Lima

92 12 1
                                    

Setiap Sivia bosan, pasti pelampiasannya adalah pergi ke warnet. Menghabiskan waktu berjam – jam disana, membuka beberapa situs web. Dari sepulang sekolah, hingga senja datang. Bahkan sampai malam, jika ia pulang ke rumah terlebih dahulu. Mulai dari membukaYouTube, Facebook, Twitter, hingga web sebagai penyelamat tugas sekolahnya. Apalagi jika bukan Wikipedia?

Akhir – akhir ini semua berjalan dengan sedikit menyebalkan. Semakin banyak orang – orang yang menghujatnya dengan Daniel. Serius, ini bukan hanya menggodanya seperti biasa, namun benar – benar menghujat dengan kata – kata tak pantas. Damn, salah apa seorang Daniel di mata mereka?

"Kak, yakin sama Daniel? Orangnya jelek gitu kok mau, sih,"

Begitu salah satu cemooh yang ia dengar dari berbagai mulut yang tanpa sengaja berpas – pasan, atau bahkan sengaja menyerukannya keras – keras di dekatnya.

Laki – laki itu, memang memiliki beberapa kekurangan. Tubunya yang tinggi menjulang tak manusiawi. Dengan karakternya yang lemah lembut seperti wanita. Juga bibirnya yang sedikit maju ke depan.

Namun bukan berarti kalian bisa mencemoohnya seenak jidat, bukan?! Heish, padahal tak ada di dunia ini manusia yang sempuran lahir batin depan belakang luar dalam.

Ia jadi kesal sendiri.

Devan.

HEI SIVIA!

Bah, anak ini lagi. Ia jadi teringat akan cerita dari Brenda beberapa malam lalu, yang mengatakan bahwa warnet yang berada di belakang gang rumah bibinya adalah warnet kepunyaan milik Devan.

Serius, dia kaget.

Pasalnya, beberapa kali Sivia kesana dan tak ada orang jahat macam Devan maupun sepupu kesayangannya yang bernama Ferdinand. Atau menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan lelaki laknat nan menyebalkan seperti itu.

Ya, Devan memang semenyebalkan itu. Mengomentari statusnya dengan beragam capslock jebol dan tanpa sensor sedikitpun. Mengiriminya pesan dan wall dengan amat sangat frontal – bahkan bahasan di personal chat pun dia tulis besar – besar disana. Ia merasa tak punya ruang untuk bersembunyi, mengadukan keluh kesahnya.

Devan.

WOY DICARI FERDINAND AMA DANIEL, NIH.

Pesan tersebut masuk lagi lewat facebooknya. Ia mendesah, lantas membalasnya dengan ogah – ogahan. Masih kesal dengan kelakuan manusia absurd macam dia. Devan itu seperti, ugh! Rajanya facebook. Tiap hari online, mengomentari status dimaan – mana. Memenuhi beranda dengan segala cuap – cuapnya.

Bagaimana tidak? Dia adalah anak dari pemilik warnet.

Ting! Personal chat masuk kembali. Ah, rupanya dari.. Daniel.

Daniel

Hei, online?

Gadis itu tersenyum samar, lantas membalasnya dengan secepat kilat. Tak lama kemudian, masuk pesan baru lagi dari.. ah, laki – laki itu! Sivia nyaris saja menjerit saking terkejutnya.

Gabriel

Hai, tumben online.

Gabriel Mendez. Mengiriminya pesan personal! Tanpa ia sadari, rona di wajahnya menjalar hingga seluruh permukaannya memerah. Bagaimana bia ia salah tingkah hanya karena seorang Gabriel, yang notabene adalah teman dekatnya, mengiriminya pesan di facebook?

Sivia, sadarlah. Gabriel masih menyukai Rully, bukan Sivia Barries.

Sivia's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang