tanyanya sambil ikut mengekori arah pandang gadis itu.

"Itu, yang pake jaket navy. Tampan, bukan?" Ify menunjuk ke arah segerombolan bocah laki - laki yang masih berada di tempat tadi. Tak lupa, dengan senyum dan binar senang di raut wajahnya.

Sivia menyipitkan kedua bola matanya, berusaha memfokuskan pandangannya pada lelaki yang baru ditunjuk Ify tadi. "Yang, bawa sepeda warna merah?" tanyanya memastikan.

"Iya! Yang paling ganteng sendiri, deh! Aduh, Ify mau mati sekarang!"

Sivia menatapnya sekali lagi, dan tak menemukan aura ketampanan apapun dari laki - laki tinggi putih dan sedikit berisi. Wajahnya sedikit Chinese, kedua matanya yang sipit menyerupai garis lurus jika senyum, khas orang Asia sekali. Dan tak lupa, terdapat kumis tipis yang membingkai wajahnya.

Gadis itu menggeleng keras, tak setuju dengan pendapat temannya yang menyebut laki - laki itu adalah salah satu anak tertampan di kalangan junior mereka. "Ah, ganteng darimananya? Mukanya lebih mirip orang tua!"

Ify yang tak terima idolanya dilecehkan, mendengus kesal sembari menatap Sivia dengan kedua matanya yang memancarkan kilatan api yang besar. "Eh, gitu - gitu yang suka sama dia banyak!"

"Ah, masa?" ia tersadar. Ify dan Sheilla. Mereka berdua adalah fans garis keras Alvin yang ia ketahui. Sisanya? Entahlah. Bodo amat.

"Iya, kecuali aku, Fy." Tukasnya kesal, kemudian berjalan meninggalkan Ify yang masih mengagumi lelaki berkulit putih tersebut. Ia kira, wajahnya sebelas dua belas seperti Ray, atau Rio yang juga teman satu kelasnya Daniel

Dua lelaki itu punya aura yang lebih khas alias lebih tampan daripada Alvin. Ray, dengan wajahnya yang baby face namun jika sudah berbicara jadi sedikit tengil nan menyebalkan. Dan Rio yang memiliki kulit lebih gelap dengan pembawaannya yang tenang dan mendayu - dayu, membuatnya lebih banyak digandrungi gadis - gadis seangkatannya. Tak jarang juga teman - teman Sivia yang mengelu - elukan lelaki itu jika lewat di koridor, atau tak sengaja berpas - pasan dengannya.

Karena itu, Rio jadi memiliki banyak gadis yang siap untuk menjadi yang kesekian.

Lah, kok dia jadi memikirkan si Rio?!

***

halo, Alvinnya sudah mulai nongol heheheheheheh tapi ya gitu progresnya masih jauh. Sivia kan terlalu cuek, tuh. jadi ya masa bodo sama Alvin - Alvin ini heheh.

dan tunggu saja, sebentar lagi ada couple lagi ._.

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang